Lihat ke Halaman Asli

Adib Abadi

Eklektik. Maverick. Freetinker.

Membaca di Era Serba Cepat: Bagaimana Satu Buku dalam Seminggu Bisa Mengubah Cara Kita Melihat Dunia

Diperbarui: 29 September 2024   10:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: tusaludpuravida.blogspot.com

Saya masih ingat bagaimana dulu saya tenggelam dalam halaman demi halaman novel klasik Layar Terkembang

Ketika saya duduk di pojok perpustakaan sekolah, waktu terasa melambat. Kalimat demi kalimat saya serap perlahan, merenung, merasakan setiap maknanya. Momen itu menjadi sesuatu yang sangat berharga---sebuah pelarian dari dunia luar yang serba cepat, serba instan. Di tengah hiruk-pikuk informasi digital sekarang, saya sering bertanya-tanya, kapan terakhir kali kita benar-benar tenggelam dalam sebuah buku?

Kebiasaan membaca buku kini seakan tergerus oleh derasnya arus informasi instan. Sekarang, kita lebih sering membaca potongan artikel, unggahan media sosial, atau berita singkat yang disajikan dalam detik-detik. Mungkin itulah yang menyebabkan kita sering merasa "terlalu sibuk" untuk membaca buku---apalagi satu buku dalam seminggu.

Namun, bayangkan. Jika kita mencoba membaca satu buku dalam seminggu, apakah ini mungkin mengubah hidup kita?

Satu Buku, Satu Refleksi

Ada yang berkata, bahwa kita tidak hanya membaca buku; buku juga membaca kita. Saya yakin, Anda pernah membaca sebuah buku yang tiba-tiba membuat Anda berpikir ulang tentang hidup, pekerjaan, atau bahkan relasi dengan orang lain. Buku memiliki kekuatan untuk membuat kita berhenti sejenak dan merenung---sesuatu yang jarang terjadi di dunia yang terus bergerak ini.

Bahkan, penelitian yang dilakukan oleh University of Sussex menemukan bahwa hanya dengan membaca selama enam menit saja, tingkat stres seseorang bisa berkurang hingga 68%. Lebih dari sekadar informasi, membaca buku memungkinkan kita untuk menyelami diri sendiri (University of Sussex, 2023).

Saya pernah berbincang dengan seorang teman bernama Maya, seorang desainer grafis di Jakarta. Dia bercerita bahwa dirinya, yang dulu begitu tergila-gila membaca novel, kini merasa tidak punya waktu lagi. "Rasanya aneh," katanya, "dulu aku bisa habiskan waktu berjam-jam untuk membaca satu buku, tapi sekarang satu artikel pun kadang aku lewatkan." Suatu hari, Maya memutuskan untuk mencoba membaca lagi, satu buku setiap minggu. Awalnya berat, tetapi perlahan dia merasa lebih tenang. "Ternyata buku bisa jadi jeda di tengah hidup yang sibuk," ujarnya. (The Jakarta Post, 15/8/24).

Mengubah Kebiasaan di Era Digital

Ketika kita berbicara tentang tantangan membaca di era serba cepat ini, sulit untuk mengabaikan dampak teknologi. Kita semua punya akses ke ribuan artikel dalam satu hari, notifikasi dari media sosial, dan video-video pendek yang terus-menerus menarik perhatian kita. Meski informasi ini mengalir deras, apakah kita benar-benar menyerapnya?

PISA, lembaga internasional yang mengukur literasi, menemukan bahwa literasi membaca di Indonesia masih berada di bawah rata-rata global. Hasil survei terakhir menunjukkan bahwa banyak orang Indonesia lebih sering mengonsumsi informasi instan daripada meluangkan waktu untuk membaca buku secara mendalam (PISA, 2021). Namun, masalahnya bukan sekadar kurangnya waktu atau ketertarikan, tetapi bagaimana kita memprioritaskan buku di tengah lautan distraksi digital.

Sebagai solusinya, beberapa komunitas mulai mempromosikan program 'One Book a Week', di mana para anggotanya berkomitmen untuk membaca dan menyelesaikan satu buku setiap minggu. Salah satu komunitas tersebut, Bincang Buku di Jakarta, rutin mengadakan diskusi mingguan untuk membahas buku yang telah dibaca. Menurut Laila, salah satu anggotanya, kegiatan ini membuat dia merasa lebih termotivasi dan, yang lebih penting, merasa menemukan kembali makna membaca yang hilang (Kompas, 20/9/24).

Bagaimana Membaca Bisa Mengubah Cara Kita Melihat Dunia

Membaca tidak hanya tentang menambah wawasan, tetapi juga tentang mengasah cara kita berpikir dan merasakan. Dalam sebuah artikel di Harvard Business Review, disebutkan bahwa orang yang rajin membaca buku, terutama fiksi, cenderung memiliki tingkat empati yang lebih tinggi. Mereka lebih mampu memahami perspektif orang lain dan lebih reflektif dalam pengambilan keputusan (Harvard Business Review, 2021).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline