Kerangka karangan sudah dibuat. Selembar kertas sudah penuh berisi coretan item yang mau ditulis. Ada dua puluh poin yang teringkas di kertas itu. Komputer sudah menyala. Jemari kita pun sudah di papan ketik. Kopi pekat sudah diseduh. Aromanya menguar dengan kuat. Kudapan keripik kecil ada sepiring. Kita mau menulis. Tetapi sampai bermenit-menit, tak sepatah kata pun kita tatahkan. Kita menjadi frustrasi. Sekurang-kurangnya kesal sekali. Saya pernah mengalaminya? Anda?
Kondisi di atas dipicu dengan kegagalan kita membuat lead, teras artikel, kalimat pembuka. Otak kita malah menjadi ruwet. Padahal di lead itulah kunci agar tulisan itu rampung sampai di ujung. Ada beberapa teknik dan konten lead artikel yang bisa dicoba. Ini penting sebagai di sinilah pemantik sebuah artikel itu berakhir khusnul khatimah.
Pertama, kutip koran.
Sebetulnya tak mesti koran, asal media massa saja sudah cukup. Tapi karena rerata kita tak puas kalau belum menembus halaman opini, saya kaitkan dengan koran. Lead kutip koran maknanya menulis teras artikel dengan menyitat pemberitaan surat kabar. Contoh, kita mau menulis pembunuhan berantai yang dilakukan Mujiyanto asal Nganjuk. Ia yang teridentifikasi sebagai gay ini punya dendam asmara sehingga kalap dan membunuh. Setelah kerangka oke, kita menulis lead kutip koran.
Contoh:
1. Kompas kemarin memberitakan pemeriksaan Mujiyanto, gay penjagal dari Nganjuk yang sudah menghabisi 15 teman kencannya.
2. Seperti dilansir kantor berita Antara, faksi Fatah dan Hamas sepakat melakukan rekonsiliasi. Ini adalah yang pertama komunikasi dibangun sejak 2007.
3. Menyimak pemberitaan banyak media soal kasus suap Wisma Atlet semakin menarik. Angelina Sondakh dalam sidang kasus itu kemarin menampik semua pertanyaan jaksa soal kucuran duit buat bekas Putri Indonesia itu.
Mengutip berita media massa punya keunggulan karena cantelan artikel dengan warta terakhir menunjukkan aktualitas. Dan poin ini rerata disenangi redaktur opini karena bakal selaras dengan berita utama harian mereka. Aktualitas ini menjadi penting karena redaktur acap dituntut menurunkan artikel dengan topik hangat.
Atau bisa juga mengutip hasil riset. Misal beberapa lembaga survei melakukan jajak pendapat dan kita membacanya di internet. Itu juga bisa dijadikan sebagai bahan lead. Lembaga Survei Indonesia, Indo Barometer, Jaringan Advokasi Tambang, Indonesia Corruption Watch adalah sedikit dari beberapa lembaga yang acap merilis hasil jajak pendapat.
Kedua, lontarkan gagasan (kontroversial).
Lead ini umumnya sudah tertolong dengan judul yang menarik. Mengapa demikian? Sebab, lead dengan gagasan yang kontroversial, umumnya sudah tergambar di judul. Contoh:
1. Hukuman mati buat koruptor sudah layak dijalankan di Indonesia. Betapa tidak, koruptor yang merampok miliaran duit rakyat bebas melenggang. Sementara untuk Nenek Rasminah yang dituduh mencuri enam biji piring, mesti dihukum penjara seratus hari lebih.
2. Rintisan sekolah berstandar internasional ternyata cuma menjadi patologi sosial. Keberadaan sekolah jenis itu cuma menghadirkan kapitalisme dalam dunia pendidikan. Otak kini tak lagi dipentingkan. Asal punya uang, bisa masuk sekolah dengan fasilitas mewah yang tak bakal terjangkau siswa dari keluarga kere.