Lihat ke Halaman Asli

Adib Abadi

Eklektik. Maverick. Freetinker.

Jendela Waktu ke Masa lalu

Diperbarui: 21 September 2024   13:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber gambar: banknoteworld.com

Sejarah seringkali dianggap sebagai urusan catatan dan angka---buku tebal penuh tanggal, nama, dan peristiwa.

Tetapi apakah benar hanya melalui dokumen-dokumen resmi kita dapat memahami masa lalu?

Jika ingin menghidupkan kembali sebuah era, merasakan detak jantungnya, dengarkanlah kisah yang diceritakan melalui karya sastra.

Dari Shakespeare hingga Pramoedya Ananta Toer, karya sastra adalah cermin dari zaman yang menciptakannya---lebih dari sekadar kata-kata, mereka adalah jendela menuju masa lalu yang hidup dan berdenyut.

Sastra tidak hanya mencatat peristiwa, tetapi juga menggambarkan bagaimana manusia menjalani kehidupan di dalam peristiwa itu.

Charles Dickens, misalnya, menggambarkan kehidupan keras di Inggris era Victoria, di mana kesenjangan sosial dan kemiskinan menjadi tema yang berulang dalam novel-novelnya.

Melalui tokoh-tokohnya, kita dapat merasakan keputusasaan sekaligus harapan yang bergetar di antara mereka.

Dengan membaca Oliver Twist atau David Copperfield, kita tidak hanya tahu tentang kemelaratan di Inggris abad ke-19, tetapi kita bisa merasakan bagaimana rasanya hidup di dalamnya.

Kekuatan Sastra dalam Menghidupkan Sejarah

Mengapa kita perlu beralih ke sastra untuk mempelajari sejarah? Bukankah data historis sudah cukup?

Tentu, data memberi kita fakta, tetapi fakta saja tidak selalu dapat menggambarkan makna emosional dari suatu peristiwa atau zaman.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline