Lihat ke Halaman Asli

Hasil Kerjasama

Diperbarui: 24 Juni 2015   03:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Heyyy.... tunggu !!!”. Tiba-tiba seorang lelaki memanggil Lara untuk menghentikan langkahnya. Lalu Lara mencari asal suara yang ia kenal. Dan lelaki itu pun terhenti di hadapannya. Ternyata Joe. Ia adalah teman kuliah Lara. “Joe?” sapa Lara keheranan. “kamu mau pulang ya?” tanya Joe dengan suara terengah-engah karena kelelahan mengejar Lara. “ia, memangnya ada apa Joe?” tanya Lara kebingungan. “kapan kita mengejarkan tugas bu Dewi?”. “mm secepatnya”. “ya udah klo gitu besok kita kumpul di rumah Rani ya setelah pulang kuliah?”. “ok!” jawab Lara semangat. Mereka berjalan menuruni anak tangga menuju parkiran yang ada di kampus untuk bergegas pulang ke rumah dengan menggunakan maticnya masing-masing. Memang jarak rumah antara mereka berdua tidaklah jauh. Mereka pun memutuskan untuk pulang bersama-sama. Sesampainya di rumah Lara, Joe pun memanggil Lara. “Lara”. “ya ?” jawab Lara. “besok aku jemput ya? Kita berangkat kuliah bareng? Kamu mau khan?”. Dengan wajah bingungnya Lara menjawab pertanyaan Joe sambil tersenyum. “em ok klo gitu besok aku tunggu”. Joe pun senang dan melemparkan senyum ke Lara.

Hari esok pun tiba. Memang hari ini jam kuliah Lara di kampus tidaklah banyak. Hanya 4 jam dengan 2 mata pelajaran di kelasnya. Lara bergegas menyiapkan diri untuk berangkat ke kampusnya. Diluar Joe sudah menunggu Lara untuk berangkat bareng kekampus. Lara duduk dibelakang Joe. Selain rumah mereka berdekatan, mereka di kampus satu kelas juga. Secara bersama-sama mereka memasuki ruang kelas yang sudah ada beberapa mahasiswa yang siap menerima pelajaran dari dosen. Selama 4 jam Lara di kelas, akhirnya selesai juga pelajaran yang diajarkan oleh dosen yang mengajar di kelas Lara. Lara pun bergegas ke kantin untuk kumpul bersama teman-temannya untuk membicarakan tugas yang di berikan oleh dosen Ibu Dewi kemarin. “jadi gimana nih ra?” tanya Dian teman sekelas dan kelompok Lara. “ya udah kita ke rumah Rani sekarang, kita bahas tugas kita disana sambil santai-santai, gimana Ran? Kamu setuju khan klo kita bahas tugas ini di rumah kamu?” jawab Lara sambil meminta ijin ke Rani untuk membahas tugas dirumahnya. Rani pun menjawab dengan hati yang senang, “ok ra,yuk sekarang kita berangkat!”. Akhirnya mereka yang terdiri dari Joe, Dian, Doni, Lara dan Rani berangkat menuju rumah Rani. Sesampainya disana mereka beristirahat sebentar dan disediakan minum dan makanan kecil oleh sang tuan rumah. Tugas yang diberikan dosen mereka adalah mewawancarai seseorang ataupun keluarga yang berhubungan dengan sosialisasi masyarakat. Bagaimana mereka bersosialisasi dengan masyarakat lainnya dengan keadaan mereka masing-masing.

