Lihat ke Halaman Asli

Adian Saputra

TERVERIFIKASI

Jurnalis

Masa Depan Palestina Pasca-Rekonsiliasi Fatah-Hamas

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1328665697609410859

[caption id="attachment_169291" align="aligncenter" width="640" caption="Ilustrasi/Admin (Shutterstock)"][/caption] Ada babak baru dalam perjuangan Palestina menjadi sebuah entitas yang berdaulat. Dua hari lalu, dalam sebuah rekonsiliasi di Doha, Qatar, Perdana Menteri Palestina yang berasal dari faksi Fatah, Mahmoud Abbas, dan tokoh Hamas, Khaleed Meshal, sepakat bersatu membentuk pemerintahan baru. Analisis Timur Tengah menyatakan ini sebuah langkah maju demi mewujudkan Palestina yang berdaulat penuh. Meski Israel jelas-jelas menentang karena teman diskusi mereka, Fatah, akhirnya menggandeng Hamas yang selama ini jadi momok negeri Yahudi itu. Tentu bukan tanpa latar kalau Abbas akhirnya memilih opsi terakhir ini. Sebab, pertama, perundingan dengan Israel tak membuahkan hasil signifikan. Selama semua wilayah Palestina, antara lain Tepi Barat dan Jalur Gaza, tidak dikuasai penuh, perundingan cuma buntu. Andaipun Abbas sepakat, warga Palestina belum tentu seiya sekata. Maka itu, pergolakan melawan tentara Israel masih saja berjalan. Kedua, pengakuan internasional masih terbatas. Abbas memang terbilang sukses menyuarakan isu Palestina sampai ke sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa. Ia berhasil meyakinkan banyak negara, termasuk beberapa negara anggota Dewan Keamanan PBB. Sayangnya, asa itu lepas karena veto Amerika Serikat. Palestina "cuma" diakui ke dalam UNESCO yang kemudian berimbas pada penghentian bantuan buat negeri kiblat pertama kaum muslimin itu. Meski masuknya Palestina tetap prestasi, dampaknya untuk merdeka penuh kurang meyakinkan. Ketiga, merangkul Hamas sama artinya mengambil hati orang Palestina. Meski secara politis Fatah punya kedudukan yang bagus, Hamas di masyarakat lebih mengental. Sebab, perjuangan Intifadah dipicu oleh Hamas dengan tokoh legendarisnya, Syekh Ahmad Yassin. Apalagi Hamas punya struktur yang kokoh dan aktif dalam advokasi di masyarakat. Maka itu, saat pemilu beberapa tahun lalu, Hamas yang menang. Selama ini Hamas dan Fatah acap vis a vis lantaran perbedaan sudut pandang perjuangan. Selama ini Hamas identik dengan perjuangan bersenjata lewat sayap militernya, Izzuddin Al Qassam, sedangkan Fatah memilih diplomasi. Abbas mungkin melihat jalur diplomasi kini juga menjadi pilihan Hamas. Maka itu, ia merangkul Hamas. Ini memang politik di mana yang diutamakan soal kepentingan. Cuma masalah di Palestina ini khas. Bukan sekadar politik elite, tetapi soal masa depan suatu bangsa. Sebab itu, Hamas pun meyakini, berkoalisi dengan Fatah bakal mendekatkan cita-cita mereka dalam mewujudkan Palestina merdeka. Ini jelas kabar baik buat kemerdekaan Palestina. Mereka kini punya dua faksi yang menyatu. Memang bakal ada konflik di masa "bulan madu" ini. Namanya koalisi, pasti ada friksi. Namun, itu lumrah. Bahkan, itu perlu. Sebab, konflik akan mendewasakan kedua kubu untuk mencari formula paling baik agar kemerdekaan Palestina cepat terwujud. Salah satunya dengan dukungan penuh semua negara di PBB. Buat masyarakat Indonesia, ini juga busyro atau kabar gembira. Apalagi komunitas masyarakat kita juga mendukung penuh kemerdekaan Palestina. Ini bukan soal Hamas yang identik dengan Islam "garis keras" atau alasan ini. Ini soal kemerdekaan sebuah bangsa yang sejalan dengan preambule UUD 1945 kita. Masyarakat di Palestina juga tidak seratus persen Islam. Ada warga Kristen dan Yahudi dalam jumlah besar. Dan ini keragaman yang harus dijaga. Tugas Hamas dan Fatah tentu saja menjaga agar trek yang sudah benar ini tetap pada relnya. * Rekonsiliasi ini, tegasnya, menakjubkan. Sebab, hampir semua analisis tidak bakal menyangka bahwa Fatah dan Hamas kemudian bergandengan. Ini baik bagi masa depan Palestina. Sekarang tinggal melakukan penguatan dan menjaga agar rekonsiliasi langgeng sampai tanah Palestina ini merdeka. Entah dengan daerah yang terbatas atau penuh seperti yang diinginkan Hamas. Semoga kemerdekaan negeri para nabi ini segera mewujud. Setidaknya selangkah lebih maju ke arah itu.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline