Lihat ke Halaman Asli

[Puisi] Jalan Sang Pujangga

Diperbarui: 3 Oktober 2016   17:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber ilustrasi: wikimedia.org

Dalam tiap jengkal, ingin rasanya kusetubuhi kalimat lembut yang keluar dari mulutmu, Tuan. Untaian kalimat yang bercucuran bak keringat para petani di desaku. namun sayang, tiap kali kuingin melakukan itu selalu saja kudapati kata menjelma asap yang terbuang seperti bayi-bayi hasil onani. 

Oh, inikah tanda kalau kalau Tuan belum tuntas mengeja silsilah matahari? Ataukah tanda bahwa Tuan ingin agar kita sama sama tenggelam dalam lantunan adzan para pendengki seperti Tuan?

: tidak, Tuan, aku tlah memilih jalanku sendiri.

Jauh sebelum tuan bertutur aku tlah menemukan cara menangkap sepi jua menajamkan pisau dapur yang mulai berkarat ini. Adalah rahim puisi yang tlah memberiku kabar Tuan, bahwa kelak tebasan pedang Tuan akan meninggalkan luka yang menganga di negeri ini. Air mata kaum nestapa akan menjelma sungai-sungai seperti diksi yang mengalir dalam sajak sajak Taufik Ismail dan Chairil Anwar. Dzikir dan nyanyian mereka pun pasti jua akan menemukan jalan menuju cahaya-Nya meski Tuan mengirim sunyi untuk menyembunyikannya.

Sungguh Tuan, seiring lengkingan pilu ribuan camar di langit langit tanah Papua, aku yakin Tuan akan melipat lidah persis saat kita bersua di persimpangan jalan menuju keadilan-Nya itu. Bukankah waktu jua yang akan membuatku mahir memainkan pisau ini Tuan?

- - - - - Negeri Para Daeng, Oktober 2016 - - - - -




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline