Presiden Vladimir Putin telah mencapai bandara Kiev dengan pasukannya (yang berjarak ~30km dari ibukota Kiev), dan siap memberikan final blow kepada Ukraina.
Amerika Serikat (AS) tengah berada didalam polemik, apakah mereka akan menurunkan pasukannya di Ukraina, atau menunggu sampai Rusia mencapai Polandia atau Romania, yang merupakan anggota NATO.
Kendati Ukraina adalah negara demokrasi, namun Ukraina bukanlah anggota dari NATO. Sehingga AS dan kroninya tidak bisa menggunakan pasal 5 dari perjanjian NATO, dimana terdapat pakta bahwa apabila satu negara anggota diserang, maka berarti perang dengan seluruh anggota NATO.
Media internasional dan pakar memprediksi, bahwa Kiev akan jatuh dalam 48 jam, atau 3 hari sejak invasi dimulai. Di tengah kekacauan ini, China melihat peluang untuk, sama seperti Rusia, berniat untuk menegakkan kembali kejayaan masa lalu. China mengklaim bahwa Laut Cina Selatan adalah daerah mereka, menurut catatan sejarah dari historian china.
Di saat AS sedang ketar ketir dengan paranoia invasi lanjutan oleh Rusia, ada kemungkinan negara lain yang bukan anggota NATO, akan memanfaatkan celah ini untuk menjalankan agendanya masing-masing.
Selain Laut China Selatan, China juga tertarik dengan Taiwan, dimana dulunya Taiwan adalah bagian dari China, dan perlahan-lahan beralih kepada sekutu AS, sehinga secara strategis, keberadaan Taiwan yang hanya ~160km dari China bisa membahayakan, terlebih dengan adanya pangkalan militer AS di negara tersebut. Disaat dunia masih berjuang dengan pandemi, dan ekonomi masih mencoba bangun kembali, serangan-serangan militer seperti ini tentu akan memperburuk keadaan.
Apabila Rusia melanjutkan invasinya lebih dari Ukraina, sudah hampir dipastikan Perang Dunia III akan terjadi. Apabila China memutuskan untuk menyerang Laut China Selatan/Taiwan, sudah dapat dipastikan juga, Perang Dunia III diambang pintu. Terlebih posisi Laut China Selatan yang berada di Asia Tenggara, menyebabkan Indonesia juga akan secara langsung terlibat dalam konflik tersebut.
Mari kita berharap sama-sama, bahwa pemimpin pemimpin negara ini tidak tenggelam dalam hegemoni kejayaan masa lalu, dan bersama-sama membangun dunia menjadi satu world community.