Pembahasan mengenai tersebut dibahas oleh kelompok Lara. Mereka mengeluarkan pendapat mereka masing-masing. Tempat yang seperti apa, keadaan yang seperti apa yang pantas untuk jadi bahan tugas mereka. Yups, salah satu tempat yang mereka tuju ada di daerah jakarta utara. Esok hari setelah pulang kuliah mereka membuat rencana untuk datang ke daerah sana. Mereka akan melakukan wawancara kepada warga yang tinggal di daerah sana. “oke besok setelah pulang kuliah kita kesana ya?” ajak Dian kepada teman-temannya. Esok hari yang ditunggu-tunggu oleh mereka untuk melakukan wawancara akhirnya tiba. Waktu demi waktu yang berjalan, tibalah mereka di lokasi yang tuju. Sebuah daerah yang dinilai kumuh menjadi sasaran mereka untuk melakukan wawancara. Sebelumnya mereka sudah search di internet untuk mencari lokasi yang tepat dijadikan bahan tugas mereka. Ya di sebuah perkampungan itulah mereka melakukan wawancara kepada salah satu keluarga. Mereka melihat seorang lelaki tua setengah baya sedang membereskan jualannya. Didaerah ini rata-rata mereka hidup dari hasil penjualan mereka. Seperti berjualan siomay, batagor, jualan aksesoris, baso, dan lain-lain. Ada yang berjualan dengan menggunakan gerobak, ada juga yang membuka warung sederhana didepan rumahnya, dan ada pula yang berjualan dengan pikulan. Lara dan teman-temannya melihat kondisi seperti itu sangatlah membuat hati mereka miris. Betapa tidak, tempat tinggal mereka ada di pinggir sungai yang kotor, banyak sampah yang mengambang di sungai. Belum lagi rumah mereka yang saling menempel. Bangunan-bangunan yang hanya terbuat dari papan triplek. Mereka terpaksa merasakan kehidupan yang serba kekurangan itu. Sungguh tragis kehidupan di Jakarta. Sebelum wawancara dimulai, mereka bernegosiasi dulu ke keluarga yang akan diwawancarai untuk mendapatkan ijin tentunya. “maaf permisi pak, kami dari Universitas Negeri, kami dapat tugas dari dosen kami untuk melakukan riset ke daerah-daerah yang berhubungan dengan sosialisasi kehidupan, sebelumnya kami minta ijin kepada bapak untuk mewawancarai bapak? Bagaimana pak? Apakah bapak bersedia?” ujar doni. “oh ya boleh, silahkan masuk” jawab seorang bapak setengah baya dengan senyum yang ramah. Mereka masuk ke ruangan yang sangat sempit, berantakan, dan kurang terpeliharanya rumah tersebut. Tapi apalah daya, itu yang mereka punya. Mereka dipersilahkan duduk oleh tuan rumah dan dihidangkan air putih di gelas. “duh jangan repot-repot bu” cetus Lara. “ah tidak apa-apa, maaf hanya ini yang kami punya” jawab ibu sembari senyum. Wawancara pun dimulai. Secara bergantian mereka memberikan pertanyaan kepada Beliau. Tugas Doni adalah merekam suasana tersebut, Dian dan Rani mencatat setiap perkataan yang dilontarkan oleh beliau, sedangkan Joe dan Lara mewawancarai beliau. Percakapan diantara mereka pun dimulai. Joe memulai pertanyaan pertama untuk beliau. “maaf bolehkah Bapak memperkenalkan diri dan keluarga anda ?”. “oh ya, nama saya Sukardi, ini istri saya Fatimah. Saya mempunyai 3 orang anak. 2 laki-laki dan 1 perempuan yang masih berumur 3 tahun. Sehari-hari saya bekerja sebagai penjual baso keliling dengan gerobak. Istri saya mengurus anak-anak saya di rumah dan membuat adonan baso untuk saya jual” beliau menjelaskan. “sudah berapa lama Bapak tinggal disini?” Lara melanjutkan pertanyaan Joe. “saya tinggal disini sudah sekitar 50 tahunan lebih dan saya asli sini” jawabnya sambil tersenyum. “oh lalu sudah berapa lamakah Bapak berjualan baso keliling ini?”. “saya berjualan baso sudah kurang lebih 5 tahun. Sebelumnya saya berjualan gorengan keliling juga menggunakan gerobak”. Dengan sedikit hati-hati Joe menanyakan tentang pendapatan yang beliau dapatkan selama berdagang baso tersebut. “emm maaf Pak, kalau boleh kami tahu berapa pendapatan Bapak dari hasil penjualan baso tersebut?”. “tidak tentu, terkadang sehari saya bisa menghabiskan 20 mangkok, yah tergantung ramainya pembeli. Dalam sehari itu saya bisa mendapatkan kurang lebih Rp 100.000 perhari. Tapi kalau lagi ramai bisa lebih dari itu. Yah, cukuplah buat kebutuhan kami sehari-hari dan sekolah anak-anak”. Selagi wawancara sedang di lakukan, istri dari beliau menyiapkan semangkuk baso untuk mereka Lara dan teman-temannya. “silahkan dicicipi, ini baso buatan kami sendiri, silahkan jangan malu-malu” sapa istri beliau yang menawarkan baso buatannya sendiri yang sangat enak itu sambil tersenyum. Mereka mencicipi baso tersebut dengan malu-malu. Ketika mereka mencicipi baso tersebut, tiba-tiba ada suara yang mengagetkan mereka. “em kayanya saya harus nambah semangkuk lagi nih bu!” canda Doni. “hush... apa-apaan sih kamu ini Don”, cetus Dian. “dibungkus bisa kali bu!”. “hemm... dasar jelek, u juga mau nambah khan ? pake negur w segala lagi lu! Huuu...!!” bales Doni. Dian hanya meringis malu-malu ke Doni. Semua tertawa melihat tingkah laku Doni dan Dian.

Rasa baso yang enak itu dilahap habis tanpa tersisa oleh mereka. Wawancara pun dimulai kembali. Tiba-tiba seorang laki-laki keluar dari kamarnya sambil memegang mainan mobil-mobilannya. “maaf pak, ini anak Bapak yang ke berapa?” tanya Joe sambil menunjuk seorang laki-laki sedang duduk bersandar di dinding. Laki-laki itu terlihat sedang memandang mainan mobil-mobilannya. “itu anak saya yang pertama, ia memang seperti itu tingkah lakunya, harap maklum” jawab beliau. Laki-laki itu mempunyai keadaan yang tidak normal. Ia adalah seorang anak keterbelakangan mental. Sungguh membuat sedih hati mereka. “ya tidak apa-apa pak, kami maklumi dengan kondisi keluarga Bapak” jawab Joe. “bagaimana cara bersosialisasi Bapak dengan warga sekitar? Padahal mereka juga ada yang berjualan sama seperti Bapak ? apakah ada yang sirik atau lain sebagainya sampai membuat hati Bapak kecewa atau marah ?”. “oh tidak, mereka mengerti dengan kondisi mereka masing-masing. Tidak ada yang saling mencaci maki karna jualan kita sama ataupun sirik dengan hasil penjualan kita. Rejeki sudah ada yang mengatur. Jadi tidak ada yang sirik atau sebagainya” jelas beliau. Mereka menganggukan kepalanya pertanda bahwa mereka mengerti apa yang dijelaskan oleh beliau. Sungguh prihatin melihat kondisi keluarga beliau. Mereka tetap tersenyum dengan kondisi yang seperti itu.

Melihat anak pertama beliau, kami tidak habis pikir. Bagaimana mereka memperlakukan anak pertama mereka yang terkadang teriak-teriak tidak jelas?. Bagaimana caranya agar anak pertama mereka mengerti dengan keadaan dirinya?. “ia suka membantu ibunya membuat baso. Ia anak yang rajin diantara adik-adiknya. Suka memberi makanan kepada temannya yang ia beli” ucap beliau. Sontak mereka kaget dan kagum kepada anak pertama beliau yang bernama Anto itu. Mereka tak menyangka dengan kondisi yang tidak normal dari anak-anak yang lainnya, ia amat rajin membantu kedua orang tuanya. Seakan ia mengerti dengan keadaan keluarganya dan keadaan dirinya sendiri.

Wawancara pun usai. Esok harinya dikampus kelompok yang diketuai oleh Joe berkumpul di taman dekat kampus. Mereka membicarakan hasil tugas wawancara kemarin. Tugas menyusun, mengedit, dan lain-lain diberikan oleh Joe kepada anggota kelompoknya. Selang waktu berlalu. Semua tugas yang diberikan oleh dosen mereka akhirnya selesai juga. Dan hari kamis adalah dimana mereka siap untuk mempresentasikan hasil risetnya di kelas dan kepada dosen mereka yang memberikan tugas tersebut. Joe ketua kelompok tersebut dan ia mempresentasikan hasil karyanya di hadapan beberapa teman-teman mahasiswa lainnya di kelas sambil menunjukan video, dan gambar hasil riset mereka. Pertanyaan yang datang dari teman-temannya di jawab sempurna oleh kelompok Joe tersebut. Tepuk tangan terjadi ketika mereka selesai mempresentasikan hasil karya mereka. Kerja sama yang baik akan membuahkan hasil yang baik pula.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline