Natal tahun 2022 dilaksanakan oleh gereja dalam situasi dunia yang tidak begitu menggembirakan. Akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan membuat banyak masalah yang muncul. Mulai dari masalah kesehatan, ekonomi, hingga masalah spiritual. Sekalipun dapat dikatakan bahwa Covid-19 bukan lagi pandemi, melainkan sudah masuk kategori endemi.
Namun setiap mereka yang pernah terinfeksi Covid-19 dapat mengalami gejala jangka panjang atau yang biasa disebut post-acute Covid-19 syndrome. Di mana gejala (long-haul Covid-19) itu seperti: tubuh kelelahan, sesak nafas, batuk, anosmia atau indera penciuman dan perasa yang tidak peka, nyeri pada sendi, otot, dan dada, sakit kepala, jantung berdebar, kesulitan berkonsentrasi, sulit tidur, dan munculnya ruam.
Sekalipun telah sembuh dari Covid-19, kita tetap tidak boleh mengabaikan risiko terjadinya efek jangka panjang, seperti perkembangan jaringan parut pada organ paru-paru atau disebut juga fibrosis paru.
Tentunya, hal ini akan mengakibatkan paru-paru tidak bisa berfungsi dengan baik. Fibrosis yang terjadi setelah Covid-19 diartikan sebagai kerusakan paru-paru yang tidak dapat disembuhkan dan bisa berdampak pada munculnya berbagai gejala, termasuk batuk dan sesak napas. Bahkan, tidak jarang pengidap akan membutuhkan bantuan oksigen.
Hari ini, ada ribuan mantan penderita Covid-19 yang dilaporkan kembali ke Rumah Sakit untuk memeriksa apakah paru-paru mereka telah mengalami kerusakan yang parah ataukah masih baik.
Kemudian masalah ekonomi, di mana pasca-pandemi membuat banyak negara di dunia mengalami resesi bahkan kebangkrutan. Harga barang dan kebutuhan pokok terus naik (karena inflasi), banyak karyawan yang di-PHK, sulitnya mencari pekerjaan, hingga membuat tingkat kriminalitas semakin meningkat. Bahkan ahli ekonomi dunia telah memprediksi bahwa tahun 2023, dunia ini digambarkan dalam kondisi yang "gelap gulita". Apabila kedua masalah di atas tidak dapat diatasi dengan baik, maka pasti akan berdampak kepada kehidupan spiritualitas kita. Bukannya membuat kita semakin dekat kepada Tuhan, malahan justru akan membuat kita semakin jauh dari Tuhan, putus asa, hingga menyerah dalam ketidakberdayaan.
Dalam situasi seperti ini, Tuhan menyapa kita melalui tema Natal yang ditetapkan oleh PGI, "Maka pulanglah mereka ke negerinya melalui jalan lain" (Mat. 2:12). Ungkapan ini merupakan respons orang Majus terhadap perintah dan petunjuk yang Allah berikan kepada mereka dalam mimpi. "Peringatan" (khrematizo) kerapkali digunakan untuk menunjukkan ucapan ilahi atau sebuah wahyu, seperti yang juga sering muncul dalam bagian lain di Injil Matius. Di mana perintah Ilahi ini diberikan melalui mimpi (bdk. 1:20).
Ungkapan khrematizo berarti "menangani suatu masalah". Ungkapan ini memiliki pengertian dalam konteks politik dan ekonomi. Ini juga bisa berarti "aktif atau tampil sebagai ini atau itu," misalnya, sebagai penguasa. Dalam LXX itu sesuai dengan bahasa Ibrani untuk "berbicara" dalam Yeremia 26:2, atau "menyatakan wahyu" dalam 29:23; 30:2. Dalam PB kata kerjanya menunjukkan instruksi ilahi melalui wahyu. Perintah tersirat dalam Matius 2:12, 22; Kisah Para Rasul 10:22. Musa diberitahu bagaimana membuat tabernakel dalam Ibrani 8:5. Nuh menerima instruksi tentang hal-hal yang tak terlihat, dan menerima ini sebagai peringatan, dalam Ibrani 11:7. Penyampaian sederhana adalah inti dari Lukas 2:26. Musa memberikan instruksi (di bumi) dalam Ibr. 12:25, tetapi penekanan di sini terletak pada instruksi yang lebih besar yang datang bersama Yesus dari surga. Dalam Kisah Para Rasul 11:26 para murid muncul untuk pertama kalinya sebagai orang Kristen (yaitu, disebut demikian), dan dalam Rom. 7:3 isteri yang hidup dengan orang lain selama suaminya masih hidup, di depan umum dianggap sebagai pezinah.
Ketika Allah memberikan instruksi atau wahyu kepada orang Majus supaya tidak kembali kepada Herodes, ternyata direspons oleh mereka dengan pulang ke negerinya melalui jalan lain. Hal itu menunjukkan bahwa orang-orang Majus ini taat dan tunduk kepada perintah Allah. Sekalipun mereka bukan orang Yahudi (umat Allah), namun mereka justru memperlihatkan sikap yang taat kepada setiap petunjuk, instruksi dan wahyu yang diberikan Tuhan kepada mereka. Bahkan ketaatan orang Majus ini sudah diperlihatkan dalam ayat-ayat sebelumnya ketika mereka begitu antusias memperhatikan petunjuk bintang di langit dan mengikuti bintang itu hingga menemukan bayi Yesus. Tidak hanya itu, ketaatan orang Majus ini juga melahirkan penyembahan yang benar kepada sang Juruselamat. (bdk. ay. 2, 11).
Ungkapan "menyembah" dalam ayat 11 berasal dari kata "proskuneo" yang menyatakan makna "tersungkur di hadapan" atau "bersujud di hadapan." Artinya, ketika orang Majus menjumpai bayi Yesus, mereka sujud menyembah sebagai bentuk penghormatan kepada bayi Yesus. Karena pasti mereka tahu bahwa bayi ini bukanlah sosok yang biasa, melainkan sosok raja yang diurapi (Mesias). Orang-orang Majus tersebut sudah tahu bahwa orang-orang Yahudi sedang berada dalam penjajahan bangsa Romawi. Sehingga ketika mereka menyebut Yesus sebagai "raja orang Yahudi", sebenarnya mereka sedang memaksudkan bahwa Yesus adalah utusan yang diurapi (Mesias) yang akan mengepalai Israel. Ungkapan ini secara implisit menunjukkan bahwa Yesuslah yang akan membebaskan Israel. Tentu "membebaskan" di sini belum mereka pahami dalam arti "pembebasan secara rohani".