Lihat ke Halaman Asli

Adi SuhenraSigiro

Melayani Tuhan, Keluarga, Negara, Gereja, Sesama, serta Lingkungan merupakan panggilan sejak lahir

Kekuatan Perkataan

Diperbarui: 27 Juni 2022   09:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Oleh: Adi Suhenra Sigiro, M.Th


Tarutung, 27 Juni 2022.

Beberapa waktu kemudian berangkatlah Maria dan langsung berjalan ke pegunungan menuju sebuah kota di Yehuda. Di situ ia masuk ke rumah Zakharia dan memberi salam kepada Elisabet. Dan ketika Elisabet mendengar salam Maria, melonjaklah anak yang di dalam rahimnya dan Elisabet pun penuh dengan Roh Kudus,lalu berseru dengan suara nyaring: "Diberkatilah engkau di antara semua perempuan dan diberkatilah buah rahimmu.Siapakah aku ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi aku? Sebab sesungguhnya, ketika salammu sampai kepada telingaku, anak yang di dalam rahimku melonjak kegirangan. Dan berbahagialah ia, yang telah percaya, sebab apa yang dikatakan kepadanya dari Tuhan, akan terlaksana." (Lukas 1:39-45)

Sahabat Pembaca yang setia! Mulut adalah salah satu bagian dari panca indera yang Tuhan ciptakan bagi manusia. Tanpa mulut manusia tidak dapat berkata-kata dan berkomunikasi dengan manusia yang lainnya. Mulut diciptakan dengan ukuran yang agak kecil dan di dalamnya terdapat lidah yang bisa mengucapkan apapun yang kita mau. 

Pada dasarnya mulut terlihat agak kecil namun kata-kata atau kalimat yang keluar dari mulut kita memiliki kemampuan untuk membangun kehidupan kita sendiri, dan kehidupan orang lain. Perkataan yang keluar dari mulut  juga memiliki kemampuan untuk menghacurkan dan meruntuhkan kehidupan kita sendiri maupun kehidupan orang lain. Kehendak Tuhan bagi kita ialah kita mesti belajar mengontrol dan menggunakan kata-kata yang keluar dari mulut kita untuk memangun kehidupan orang lain.

Untuk itu kita mesti belajar kepada Maria ketika ia mengunjungi Elisabeth di daerah Yehuda. Saat ia  menjumpai Elisabet, ia mengucapkan kata "Salam" kepada Elisabet, kata yang memiliki makna "selamat, damai sejahtera".  

Kata yang keluar dari mulut Maria adalah kata-kata yang membangun, yang memberi semangat dan sukacita, serta berkat dan dampaknya bukan hanya kepada Elisabeth namun bayi yang dikandungnya, (anak tersebut bernama Yohanes yang kemudian membaptis Yesus: sekarang kita mengenal Yohanes pembaptis), turut merasakan dampak dari ucapan tersebut sehingga anak di dalam kandungan Elisabet tersebut melonjak kegirangan dan bersukacita. 

Betapa hebatnya kuasa perkataan yang keluar dari mulut Maria. Kita pun harus berani mengevaluasi perkataan yang keluar dari mulut kita. Apakah perkataan yang sesuai dengan firman Tuhan, yakni perkataan yang membangun, menginspirasi, memberi semangat, mendukung, menghibur orang lain atau justru kita selalu mengkritik, memfitnah, menghina, merendahkan, menjelek-jelekkan, mematahkan semangat, mencari-cari kesalahan orang lain? 

Jika perkataan kita masih perkataan yang menyakiti orang lain, yang merendahkan orang lain, maka kita mesti meninggalkannya karena hal tersebut berdampak buruk bagi kehidupan orang lain. Mulailah mengubah perkataan kita dengan mengucapkan kata-kata yang sesuai dengan firman Tuhan.

Untuk mewujudkannya maka kita harus memiliki persekutuan yang benar dengan Tuhan dalam doa dan pembacaan Alkitab.  Sama seperti Maria, dia bisa menyampaikan kata-kata iman yang memberi sukacita karena dia membangun hidupnya dalam persekutuan dengan Alllah (hal ini dapat kita lihat dari komunikasinya dengan Allah melalui malaikat yang diutus kepadanya, dimana dia menyambut firman yang disampaikan malaikat tersebut dan merindukan hanya kehendak Allah yang terjadi dalam hidupnya).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline