Lihat ke Halaman Asli

Matinya Demokrasi di Golkar

Diperbarui: 17 Juni 2015   16:13

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1417503234291501167

Tulisan ini adalah lanjutan dari artikel saya sebelumnya “Detik-detik Panas Menuju Munas Golkar” (http://bit.ly/Golkar). 30 November kemarin sudah dimulai Munas Golkar yang langsung diwarnai kericuhan. Munas yang dipercepat karena Rapimnas ini mulai terlihat ketidakberesannya. Tapi di antara ketidakberesan tersebut, masih ada 1 samurai yang bertahan sampai titik darah penghabisan, Airlangga Hartarto. Satu-satunya lawan Ical dalam pemilihan ketum di Munas tersebut.

Ketidakberesan Munas Golkar juga dirasakan Airlangga. Selain dipercepatnya Munas menjadi sekarang, sejumlah tata tertib tentang pemilihan ketum Golkar dinilai janggal. Menurut dia, tidak adanya penyampaian dan diskusi secara terbuka tentang penentuan jadwal dan tata tertib Munas. Munas Golkar telah diembargo oleh beberapa orang yang menginginkan Ical menjadi ketum Golkar lagi. Sehingga tata tertib pun dibuat untuk memenangkan Ical sebagai ketua umum. Salah satu tata tertib tersebut adalahtentang surat dukungan adalah harus surat yang ditandatangani saat Munas. Bukan surat dukungan di luar Munas. (baca: http://www.beritasatu.com/nasional/229663-ini-penjelasan-airlangga-soal-munas-golkar-yang-tak-demokratis.html).

Kejanggalan tersebut berujung tadi malam. Airlangga Hartarto, satu-satunya kompetitor Ical mundur dari bursa caketum Golkar. Hal ini memberikan beberapa kekecewaaan bagi kader Golkar yang sudah kesal dengan diangkatnya Ical menjadi ketum Golkar. Mundurnya dia dikarenakan kejanggalan pelaksanaan Munas sudah semakin tegas terjadi. Airlangga mengikuti Munas dari awal dan melihat kondisi Munas. Bagi dirinya, demokrasi di Golkar sudah tidak ada. Tata tertib yang dibuat tidak akan membuat calon selain Ical menang menjadi ketum Golkar. (baca: http://nasional.kompas.com/read/2014/12/01/22103011/Airlangga.Hartarto.Mundur.dari.Bursa.Calon.Ketum.Golkar)

Matinya demokrasi di Golkar semakin mengerucut. Tadi malam, Munas Golkar dihebohkan dengan tersebarnya rekaman suara Nurdin Halid yang mengatur skenario pemenangan Ical di Golkar. Terdengar jelas suara beliau yang mengatakan

Pertama kita harus kuasai pembuatan tata tertib Munas. Ini licik, ini licik memang. Tapi kita harus punya jagoan-jagoan sidang atau 'floor leader' dan jagoan itu adalah Bapak-bapak sekalian. Pilih dua orang tiap provinsi untuk jadi jagoan sidang, masalah nanti jadi tiga atau empat itu tidak masalah. Nanti para jagoan ini berargumentasi dan berdebat secara keras, berkelahi pun boleh,"

(baca: http://news.detik.com/read/2014/12/01/175505/2764434/10/1/beredar-rekaman-nurdin-halid-skenariokan-pemenangan-ical)

Jelas rekaman tersebut adalah Nurdin Halid. Dia juga mengakui bahwa itu adalah suaranya. Pengakuan ini semakin menegaskan bahwa Munas di Bali ini penuh dengan kejanggalan. Lalu apa efek dari kejanggalan tersebut? Mungkin akan muncul partai baru seperti kejadian-kejadian sebelumnya yaitu Hanura, Gerindra dan Nasdem. Efek lain mungkin hilangnya kepercayaan para kader kepada pimpinan pusat. Efek terburuk adalah terjadinya pemberontakan dan kudeta terhadap Ical jika kembali menjadi ketum.

Akhir tulisan ini saya hanya berharap agar demokrasi di Golkar tidak mati. Karena jika demokrasi telah mati di Golkar, bias menjadi efek domino di partai-partai lainnya. Golkar adalah partai besar sejak Orde Baru hingga sekarang. Perjalanan Golkar sudah sangat lama di kancah politik Indonesia. Jangan sampai Golkar menjadi partai kecil karena demokrasi telah hilang oleh segelintir orang yang bernafsu menguasai Golkar.

Tolak Pembunuh Demokrasi di Tubuh Golkar.

Sekian.

ADS




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline