Tahun 2015 saya memutuskan bergabung ke jejamo.com, sebuah portal berita baru kala itu. Sebelumnya, 10 bulan saya bekerja di duajurai.com milik mentor jurnalistik saya, Juwendra Asdiansyah. Situs itu kini tak bisa lagi diakses.
Portal berita jejamo.com didirikan oleh beberapa kenalan baik. Ada adik kelas ketika SMA, kawan di organisasi profesi pers, dan kenalan jurnalis lain. Pendek kata, para pendiri portal ini saya kenal dengan baik.
Sewaktu saya menyatakan gabung ke jejamo.com, saya memang meminta beberapa hal. Saya minta jadi pemimpin redaksi, minta gaji paling tinggi, saya minta mobil untuk urusan keseharian, terakhir saya minta saham. Semua dipenuhi kecuali mobil.
Kesadaran minta saham ini saya pahami saat sering mengikuti pelatihan jurnalisme, pelatihan soal serikat pekerja, dan sebagainya. Intisarinya, membagi persentase saham kepada karyawan itu sangat bagus.
Cuma, yang berani kayak begini ya langka. Tidak semua orang punya kesadaran dan keberanian untuk minta. Untung saya orangnya urat malunya sudah longgar. Maka itu, saat awal saya nyatakan minat bergabung, saya minta saham.
Nama saya memang dimasukkan sebagai salah satu komisaris di akta perusahaan. Persentasenya kecil. Saya memang tak sebut angka pasti saat di awal. Saya kira tadinya setidaknya 10 persen, atau 7 persenlah. Namun, yang diterakan dalam akad di akta notaris sama seperti zakat yakni 2,5 persen. Okelah, lanjut.
Untuk perusahaan yang baru dan jika kita mempunyai kemampuan memadai untuk membawa perusahaan itu pada kinerja yang baik, momentum tepat untuk meminta saham. Di noktah ini, inisiasi berasal dari calon karyawan.
Namun, inisiasi juga bisa berasal dari perusahaan. Manajemen kemudian menawarkan kepada karyawan untuk memiliki saham. Skemanya bisa dengan memberikan alat produksi tertentu atau nilai keahlian yang tinggi. Saya menduga, jika ada person yang memang cukup mampu dan berpengalaman, kantor pun tak sayang untuk memberikan persentase saham
Lantas, apa sih kira-kira manfaat karyawan ini diberikan saham. Lantas, apakah karyawan ini dia sifatnya perorangan atau terlembaga. Misalnya membuat perkumpulan karyawan, koperasi karyawan, atau serikat pekerja.
Pilihannya bergantung pada hasil negosiasi. Yang penting, saran saya, saat mau dibentuk dan kita diajak ikut serta, segera sampaikan gagasan ini.