Ferdy Sambo sudah dituntut hukuman seumur hidup. Sejak awal namanya muncul, media massa di Indonesia bahkan luar negeri sudah sepakat menyebutnya sebagai Sambo sebagai referensi kedua. Referensi kedua ini istilah untuk menuliskan nama seseorang pada pemberitaan media massa.
Karena media massa itu lekat dengan keekonomisan kata, tak mungkin selalu menulis nama secara lengkap. Supaya ringkas dan simpel, ditulislah Sambo.
Jika media massa menulis nama ini, itu sudah pasti Sambo yang sedang jadi topik pembicaraan banyak orang, bukan Sambo yang lain. Alih-alih Sambo, malah ketulis Rambo kan repot.
Referensi kedua ini biasanya bergantung pada nama orang itu sendiri. Ia biasa disapa seperti apa.
Kalau keseharian memang banyak yang panggil Sambo, nama itulah yang digunakan sebagai referensi kedua. Istilah referensi kedua ini saya baca di tulisannya jurnalis mantan editor majalah Pantau Andreas Harsono.
Namun, penulisan referensi kedua nama orang baik di Indonesia maupun luar negeri berbeda-beda. Memang paling enak bertanya langsung kepada narasumber. Biasanya ia disapa apa. Sebab, di Indonesia beda dengan Amerika Serikat, misalnya.
Amerika Serikat pernah punya dua presiden dengan nama yang sama: Bush. Depannya George juga. Tapi ada yang senior, ada yang junior.
Tak mungkin di sana media massa tulis Presiden George. Pastilah ditulis Presiden Bush. Presiden Bush yang junior terkenal karena bikin perang di Irak.
Amerika Serikat juga pernah punya presiden dengan nama lengkap Barack Obama. Obama kita kenal. Dia pernah tinggal beberapa lama di Indonesia. Publik Indonesia heboh benar kala Obama ke Indonesia dan teriakkan "sate".
Di Indonesia, penyebutan referensi kedua nama orang tak sama. Media menulis Sambo, tapi lebih klop menulis Putri ketimbang Candrawati, istrinya Sambo yang juga ketiban kasus yang sama.
Mengapa demikian? Saya menduga ini soal rasa dan kebiasaan. Karena Putri memang akrab disapa Putri, begitulah ia diterakan di media massa.