Uang mungkin merupakan kata yang favorite di setiap kamus kehidupan manusia. Demikianlah kita sangat bergantung dengan keberadaan uang. Bahkan, beberapa ahli ekonomi mengukur tingkat kesejahteraan dengan lembaran-lembaran yang nilai intrinsiknya tidak begitu jelas. Tingkat pendapatan, dan daya beli masyarakat merupakan indikator tingkat pertumbuhan ekonomi yang dijawantahkan dengan seberapa sering masyarakat mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tidak heran, pada umumnya masyarakat di suatu Negara hanya memburu lembaran-lembaran tersebut untuk memenuhi tuntutan hidup. Secara tidak langsung Negara juga ikut andil untuk membentuk paradigma bahwa ‘uang adalah segalanya’. Paradigma tersebut dapat memicu seseorang untuk berbuat apapun untuk mendapatkan uang. Baik secara legal maupun illegal. Sekali lagi, kita jangan pernah sekalipun mengutuk uang, sebab uang tidak bisa berbuat apa-apa. Uang adalah benda mati, yang hanya bisa “hidup” (berguna) bila uang sudah berada dalam “genggaman” manusia.
Diksi legal dan illegal mengindikaskan proses atau cara uang itu diperoleh. Uang yang diperoleh dengan cara illegal biasanya disebut dengan uang kotor/uang haram (dirty money). Uang kotor ini diperoleh seseorang dengan cara melawan hukum seperti mencuri, merampok, memproduksi dan menjual narkoba, menipu, korupsi, dan sebagainya. Agar supaya aparat penegak hukum tidak mencurigai uang kotor itu berasal dari hasil tindak pidana, maka salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pelakunya ialah melakukan praktik pencucian uang (Money Laundrying), misalnya dengan membeli saham atau properti, untuk membuat uang kotor itu nantinya menjadi seolah-olah bersumber dari suatu kegiatan usaha yang sah.
Bagi masyarakat awam laundrying berarti pencucuian. Sederhananya mencuci sesuatu yang kotor agar dapat dipergunakan kembali. Istilah money laundering pertama kali muncul sekitar tahun 1920-an semasa para mafia di Amerika Serikat mengakuisisi usaha mesin pencuci otomatis (Laundromats) setelah mereka mendapatkan uang dalam jumlah besar dari kegiatan illegal seperti pemerasan, prostitusi, perdagangan minuman keras dan narkoba. Oleh karena anggota mafia ketika itu diminta untuk menunjukkan sumber-sumber dananya yang sangat banyak tersebut, maka mereka melakukan praktik pencucia uang untuk mengaburkan asal-usulnya. Salah satu cara yang mereka lakukan adalah dengan membeli perusahaan yang sah (Laundromats), kemudian menggabungkan uang haram dengan uang yang diperoleh secara sah dari kegiatan usaha Laundromats. Alasan pemanfaatan usaha Laundromats tersebut adalah karena hasil dari tindak pidana yang mereka lakukan sejalan dengan hasil kegiatan usaha Laundromats yaitu berupa uang tunai (cash).
Pihak-pihak yang melakukan praktik pencucian uang akan dihadapkan dengan berbagai regulasi yang dikeluarkan pemerintah terkait pencegahan praktik pencucian uang, Namun, selalu saja ada celah untuk melakukannya. Berikut beberapa contoh metode praktik pencucian uang yang pada umumnya dilakukan.
- Buy and Sell. Praktik pencucian uang ini melalui transaksi jual beli barang atau jasa. Misalnya saja transaksi penjualan rumah (real estate) di mana pembeli akan membeli harga di atas harga jual yang sebenarnya dengan harapan akan memperoleh keuantungan dari proses transaksi tersebut, kemudian kelebihan harga tersebut dibayarkan dengan uang illegal dan dicuci dengan transaksi bisnis yang terjadi. Dengan demikian, asset yang diperolah dari transaksi tersebut dapat diubah bentuknya seolah-olah menjadi hasil yang legal melalui rekening pribadi atau perusahaan.
- Offshore Convertions. Di mana uang kotor ini diahlikan ke suatu wilayah atau Negara yang memiliki ketentuan pajak yang longgar dan peraturan perbankan yang cukup ketat mengenai kerahasiaan nasabah. Selain itu di wilayah ini, prosedur bisnis cukup mudah sehingga memungkinkan adanya perilindungan kerahasiaan terhadap transaksi-transaksi bisnis yang terjadi. Kerhasiaan ini lah yang memberikan ruang kepada ‘uang kotor’ bergerak secara leluasa agar mudah dikonversi menjadi sah secara transaksionl.
- Legitimate business conversion yang digunakan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan dana ilegal. Dana-dana hasil kejahatan dikonversikan melalui transfer, cek, atau instrumen pembayaran lainnya, yang kemudian disimpan di rekening bank, atau ditransfer kembali ke rekening bank lain. Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan menjalankan usaha atau bekerjasama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan tertentu sebagai tempat penampungan dana hasil kejahatan.
Dewasa ini, praktik pencucian uang bukan hanya sebatas pada kelompok-kelompok yang terorganisir. Praktik pencucian uang berpotensi dilakukan oleh individu, usaha kecil dan besar, pejabat yang korup, anggota kejahatan terorganisir (seperti pengedar narkoba atau mafia) atau sekte-sekte tertentu, dan bahkan negara korup atau institusi-institusi penting melalui jaringan yang sangat kompleks. Selain itu sarana untuk melakukan praktik pencucian uang semakian beragam dengan perkembangan teknologi melalui jaringan internet. Keberadaan e-commerce misalnya.Tantangan aparatus ideologi sebuah Negara semakin kompleks dengan berkembanganya metode praktik pencucian uang. Untuk itu, setiap negara harus memastikan bahwa institusi penegak hukum, regulator, dan system peradilan saling berkomunikasi, berbagi informasi penting, dan bekerja bersama-sama untuk memberantas praktik pencucian uang ini. Selain itu, aparatus Negara juga harus melibatkan para pemimpin bisnis di sektor swasta khususnya di bidang jasa keuangan untuk mendukung inisiatif pemerintah dalam upaya memerangi praktik pencucian uang dan kejahatan keuangan. Negara harus secara aktif berpartisipasi dalam forum internasional dan regional untuk meningkatkan pengetahuan dan kerjasama dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI