Lihat ke Halaman Asli

Adian Saputra

TERVERIFIKASI

Jurnalis

Canon Printer Bikin Writer Makin Pinter

Diperbarui: 23 Juni 2015   22:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia tulis-menulis, ketelitian itu penting. Karya yang paripurna adalah karya yang--dalam bahasa saya--khusnul khatimah. Katakanlah dalam sebuah artikel yang dikirim ke media massa, diupayakan tidak ada kesalahan sama sekali. Selain koherensi antarparagraf, nol kesalahan dalam penulisan juga utama. Dengan kata lain, jangan sampai ada kesalahan ketik dalam artikel yang dikirim. Termasuk artikel yang diunggah ke Kompasiana ini.

Kita tentu senang membaca sebuah artikel yang minim kesalahan. Akan tetapi, jika dalam sebuah opini ada banyak kesalahan ketik, tentu mengganggu. Dalam ranah penulisan buku, hal yang sama juga berlaku. Intinya, si penulis mesti menyunting semaksimal mungkin karya yang dibikin. Mengedit tulisan, dalam hal ini adalah kemestian. Namun, praktik di lapangan tidak mudah. Kita mesti punya perangkat teknis agar cita-cita menghasilkan tulisan yang bersih bisa terwujud.

Satu kebiasaan yang masih saya lakukan sampai dengan sekarang ialah mencetak naskah sebelum dieksekusi. Misalnya, ketika menulis naskah buku, saya mengedit dua kali. Satu kali saya lakukan di komputer, satu kali saya periksa naskahnya. Kadang, saat memeriksa sebuah naskah di komputer, ada saja satu dua kata yang tersilap. Ada saja kalimat yang rancu. Atau ada alinea yang tidak koheren dengan kalimat lainnya.

Menyunting di layar komputer itu melelahkan. Kadang menjemukan. Apalagi jika masih ada beberapa kalimat yang tidak logis. Akhirnya, menyunting bukan sekadar membenahi tanda baca, penggunaan huruf kecil dan besar, melainkan memperbaiki konstruksi bahasa. Ini yang repot. Apalagi, mengedit tulisan sendiri, berbeda dengan menyunting tulisan orang lain. Kita sulit untuk melakukan pembenahan karena merasa sayang dengan tulisan. Kita tidak tega memangkas tulisan sendiri. Ada rasa sungkan melakukan perbaikan. Sungkan mungkin masih bisa dilawan. Namun, jika yang muncul adalah kemalasan, itu tentu lebih parah. Maka itu, menyunting tulisan dengan membaca edisi cetaknya bisa meminimalkan kesalahan. Terlebih jika naskah yang kita hasilkan jumlahnya relatif banyak. Misalnya, seratusan halaman.

Nah, andai penyuntingan via cetak ini yang akan kita lakukan, tentu kita butuh printer yang mampu untuk itu. Kita butuh printer yang harganya terjangkau dan ekonomis. Dengan harga yang tidak terlalu tinggi, kita bisa mendapatkan fasilitas yang berkualitas. Termasuk sebuah mesin pencetak yang punya fungsi lainnya.

Sejilid naskah saya terima beberapa pekan lalu. Isinya sebuah draf buku. Tebalnya minta ampun. Seratusan halaman, nyaris dua ratus halaman. Saya diminta menyunting buku tersebut. Si empunya naskah minta saya merampungkan penyuntingan itu dalam dua pekan. Saya menyanggupi. Pekan lalu, penyuntingan naskah via komputer sudah kelar. Namun, saya tak puas. Saya yakin, pasti masih ada bahan yang belum seutuhnya selesai. Saya kudu melihatnya dalam format tercetak.

Persoalannya, bagaimana cara saya untuk bisa mencetak naskah itu. Dulu-dulu, saya dengan mudah pergi ke rental komputer. Tapi, kini, keberadaan usaha itu makin minim. Yang jelas saya butuh printer. Untuk meminjam printer kawan, sebetulnya bisa saja. Namun, ke depan, pekerjaan menjadi editor independen ini bakalan makin sering. Belum lagi jika ada proyek penulisan pribadi. Kebutuhan terhadap printer menjadi urgen. Maka, pilihan kepada Pixma E400 ini bukanlah sebuah kebetulan. Ia terpilih secara sadar lantaran harga yang cocok dengan kapasitas kantong keluarga ekonomi menengah Indonesia.

Sebelum menguji Pixma E400 ini dengan seratusan lembar naskah yang mesti saya sunting, mesin pencetak ini sudah terbukti lumayan bekerja. Setidaknya, pembaca bisa membaca tulisan awal saya soal produk besutan Canon ini di tulisan pertama. Seperti pengalaman pertama mencetak naskah, seratusan naskah buku ini tak ada kendala apa pun saat diproduksi. Namun, supaya setiap lembaran terjamin tercetak dengan baik, hanya 25 halaman saya masukkan setiap sesinya.

Dengan kemampuan mencetak naskah delapan lembar per detik, mem-print naskah buku ini tak butuh waktu lama. Memuaskan. Demikian pengalaman menggunakan printer ini. Sebuah kata yang sederhana, dengan segenap makna yang termaktub di dalamnya. Setiap huruf yang tercetak sangat jelas. Gradasinya terbaca paripurna. Titik dan koma, sebagai penanda baca, juga terbaca dengan oke. Dibandingkan dengan hasil cetakan printer lainnya, output Pixma E400 ini pilih tanding juga. Sama sekali tidak mengecewakan.

Untuk ukuran penulis dan editor yang baru memulai jalan memilih ranah ini sebagai sumber kehidupan, printer ini amat cocok. Ia amat membantu dalam pekerjaan. Tak ada kertas yang rabun terbaca. Tidak ada huruf yang terselip tak tercetak dengan baik. Konsep penebalan huruf, termasuk huruf tebal dalam kondisi tercetak miring pun, sesuai dengan kata hati. Maknanya, hasil cetakan huruf tebal dan miring, pas dengan apa yang diinginkan. Karena ini pekerjaan menyunting, si empunya naskah, bila naskah khusnul khatimah, pasti ingin melihat dan membaca. Apakah hasil pekerjaan saya dalam menyunting ini sesuai dengan keinginan yang bersangkutan. Apakah masih ada bagian yang kudu diperbaiki atau tidak. Ringkasnya, urusan mengedit ini sangat terbantu sekali.

Saya memang terbiasa mencetak naskah terlebih dahulu ketimbang menyerahkannya kepada penulis. Begitu pula jika posisi saya sebagai penulis, mesti mem-print naskah sebelum diserahkan atau dikirim. Baik itu naskah buku maupun artikel yang hendak dikirim. Hanya untuk keperluan posting di blog saja yang aktivitas ini sedikit saya abaikan. Namun, begitu Pixma E400 ini ada di meja kerja, kebiasaan bain ini saya teruskan. Saya menganggap, pembaca atau bloger di media sosial, Kompasiana, atau blog lainnya juga perlu membaca naskah yang paripurna. Kalau saya sangat teliti untuk urussn menyunting karya orang lain, semestinya hal yang sama saya lakukan untuk karya yang akan diunggah di blog.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline