Lihat ke Halaman Asli

Adi Setiawan

Masih belajar

Bagi Sesama untuk Wonogiri

Diperbarui: 15 Oktober 2019   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Perjalan menuju Desa Sendangmulyo Kec. Tirtomoyo Kab. Wonogori pada hari Minggu 13 Oktober 2019 kami tempuh selama 2,5 jam. Kami berangkat dari mbentoyong sekitar jam 12.30. Mbentoyong merupakan kedai es buah yang ada di desa Pucangan, kartasura yang kami gunakan sebagai basecamp  komunitas Bagi Sesama. 

Jam keberangkatan kami molor karena sebelumnya direncanakan jam 10.00 WIB. Hal itu disebabkan karena kami kesulitan mencari mobil untuk transportasi perwakilan dari donatur dan tim Bagi Sesama. Ada 6 orang yang berangkat. Lima orang dari tim Bagi Sesama yang diwakili oleh mas Ajik, mas Boby, Saya, Erni dan mbak Astri sedangkan satu orang dari perwakilan donatur mbak Zulfa.

Kami  tiba di KUD (Koperasi Unit Desa) Ngudi luhur jam 15.30. Dimana tempat itu merupakan titik temu antara kami, pemasok air, dan seorang pemandu yang akan mengantarkan kami ke tempat penerima bantuan. Perjalanan menuju Kec. Tirtomoyo tak sesuai dengan apa yang aku kira. Karena sebelumnya teman-teman Bagi Sesama mengatakan bahwa jalan menuju Tirtomoyo lumayan berat karena tanjakannya yang ekstrim. 

Tapi setelah sampai di Tirtomoyo menurutku biasa saja. Entah karena memang mobil yang kami tumpangi nyaman atau apa. Setalah sampai di Tirtomoyo tepatnya di KUD Ngudi luhur kami tidak langsung menuju ke tempat penerima air. Tapi kami  menunggu mobil yang membawa air datang.  karna kami belum tahu letak penerima bantuan secara tepat, kami dijemput oleh seorang pemuda dari Desa Sendangmulyo. Namanya mas Udin dia masih pelajar SMA.

Saat mobil  pembawa air sampai di KUD kami sempat bingung karena sebelumnya Erni memesan air sebanyak 8000 liter yang akan dikirim hari ini dengan tangki air yang berkapasitas 4000 liter. Tapi yang datang ternyata sebuah truk yang membawa air kapasitas 2000 liter air. Tapi setelah dikonfirmasi dengan pemasok air ternyata memang benar itu milik kami. 

Akhirnya kami pun segera menuju tempat penerima bantuan air bersih bersama truk warna merah yang membawa air berkapasitas 2000 liter tersebut dengan dipandu oleh mas Udin. Dari KUD menuju tempat penerima bantuan air tidak terlalu jauh, dengan mengendarai mobil mungkin memakan waktu sekitar 5 sampai 10 menitan. Hanya saja jalan masuk ke tempat itu medannya naik turun. Tapi tidak terlalu berat juga karena jalannya sudah di cor.

Saat kami sampai di desa, kalau dilihat dari kasap mata, menurut saya sendiri desa tersebut tidak termasuk kategori desa yang minim ekonomi. Kenapa? Karena saya melihat rumah-rumah yang ada di sana mayoritas sudah tembok dan bagus-bagus. Selain itu, sepanjang saya melihat ada beberapa  penduduk desa yang sudah memiliki mobil. Karena hanya melihat sebatas mata memandang saja mungkin ada banyak yang belum saya ketahui. 

Menurut Udin di desa tersebut sebenarnya tersebut ada sumur, tetapi sejak musim kemarau tahun ini sumur-sumur mulai kering. Kalaupun ada airnya jumlahnya sangat sedikit hanya beberapa ember saja. "Nek sumur enten mas, tapi banyune metu sitik-sitik, paling cuman pirang ember tok"  kata dia.

Tak lama kemudian kami bersama truk yang membawa pasokan air tiba ditempat pembagian air yang pertama. Sebenarnya ada tiga tempat yang menjadi titik pembagian air, tapi karena saya lupa tidak menanyakan nama tempat atau RT berapa saja jadi cuma saya tulis tempat pertama, kedua, dan ketiga. Saat tau ada pasokan air yang datang, warga yang ada disekitar titik pembagian yang pertama pun mulai berdatangan. Ada yang membawa ember, derigent, bak bulat warna hitam yang agak besar, ada pula yang membawa galon.

Tempat wadah air pun mulai dijejerkan, paralon pun mulai dipasang dari tandon yang ada di atas truk untuk mengalirkan air ke wadah-wadah yang sudah disiapkan. Wadah air paling besar milik warga dijadikan tandon sementara kemudian dibagi-bagikan ke wadah  yang lain. "Di toto kene disek wae, mengko diiseni siji-siji, banyune dikekne kene(wadah drum plastik besar warna biru, kira-kira muat 150 atau 200 liter air) mengko diciduki" kata seorang warga menginstruksi. 

Pada awalnya saya dan teman-teman yang lain membantu memindahkan air dari wadah yang besar ke ember-ember yang yang lebih kecil. Tapi lama-kelamaan kami kualahan dan digantikan oleh salah seorang warga.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline