Lihat ke Halaman Asli

Adib Abadi

Eklektik. Maverick. Freetinker.

Bertanam Kata, Merawat Jiwa: Harmonisasi Hidup Seorang Penulis

Diperbarui: 24 September 2024   10:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: Dokumen Pribadi

Di sebuah rumah sederhana di pinggiran kota, seorang penulis berusia 40-an duduk di beranda kayunya, memandangi dedaunan yang berkilau diterpa sinar matahari pagi.

Di hadapannya, deretan pot-pot tanaman hias menyebarkan aura hijau yang menenangkan, seakan menenangkan pikiran yang sarat dengan gagasan dan kata-kata yang belum menemukan tempatnya di halaman tulisannya. Dengan bunyi kicauan burung di kejauhan dan semilir angin yang membawa aroma tanah basah, ia menemukan sebuah ketenangan yang jarang ia temui di kehidupan sehari-harinya.

Bagi banyak orang yang tinggal di kawasan urban atau pinggiran kota, taman belakang rumah mungkin tampak sepele---sekadar ruang sisa yang dipenuhi semak liar atau sekumpulan barang-barang tak terpakai. Namun, bagi sang penulis ini, taman kecil di belakang rumahnya telah menjadi oasis pribadi, ruang yang menghubungkannya kembali dengan alam dan dirinya sendiri. Di tengah ketegangan kehidupan modern, merawat tanaman telah menjadi bentuk terapi sederhana namun bermakna, yang membantunya melepas stres sekaligus menemukan kembali fokus dalam menulis.

Pinggiran Kota dan Kehidupan yang Perlahan Mengalir

Kawasan pinggiran kota menawarkan kontras tajam dengan hiruk-pikuk kehidupan metropolitan. Rumah-rumah kecil berbaris di sepanjang jalan yang masih dikelilingi hamparan sawah, perbukitan, atau lahan-lahan kosong yang belum tersentuh pembangunan modern. Jauh dari gedung pencakar langit dan pusat perbelanjaan besar, kehidupan di sini mengalir dengan ritme yang lebih perlahan. Setiap pagi, kabut tipis menyelimuti pepohonan di kejauhan, sementara suara lalu lintas kota besar hanya terdengar samar-samar dari kejauhan.

Di tempat ini, taman belakang menjadi ruang penting bagi mereka yang mencari kedamaian di sela-sela rutinitas. Bagi sang penulis, taman di belakang rumahnya bukan sekadar sebidang tanah kecil yang ditumbuhi tanaman hijau. Ini adalah tempat di mana ia bisa melarikan diri sejenak dari kekacauan kehidupan modern, menemukan kembali ketenangan yang terlepas dalam kegelisahan dunia digital.

Ketika pertama kali pindah ke rumah ini beberapa tahun yang lalu, taman belakang hanyalah sebidang tanah kosong, dipenuhi rumput liar dan potongan kayu yang tergeletak tanpa arah. Namun, lambat laun, ia mulai membangun taman itu dengan tangannya sendiri---menanam anggrek di sudut yang lebih teduh, monstera yang menjalar di sepanjang pagar, hingga kaktus kecil yang ditempatkannya di meja kayu bekas. Setiap tanaman memiliki tempatnya sendiri, dipilih dan dirawat dengan cermat, menciptakan sebuah simfoni hijau yang menghidupkan ruang yang sebelumnya mati.

Ritual Pagi yang Menjadi Terapi

Setiap pagi sebelum membuka laptopnya untuk menulis, sang penulis memulai harinya dengan berjalan-jalan singkat di tamannya. Ia menyiram tanaman-tanaman kecil itu, memotong daun-daun yang mulai menguning, dan merapikan ranting-ranting yang tumbuh tak teratur. Ada sesuatu yang terapeutik dalam setiap gerakan itu---sesuatu yang begitu sederhana namun penuh makna.

Merawat tanaman telah menjadi bagian penting dari rutinitas paginya. Ketika air menyentuh daun-daun hijau, ia merasakan hubungannya dengan alam kembali hidup. Dalam keheningan yang hanya diisi oleh bunyi gemericik air dan desiran angin, ia merasakan pikirannya mulai tenang, stres yang semula menggumpal mulai luruh. Momen-momen kecil ini, yang tampak sepele bagi banyak orang, bagi penulis ini adalah pelarian yang sangat dibutuhkannya.

Aktivitas sederhana ini, ternyata, juga didukung oleh banyak penelitian. Menurut berbagai studi, berkebun dapat membantu menurunkan kadar kortisol---hormon stres---dan meningkatkan produksi endorfin, hormon yang bertanggung jawab atas perasaan bahagia. Keterhubungan dengan alam, bahkan di skala sekecil taman belakang, dapat meredakan kecemasan, depresi, dan stres yang sering kali muncul dalam kehidupan sehari-hari yang serba cepat.

Berkebun dan Kembali Menemukan Fokus dalam Menulis

Tidak hanya meredakan stres, merawat tanaman juga membantu sang penulis menemukan kembali fokusnya dalam menulis. Seringkali, ia duduk berjam-jam di depan layar, berusaha menemukan alur kata-kata yang tepat, tetapi terjebak dalam kekacauan ide-ide yang berserakan. Namun, setelah sejenak melangkah keluar ke tamannya, membersihkan daun-daun yang rontok, atau hanya sekadar memperhatikan bunga-bunga kecil yang bermekaran, ia merasakan pikirannya kembali jernih.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline