Lihat ke Halaman Asli

Adhy Nosho

Penulis

Kontroversi Kabinet Indonesia Maju

Diperbarui: 25 Oktober 2019   09:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber: liputan6.com

Susunan kabinet Indonesia Maju yang barusan dilantik Presiden kemarin, sepintas lalu terlihat aneh dan tidak biasa. Publik dibuat bertanya-tanya, apa sebenarnya yang diinginkan Jokowi ?

Beberapa jabatan menteri misalnya diisi orang yang sama sekali tidak qualified dibidangnya. Yang paling mencolok adalah dilantiknya Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta Fachrul Razi sebagai Menteri Agama.

Kontroversi pertama kita mulai dari pelantikan Nadiem Makarim sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Kita tahu bersama bahwa Kementerian ini merupakan salah satu kementerian terbesar. Memiliki struktur organisasi yang besar dan garis koordinasinya juga paling luas. 

Ratusan ribu lembaga pendidikan dan jutaan peserta didik berada dibawah tanggung jawab institusi ini. Selain itu, hampir semua permasalahan di negeri ini pasti berkaitan dengan mereka karena bicara pada tataran pengembangan sumber daya manusia pasti dimulai dari institusi ini.

Begitu besarnya tanggung jawab yang diemban kementerian ini, wajar saja jika publik dibuat bingung. Pertanyaan yang sering muncul "kenapa harus Pak Nadiem yang jadi Menterinya ?" Saking bingungnya, berkembang rumor di masyarakat jangan-jangan pengangkatan Pak Nadiem ini untuk "menggojek-kan" institusi yang besar ini dan luas koordinasinya.

Berlatar belakang pengusaha apa yang diinginkan Presiden dari Pak Nadiem. Apakah kampus-kampus dan lembaga pendidikan akan di kapitalisasi dan dikelola layaknya perusahaan ?

Selain itu, kementerian ini berisi orang-orang  cerdik pandai. Atau dapat dikatakan kementerian ini adalah "kandangnya" para profesor dan para doktor. 

Mungkinkah para doktor dan Professor dipimpin oleh anak muda yang hanya bergelar magister dan masih minim karya ilmiah ? Jangan sampai kebijakan Pak Nadiem ini kemudian "didikte" oleh bawahannya yang doktor dan Professor itu.

Mungkin saja alasan Presiden melantik Pak Nadiem dengan pertimbangan karena kementerian ini terlalu besar maka diperlukan orang "lincah" yang mengaturnya. 

Penguasaan teknologi dan informasi yang membuat pilihan harus jatuh kepada Pak Nadiem untuk mengurus ratusan ribu lembaga pendidikan dan jutaan peserta didik di Indonesia.

Kemudian, pilihan Presiden jatuh kepada Pak Nadiem lebih disebabkan karena Presiden lebih memilih seorang "eksekutor" ketimbang seorang "konseptor". Atau dalam bahasa yang sederhana, Presiden lebih menyukai seorang pekerja ketimbang seorang pemikir.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline