Tahun ini (2021) merupakan tahun yang istimewa karena peringatan hari kenaikan Yesus ke surga dilaksanakan bersamaan dengan hari raya Idul Fitri. Sesuatu yang jarang terjadi dan diibaratkan seperti oasis di tengah-tengah padang gurun. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa akhir-akhir ini, kerukunan beragama di Indonesia sedang diuji dengan beberapa peristiwa yang dapat menjadi pemantik terjadinya bentrokan antar-umat beragama.
Mulai dari penjelasan provokatif yang dikemukakan oleh Pastor Paul Zhang hingga ceramah dari beberapa ustad atau pencerama Muslim yang selalu menyinggung dan mengkritisi ajaran-ajaran penting dalam kekristenan. Tidak hanya itu, pemboman gereja Katedral di Makassar begitu melukai hati umat Kristen. Bahkan kabar duka terbaru datang dari Sulawesi Tengah tepatnya wilayah Poso, di mana empat jiwa melayang karena dibunuh secara sadis oleh kelompok yang disinyalir adalah kelompok MIT.
Namun di tengah-tengah dukacita yang dalam, kita diberikan pengharapan melalui peristiwa kenaikan Yesus ke Surga. Sekalipun demikian, ada saja kelompok skeptik yang meragukan peristiwa kenaikan Yesus ke surga. Kelompok ateis (1960-1970-an) mengolok-olok persitiwa itu dengan menyamakan Yesus terbang dengan menggunakan pesawat luar angkasa. Seorang teolog episkopal yang bernama John Shelby Spong juga menilai bahwa kenaikan Yesus ke surga bukan terjadi secara harfiah melainkan hanya sebuah simbolis.
Sekalipun demikian, pandangan sesat dan keliru seperti di atas harus ditolak karena bertolak belakang dengan ajaran dan kesaksian Alkitab. Pada Kisah Para Rasul 1:6-11, Lukas mengisahkan peristiwa itu dengan sangat gamblang. Hal itu menunjukkan bahwa tidak ada yang samar-samar dengan kisah itu. Sehingga dapat dipastikan apabila peristiwa itu bukan kisah nyata (fakta), maka pastilah Lukas yang bukan seorang murid inti (kedua belas rasul) tidak akan mencatatkan kisah itu dalam kitab yang ditulisnya.
Apakah Yesus naik dengan tubuh fisik?
Seringkali mahasiswa teologi menanyakan pertanyaan ini kepada saya ketika mengajar. Mereka selalu tidak yakin bahwa Yesus naik ke surga dengan tubuh fisik. Mengapa? Mungkin karena surga selalu diidentikkan dengan kehidupan rohaniah bukan jasmaniah.
Akan tetapi justru melalui peristiwa kenaikan Yesus ke surga membuka mata kita bahwa ternyata tubuh jasmani juga akan masuk surga. Justru itulah sebabnya, di masa depan kita akan dibangkitkan supaya baik tubuh maupun roh kita juga dapat menikmati persekutuan kekal dengan Allah di surga.
Yesus naik ke surga menggunakan tubuh kebangkitan-Nya. Karena Yesus bangkit dengan tubuh fisik, maka Dia pun naik ke surga dengan tubuh yang sama. Sebagai catatan, tubuh kebangkitan Yesus harus dipahami dalam dua sifat yaitu kontinuitas dengan tubuh-Nya sebelum kematian-Nya dan diskontinuitas dengan tubuh sebelum kematian-Nya.
Mengapa disebut kontinuitas? Oleh karena Yesus masih menggunakan tubuh yang sama sebelum kematian-Nya. Kemudian disebut diskontinuitas karena telah terjadi banyak perbedaan, misalnya: tubuhnya terasa berbeda karena setelah bangkit, Yesus dapat hadir dengan tiba-tiba dalam sebuah ruangan yang tertutup sekalipun. Kemudian, setiap luka bekas cambuk seolah-olah hilang, kecuali lobang paku dan bekas tombak pada perutnya. Dengan tubuh inilah Yesus terangkat ke surga.
Yesus naik ke surga dengan tubuh fisik menjadi sebuah acuan bagi setiap pengikut-Nya untuk memahami seperti apa nantinya kita akan masuk ke surga. Apakah dengan tubuh fisik? Kalau kita memahami pengajaran Alkitab dengan benar dan sekaligus melihat kepada peristiwa Yesus naik ke surga, maka setidaknya kita dapat diberikan konfirmasi bahwa kelak kita pun akan masuk ke dalam surga menggunakan tubuh jasmani, tepatnya tubuh kemuliaan. Tubuh yang juga bersifat kontinuitas dan diskontinuitas. Kontinuitas karena kita masih menggunakan tubuh yang sama, sedangkan diskontinuitas karena sekalipun tubuh yang sama namun telah dipermuliakan, telah tidak berdosa dan memiliki kualitas yang berbeda.
Melalui tulisan ini, saya mau mengajak semua umat Kristen untuk memperingati kenaikan Yesus ke surga dengan selalu melihat totalitas hidup kita, baik tubuh maupun roh sebagai sesuatu yang berharga bagi Tuhan. Sehingga harus dijaga supaya tetap mempermuliakan Tuhan dan tidak rusak karena kebodohan dan kejahatan yang kita lakukan. Pada saat yang sama kita juga patut mengasihi sesama kita dalam totalitas kehidupan mereka. Di mana kasih yang kita ekspresikan kepada mereka tidak hanya untuk memperhatikan tubuh fisiknya saja, namun juga rohnya supaya diselamatkan oleh Tuhan dengan memperkenalkan kasih Kristus kepada mereka. Sekalipun tubuh kita akan dianiaya, dibom, dan dibunuh secara sadis seperti keempat saudara kita di Poso, akan tetapi satu hal yang patut kita ingat bahwa kelak kita akan dibangkitan degan tubuh yang telah dimuliakan dalam kemahakuasaan Allah yang tak terselami oleh pikiran kita.