Lihat ke Halaman Asli

Adian Saputra

TERVERIFIKASI

Jurnalis

Mengelola Edukasi, Mengoptimalkan Potensi, Menajamkan Visi-Misi, dan Semesta Pun Berseri

Diperbarui: 29 Mei 2016   13:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Cobalah mengadakan survei kecil-kecilan. Tanyakan kepada sepuluh anak kelas tiga SMA, mau ke mana mereka setelah lulus. Atau tanyakan kepada sepuluh calon sarjana, hendak ke mana mereka usai nanti mendapat toga sarjana?

Dari pengalaman berkali-kali bertemu komunitas ini, penulis menemukan kenyataan bahwa banyak yang gamang dengan hari depannya. Untuk menyebutkan kemana usai lulus saja, mereka sulit. Tidak ada dalam bayangan mereka, hendak ke mana hidup ini akan diteruskan.

Mau sekolah apa lagi usai tahapan sekolah yang ini selesai dijalani. Buat penulis, ini ihwal menarik, betapa sekolah, institusi resmi edukasi kita, termasuk orangtua dan entitas keluarga, gagal dalam menyusun peta jalan anak-anak kta.

Mengapa disebut gagal? Sebab, mereka tidak memiliki gambaran yang jelas, cita-cita yang spesifik, misi hidup yang terpetakan, usai mereka menjalani satu fase pendidikan, entah di tingkat SMA/SMK,maupun bangku kuliah. Mengapa ini terjadi? Dan mengapa edukasi secara umum belum mampu membuat peserta didik mempunyai cita-cita dan misi hidup yang jelas.

Alangkah "ruginya" para orangtua yang sudah membiayai kuliah anak-anaknya sampai sarjana tapi sang anak tak tahu mau ke mana selepas diwisuda. Jawaban umum adalah: bekerja. Entah bekerja di mana, pada bidang keahlian apa, bagaimana kariernya ke depan, dan sebagainya. Kata anak muda zaman sekarang: galau.

Ya, pendidikan kita ada di titik galau. Titik di mana pendidikan menjadi bagian penting dalam kehidupan tapi keluarannya malah tidak terdukasi untuk merancang konstruksi masa depan yang baik. Boleh jadi, ini akan menjadi penyumbang saham besar bagi edukasi semesta di Tanah Air.

Paparan yang akan penulis dedahkan di bawah ini setidaknya ingin berkontribusi terhadap nasib edukas kita. Tujuan besarnya adalah edukasi semesta bisa menjadi bagian urgen dalam kehidupan anak bangsa sehingga tapakan masa depan mereka dijejak dari sekarang. Setidaknya, ttik pertama untuk mencapai kunci kesuksesan, sudah dimulai saat pendidikan formal mulai dijalani peserta didik.

Potensi Diri

Persoalan penting dalam konteks edukasi menurut penulis adalah kegagalan dalam membantu peserta didik menemukan potensi diri. Potensi setiap anak tentu berbeda. Dalam konteks akademik saja, akan ada perbedaan secara minat, apakah lebih tertarik belajar IPA atau malah memilih mata pelajaran dalam skop IPS.

Dari sini saja sudah tergambar bahwa setiap anak berbeda talenta, berbeda bakat, dan tentu pula berbeda perlakuan. Sayangnya, penemuan talenta siswa ini tidak banyak yang sukses. Akibatnya adalah, banyak siswa yang galau.

Ada yang sebetulnya menyukai sejarah, kemudian menjadi tidak percaya diri untuk menyatakan kalau dia ingin menjadi sejarawan. Kata banyak orang, kalau jadi sejarawan, nanti makan apa. Apalagi dari orangtua juga ada penekanan untuk menjadi profesi pada keumuman di masyarakat, misalnya menjadi dokter, pegawai, insinyur, karyawan bank, dan sebagainya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline