[caption caption="Gambar diambi dari http://www.livemint.com/rf/Image-621x414/LiveMint/Period1/2015/08/20/Photos/agus.jpg"][/caption]
Agus Martowardojo adalah gubernur BI sampai detik ini. Dia tidak tergantikan sejak Mei 2013. Sebelumnya pun dia menjabat menjadi Menteri Keuangan di zaman bapak SBY. Orang yang malang melintang di dunia perbankan dan keuangan ini akhir-akhir ini telah disorot. Terutama ketika dia telah mengeluarkan paket kebijakan dalam mengatasi tekanan pelemahan terhadap Rupiah.
Sebelumnya, Agus yang merupakan orang SBY ini (baca: Priyo: Agus Martowardojo Orang SBY) telah mengeluarkan 5 paket kebijakan. Kebijakan tersebut di antaranya adalah:
- Memperkuat pengendalian inflasi dan mendorong sektor riil sisi supply perekonomian
- Memperkuat stabilisasi nilai tukar Rupiah
- Memperkuat pengelolaan likuiditas Rupiah
- Memperkuat pengelolaan suplay dan demand valas
- Langkah-langkah lanjutan untuk pendalaman pasar uang
5 paket kebijakan tersebut diterbitkan secara bersamaan dengan paket kebijakan milik pemerintah. Apakah paket kebijakan tersebut sudah cukup? Sebelum menjawab itu ada baiknya kita melihat perkembangan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS melalui gambar statistik berikut ini
[caption caption="Ilustrasi diambil dari http://kursdollar.net/grafik/USD/"]
[/caption]
Dari Gambar tersebut jelas sekali bahwa tidak ada sama sekali tren baik dari 2013-2015. Pernah menguat tapi tidak lama dan seterusnya nilai tukar Rupiah terus melemah. Memang ada faktor eksternal dalam kenaikan Rupiah tersebut tapi ada juga faktor internal dan itu dari BI. Banyak orang menganggap BI sengaja membiarkan Rupiah untuk kepentinga tertentu seperti meraup keuntungan.
BI mendapatkan surplus Rp41 triliun pada 2014, dengan penghasilan Rp93 triliun, naik Rp22 triliun dari tahun sebelumnya Rp71 triliun. Kontributor utamanya selisih kurs transaksi valas, yang lompat Rp18 triliun dari Rp34 triliun jadi Rp52 triliun. Kita bisa melihat bahwa keuntungan terbesar BI melalui transaksi valuta asing. (baca: untung besar transaksi valas: dpr harus minta bpk periksa BI)
Hal itu ditambah dengan paket kebijakan BI yang dinilai setengah-setengah oleh Misbakhun. Dia menyebutkan bahwa BI hanya mengeluarkan paket sebagai pemanis saja. Untung menenangkan masyarakat dan tanpa efek. "Saya lihat dari lima paket BI masih normatif dan belum menuki pada persoalan yang ada. BI mengatakan selalu ada di pasar, tapi rupiah Rp 14 ribu," kata Misbakhun. (Baca: Misbakhun Sebut Paket Ekonomi BI Tidak Mendukung Program Jokowi)
Hal itu senada dengan Purbaya Yudhi Sadewa. Arus modal modal saat ini menurutnya butuh ditangani dengan menumbuhkan kepercayaan pasar. Hal tersebut dapat terjadi ketika pertumbuhan ekonomi menjadi lebih baik. "Harusnya mereka (BI) bisa memberi kebijakan yang memacu pertumbuhan ekonomi. Justru yang terlihat adalah memeperketat transaksi. Mereka memberi kesan memperketat flow of capital." (baca: Paket Kebijakan BI Luput Dukung Pertumbuhan Ekonomi)
Ya begitulah keadaan Agus Marto ketika menjadi gubernur BI hingga saat ini. Dari keadaan nilai tukar Rupiah yang terus melemah. Ditambah paket kebijakan ekonomi yang tidak sesuai harapan. Bagaimanapun, semoga ke depannya ada langkah pasti pemerintah dan BI untuk mengatasi hal ini. Karena keadaan Rupiah sudah sangat mengkhawatirkan.