Lihat ke Halaman Asli

Adia Puja

Konsultan Kriminal

Hati-hati dengan Bahagiamu

Diperbarui: 26 Juni 2019   16:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber Gambar: medium.com/writers-guild

Era serba digital belakangan ini seolah menuntut segala sesuatu harus disampaikan secara cepat. Semuanya seolah menjadi sebuah ajang kompetisi yang harus segera dimenangkan. Terlambat berarti kekalahan.

Tidak percaya? Coba saja berkunjung ke kanal-kanal sosial media yang kalian punya. Di sana tempatnya para masyarakat madani saling lomba untuk melaporkan pelbagai kejadian yang telah atau sedang berlangsung dalam hidupnya.

Setiap orang merasa segala hal harus segera dilaporkan pada massa. Seolah kegiatannya sangat penting dan sangat ditunggu oleh orang kebanyakan.

Kita semua tahu bagaimana fenomena ini pada akhirnya menjelma suatu petaka. Penyebaran berita bohong, ujaran kebencian, dan konten-konten bajingan lainnya menjamur tidak terkendali. Kita pusing, pemerintah pusing, semua orang pusing, tapi perihal kedurjanaan di media sosial tetap tidak teratasi.

Lantas, apa segala bentuk kebencian menjadi satu-satunya terdakwa dalam kedurjanaan di jagat sosial media? Oh tentu tidak, Ferguso. Perhatian kita luput terhadap "jahatnya" konten-konten bernuansa kebahagiaan yang dibagikan oleh kawan-kawan di sosial media.

Tahan dulu. Jangan terburu-buru mengeluarkan pisuhan.

Bukan berarti kebahagiaan tidak boleh dibagikan. Ya boleh saja, selama tidak ada larangannya. Hanya saja, seringkali kita kehilangan empati ketika berbagi kebahagiaan.

Saya ambil sebuah contoh dari yang baru saya alami.

Belakangan, entah kenapa, banyak sekali perempuan yang tengah hamil di lingkaran pertemanan saya. Termasuk di lini masa sosial media. Maka foto-foto perut buncit dan gambar USG janin menjadi sangat lazim saya temui setiap membuka sosial media.

Awalnya saya tidak peduli dengan kegiatan teman-teman yang membagikan foto kehamilannya. Toh namanya juga sedang berbahagia, ya wajar saja dibagikan. Hingga suatu hari seorang kawan bercerita. Istrinya mengalami depresi oleh banyaknya foto-foto kehamilan yang berseliweran di sosial medianya.

Istrinya selalu menangis setiap melihat kawannya yang membagikan foto USG janin calon bayinya, atau foto dengan pose mengelus perut buncitnya lengkap dengan semringah. Kata kawan saya lagi, tangis istrinya semakin menjadi ketika ada kawannya yang getol membombardir sosial media dengan perkembangan kehamilannya dari jam ke jam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline