Lihat ke Halaman Asli

Lain Sepatu Lain Kebijakan Penguasa

Diperbarui: 17 Juni 2015   06:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

 

Ketika seseorang memaksakan kehendaknya kepada orang lain untuk memakai sepatu pemberiannya, walaupun bermaksud baik namun beberapa kemungkinan bisa saja terjadi pada orang yang dipaksakan tersebut selain merasa nyaman menerima pemberiannya.  Intinya bukannya melegakan perasaan setelah menerima pemberian tetapi barangkali malah justru menjurus kepada salah tingkah si penerima. Beberapa contoh diantara adalah:

Ketidak sesuaian ukurannya.

Kemungkinan ukuran sepatunya tidak sesuai dengan luasan kakinya, bisa kebesaran atau kekecilan. Jika pun dipaksakan karena perasaan tidak enak, perasaan ewuh pakewuh kepada yang memberi, sesungguhnya ia sedang dalam posisi terintimidasi baik secara fisik maupun mental. Dengan berpura-pura bahagia padahal ia merasa tidak nyaman, terlihat janggal, lucu bahkan tampaknya saja seperti badut yang tidak dibayar sepeserpun namun harus berlaku patuh kepada sang bos dalam artian harus menghargai kepada si pemberi.

Model dan warnanya

Walaupun modelnya keluaran terbaru dan sedang trend dimasa kini, namun jika tidak sesuai dengan kepribadian dan citarasanya, terlalu blingbing, haknya ketinggian, ujungnya terlalu lancip dan melengkung ke atas seolah si sepatu sedang berusaha mendongak ke bagian organ tubuh yang berada dibagian atasnya atau memaksakan seseorang untuk menggunakan sepatu berwarna menyolok ketika harus bekerja di instansi resmi. Maka si pemberi yang memaksa tersebut sedang menempatkan kepada orang lain tidak jauh dan hampir sama dan sebangun untuk berlaku seperti tersebut diatas.

Harga dan Fungsinya

Sangat tidak masuk akal rasanya jika seseorang dipaksakan untuk menggunakan sepatu pantofel berharga mahal ketika ia harus mengerjakan sawah atau ladangnya, disuruh berlari kencang dengan menggunakan sepatu highhils yang biasanya di gunakan kepesta atau ke tempat-tempat yang dianggap wah. Dan banyak hal lain yang berhubungan dengan ketidak nyamanan yang dirasakan oleh yang diberi dengan unsur paksaan agar mengenakannya dengan tanpa pertimbangan.

Begitulah kira-kira jika memaksakan kehendak dengan serampangan kepada orang lain walaupun maksudnya mungkin baik, tanpa pamrih apalagi sedang dalam proses pencitraan agar diketahui oleh orang banyak bahwa si pemberi memang seorang yang berbudi luhur dan merasakan prihatin dengan nasib orang yang di beri. Oolala... perlakuan yang begitu mah penguasa juga bisa, misalnya:

Penguasa mengundang seorang atau beberapa orang papa untuk hadir dalam acara pesta-poranya yang gebyar mubyar dihadiri oleh para petinggi dan penggede. Walaupun hal tersebut dianggap lumrah sesuai jalan pilihannya tetapi tanpa mepedulikan sang papa memikirkannya dengan keras, barangkali selama beberapa hari dan malam membayangkan dan berusaha sangat payah menyesuaikan dengan undangan yang lainnya.

Menghadirkan anak-anak sekolah dari SD sampai SLTA untuk berjejer rapi dipinggir jalan hanya sekedar meramaikan dalam rangka menyambut sang penguasa yang hadir ke daerahnya, tidak peduli mereka sudah mempersiapkannya beberapa hari sebelumnya dengan asa dan harapan hampa, bahkan sejak pagi-pagi sekali mereka sudah menunggu di pinggir jalan dengan bendera mungil ditangannya sampai sinar matahari menyorot ubun-ubunnya, walaupun pada kenyataannya sang penguasa hanya lewat sambil melambaikan tangan tidak lebih hanya sekitar lima menit kearah mereka.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline