Lihat ke Halaman Asli

Secangkir Kopi dan Kenangan yang Tertinggal

Diperbarui: 23 Februari 2016   20:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Secangkir kopi yang masih mengepulkan uapnya menguarkan aroma pekat khas kopi kesukaan, kopi yang tergeletak di atas meja itu dibiarkannya sebentar. Seperti biasanya setiap Sam duduk di kursinya dipagi hari sebelum berangkat bekerja dan setelah sarapan adalah sebuah rutinitas yang biasa ia nikmati.

Sedari remaja pada saat Sam mulai merasakan nikmatnya menyeruput kopi hangat, biasanya Ia meracik sendiri ukuran pasnya komposisi campuran antara kopi dan gula terkadang dibubuhkan susu kalau kebetulan pas sedang ada untuk ditempatkan dalam cangkir yang bisa dihitung jumlahnya, menjarang air pada panci kecil diatas kompor kemudian ketika mulai mendidih dituangkan kedalam wadah yang sudah disiapkan tersebut, mengaduk pelan sambil membiarkan aromanya tercium menyegarkan, didiamkan sebentar agar sedikit lebih hangat untuk kemudian diseruput pelan.

Kegiatan tersebut baik di pagi, siang bahkan malam hari sudah melekat erat dalam tindakan Sam sehari-hari layaknya kebutuhan makan sehari tiga kali, semacam kebutuhan yang alurnya selalu paralel seiring sejalan, makan, ngopi kemudian disambung udud mengepulkan asap, wah nikmat sekali rasanya pikir Sam muda yang sudah mulai medapatkan penghasilannya sendiri.  

Kebiasaan selagi Sam muda tersebut sampai terbawa ketika sudah berumah tangga, mempunyai seorang isteri yang luarbiasa baiknya dan seorang anak perempuan mungil yang cantik seperti ibunya. Tanpa mengandalkan isteri yang sudah sarat dengan pekerjaan sehari-hari termasuk mengemong dan merawat anaknya yang masih kecil. Kebiasaan Sam, makan, ngopi dan ngudud yang tidak selalu terpaku pada waktu hanya pada saat sedang lapar atau ingin saja Ia lakukan sendiri, kecuali hanya dipagi hari saja barangkali.

Hal tersebut yaitu kebiasaan rutin untuk melayani diri sendiri tentu ada sebabnya disamping memang merasa tidak nyaman saja ketika hanya sekedar ingin minum kopi hangat, Sam harus menunggu sekian lama selagi isterinya meracik dan menyajikannya dalam secangkir yang sangat nikmat untuk diseruput sedang ia sendiri tidak melakukan kegiatan apapun. Ketika tidak ada yang harus dikerjakan maka ngopi, makan dan ngudud, sering ia melakukannya sendiri sepanjang tempat bahan dan letak makanan tidak berubah tempat maka kondisi tersebut tentunya berada dalam keadaan baik-baik sajalah kecuali ketika sedang soan ke rumah mertua, tau sendiri kan alasannya.

Dan jangan tanyakan kepada Sam ketika pas sedang bokek, hujan dan kondisi rumahnya yang kebetulan sedang bocor menggenang di sebagian ruangan rumahnya maka Sam beserta Isterinya hanya tampak sedang berdiam diri saja saling menjaga perasaan masing-masing sambil menunggu keadaan yang lebih baik, hal tersebut merupakan tindakan yang tepat menurutnya daripada murukusunu (uring- uringan) nggak puguh juntrungannya tanpa memberikan solusi perbaikan.

Namun ternyata pada suatu waktu, mendadak saja Sam mengambil keputusan untuk resign dari kebiasaan tersebut. Masalahnya mungkin sangat sederhana bagi orang lain tetapi sangat berkesan mendalam bagi dirinya. Kejadiannya, selepas Ibunya Sam mulai sakit-sakitan dan keluar masuk rumah sakit sampai beliau tidak dapat berbuat apapun selain berbaring di tempat tidur Rumah Sakit, Ibunya Sam mulai mengabsen semua anak-anaknya bahkan keluarga besar serta sahabat-sahabatnya dan berusaha menanyakan keberadaannya ketika salah seorang dari mereka kebetulan tidak sempat hadir.

Sam yang kebetulan dapat mengambil cuti panjang ketika merasa dan mengingat selama ini Ia bekerja haknya tidak pernah diambil walaupun hanya sekedar untuk urusan keluarga, kebetulan saja ketika Ibunya sakit Ia dapat mengambil hak istimewa tersebut dan dengan leluasa untuk beberapa hari ia bisa menggungu Ibunya begantian dengan adik-adiknya.

Berhari-hari selama menunggu, Sam dapat memperhatikan dengan seksama kebiasaan Ibunya ketika sakitnya semakin parah dan tidak dapat melakukan apapun selain berbaring di tempat tidur. Ia akan mengabulkan setiap keingginan Ibunya yang terkadang tidak mampu mengingat akan sekelilingnya, dengan trengginas Sam akan segera beranjak ketika Ibunya meminta sesuatu bahkan sekedar ingin ke toilet, mendudukan di toilet dan menyemprotkan air untuk membilas.

Dalam menjelang akhir khayatnya, Sam berkesempatan untuk memberikan jalan bagi ibunya dengan membisikan kalimat pengakuan akan keberadaan Allah SWT dan Nabi Muhamad SAW untuk yang terakhir menjelang ajal terenggut dari jasad, Dua kalimat shahadat yang dibisikan di telinga Ibunya berhasil di ucap-ulang, Sam tidak merasa heran karena Ia sering menyaksikan sendiri kebiasaan Ibunya berdzikir dan beristigfar yang selalu dilakukannya selepas sholat. Kening dari wajah yang tersenyum dan terbiasa memelihara dan membimbingnya dengan kasih sayang itu terasa dingin ketika dicium Sam untuk yang terakhir kalinya, sekujur tubuhnya kaku di balut kain kapan, setelah dimandikan kemudian disholatkan di mesjid terdekat, Ia di kebumikan di tempat peristirahatannya yang terakhir, Ia telah kembali kepangkuan Illahi.

Beberapa hari setelah semuanya hening, dimalam sepi kembali Sam mulai mengingat kebiasaan ibunya ketika Ia sedang sakit, terkadang ia mengabsen anak dan cucunya menanyakan keberadaanya apabila salah seorang kebetulan tidak hadir di Rumah-Sakit itu. Hal tersebut dilakukan Ibunya Sam tentunya bukan untuk membagikan harta warisan yang berlimpah, karena memang Ia sudah tidak mempunyai apa-apa lagi, Rumah dan tanahnya sudah habis terjual demi untuk pendidikan anak-anaknya sampai dua orang dari anaknya termasuk Sam selesai meraih sarjana.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline