[caption id="attachment_384661" align="aligncenter" width="300" caption="Hawra Dila"][/caption]
Kita sudah lazim membaca betapa banyak anak gadis yang terenggut kehormatannya lantaran memberikan itu kepada pacar yang berjanji menikahi hingga mati. Betapa banyak remaja putri yang dengan mudahnya memberikan kegadisan kepada cowok tampan mereka untuk kemudian dicampakkan. Dan betapa banyak pula kita mendengar, membaca, dan memirsa banyak anak remaja yang sudah hamil meski akad nikah belum lagi diucapkan di depan penghulu. Tegasnya, dalam model percintaan anak zaman sekarang, perempuan selalu dalam posisi dirugikan. Lantas, galau melanda.
Jauh sebelum menjalani sebuah kisah percintaan, remaja putri memang punya kecenderungan menjadi galau. Anak zaman sekarang bilang, galau tingkat dewa. Begitu mereka suka dengan cowok, kadang akal sehatnya langsung tumpul. Berharap sekali ditembak alias dijadikan pacar. Ada yang menunggu dengan sabar. Tapi tak sedikit yang kelihatan makin lebay di hadapan perjaka anak orang. Pusing para gadis seharian memikirkan cinta yang tak kunjung datang bertandang.
Rupanya, banyaknya gadis yang galau merah jambu menerbitkan kekhawatiran tersendiri di benak Annisa Riauly Fadhillah. Gadis cantik beretnik Sunda kelahiran 11 Juni 1989 ini berhasrat mengejawantahkan keinginan Kartini agar kaum perempuan punya martabat. Dila, sapaan akrabnya, memang sudah lama punya hobi memberikan advis kepada tekan-temannya yang dilanda kasmaran kepada lawan jenis. Dila tak memungkiri, cinta memang manusiawi tumbuh di hati setiap jiwa. Tanpa cinta, orang takkan sempurna mengarungi kehidupan di alam fana. Namun, penempatan cinta secara proporsionallah yang membikin semuanya menjadi indah.
Alumnus FKIP Universitas Lampung ini memang sudah lama sering mendapat curhat para teman soal hubungan dengan lawan jenis. Dila memang suka mendengarkan dan memberikan nasihat yang membangun. Ponselnya acap berdering dari sejawat yang meminta masukan soal cowok yang sedang diidamkan. Pesan pendek juga sering ia terima dari remaja putri yang memang galau. Bahkan, dari mereka yang sudah berbadan dua hasil berhubungan dengan pacarnya.
Dila berusaha memberikan saran yang baik, tepat, argumentatif, namun tetap koridor kesantunan sehingga tidak menyakiti perasaan. Syukurnya, hampir sebagian besar orang yang ia berikan saran, bisa menerima dengan baik.
Untungnya, Dila termasuk yang rajin mencatat dan menulis. Ia merangkum semua pengalamannya dalam buku harian. Semakin hari, semakin banyak anak muda di Bandar Lampung yang membutuhkan saran Dila. Perempuan jelita ini juga rajin menganalisis tipikal para perempuan dalam menghadapi lawan jenis dan masuk dalam ranah percintaan. Dila dengan runut menuliskan idenya. Ia membagi tipikal setiap perempuan berdasar kecenderungan utama mereka dalam sikap pertama menghadapi lawan jenis.
Kadang Dila tertawa sendiri saat ia mengonstruksi tipikal para perempuan-perempuan itu. Hingga pada awal 2012, Dila selesai menyusun sebuah naskah yang hendak ia jadikan buku.
Dla tipikal perempuan yang keras hati. Tekadnya membaja. Bumi Parahiyangan ia tinggalkan demi studi di tanah Lampung yang mungkin secara kultur membuatnya matang dalam bersikap. Ibu tercintanya yang lama tiada, almarhum Iis Sumiaty, menjadikan Dila sejak dini piawai mengatur diri. Tidak manja dan bertanggung jawab. Rasa sayangnya kepada sang ayah, Endjang Suparman pun tak usah ditanya lagi karatnya. Ia mencintai ayahnya dengan segenap jiwa dan raga.
Dila punya kemampuan bahasa Inggris yang moncer sejak SMA di Jawa Barat. Tak heran, ia lulus dengan baik di Jurusan Bahasa Inggris FKIP Universitas Lampung.
Dila ingin, bukunya ini diterbitkan penerbit nasional. Ia yakin bisa. Beberapa teman setianya mendukung penuh. Kadang bayangan buku ini yang menjadi "kitab suci antigalau" yang beredar luas secara nasional, tergambar dalam pikiran. Namun, ada juga yang mengusulkan agar buku ini diterbitkan di tingkat lokal saja. Dila berkeras. Bahkan, ia sudah pasang target mahatinggi: Gramedia.