[@AdhityaTri20] Hal apapun itu, kalau berlebihan akan tidak baik jadinya. Terlalu lama hal itu menjadi suatu hal yang berlebihan akan mendatangkan kebosanan yang luar biasa. Entah saya yang sok bijak seperti Mario Teguh atau memang kalimat itu sudah menjadi trending topic di twitter.
Kalimat di atas berlaku juga di dunia sepakbola, terutama sepakbola industri di jaman yang serba maju saat ini. Saya tidak heran, mengapa orang-orang pecinta sepakbola di jagat raya ini lebih suka menonton liga inggris daripada liga-liga eropa yang lainnya. Bukan berarti dari situ kita dapat menasbihkan bahwa liga inggris yang terbaik di dunia dan bukan juga kita dapat mengatakan bahwa liga-liga yang lainnya adalah liga yang jelek, tapi memang begitulah adanya. Kita ambil satu contoh saja dalam satu pertandingan. Ada derby london antara Arsenal vs Tottenham dan juga di liga lain ada derby antara Barcelona vs Espanyol. Lebih memilih untuk menonton yang manakah anda? Saya rasa tak perlu anda jawab.
Memang begitulah saat ini yang berlaku, mungkin juga sejak dulu. Kita tentu masih ingat bagaimana Belanda dengan Total Football-nya kalah di Final oleh Jerman Barat pada saat itu. Tapi mengapa Belanda tetaplah mendapatkan sanjungan setinggi langit layaknya Pangeran yang mendapatkan sebuah mahkota di kerajaan orang. Sangat mengagumkan memang. Pada dasarnya, pecinta sepakbola dimana pun berada akan lebih tertarik dengan sepakbola yang enak di tonton, sepakbola yang tidak membuat mengantuk.
Kita mulai dari Barcelona. Dengan tiki taka yang di peragakan sejak kerajaan Pep mulai menguasai. Memang pada awalnya semua orang seolah terperangah dengan penampilan gila-gilaan Barca pada saat itu. Bagaimana tidak terperangah? Anda bisa melihat betapa murungnya seorang Sir Alex Ferguson yang kalah telak di final liga champions malam itu di Kota Roma. Kita juga bisa melihat bahwa pertandingan itu (mungkin) yang menyebabkan seorang CR7 akhirnya lebih memilih pergi terbang ke Spanyol untuk masuk ke rumah para pasukan Galacticos. Ya, saat itulah awal dimana Barcelona menjadi digdaya menjadi seorang raja bukan sekedar di Eropa semata, tapi dunia. Hampir semua piala di lalap habis oleh Barcelona-nya seorang Pep saat itu. Yang pada akhirnya, kejayaan tetaplah kejayaan. Tapi kejayaan yang terlalu mapan dan bertahan lama sekalipun itu tidak akan memberikan dampak positif. Sangat wajar ketika Inter Milan begitu bersorak-sorak ketika dapat menyingkirkan Barcelona di Semifinal saat itu. Mengalahkan seorang raja mengalahkan seorang yang begitu besar siapa yang tidak senang, tak terkecuali juga adalah Inter Milan saat itu. Setahun berselang, juru taktik yang mengalahkan Barcelona saat itu pindah menyusul CR7 ke Real Madrid. Lalu apa yang terjadi? Dalam 2 tahun saja Barcelona di buat oleh Mou tidak nyaman. Dari sinilah Pep mulai mengerti bahwa Barcelona memang sudah membosankan, sudah membuat penonton sejagat raya ini mengantuk melihan permainan Barcelona. Jadi ya wajar-wajar saja, ketika Pep pergi dari Barcelona sekalipun tidak ada yang protes. Sangat wajar. Bukan berarti Pep tak lagi mampu mengahadapi Mou dengan mulut besarnya, tapi memang sudah saatnya Pep pergi dengan segala kebosanan yang dia alami dan suportes alami sekali pun.
Pergi dari Barcelona, Pep tidak gegabah dalam mengambil keputusan untuk membuat kerajaan baru. Entah apa yang ada di fikiran seorang Pep tapi saya mengerti, Pep bukanlah pengecut, dia hanyalah ingin berdiam sejenak sembari menunggu waktu yang tepat untuk berkuasa kembali. Tidak lama waktu yang dibutuhkan Pep untuk berfikir ketika itu, sebelum Bayern Muenchen pergi ke Wembley malam itu Pep memutuskan untuk melatih Bayern di Tahun 2013. Pep datang dengan membawa segudang misi dan segudang ambisi pastinya. Bukan itu saja, Pep datang dengan segudang beban besar. Bagaiman bukan beban besar? Klub yang dilatih bukanlah klub sembarang. Klub yang dilatihnya adalah penguasa negaranya Hittler, klub dengan 3 piala dalam 1 musim. Luar biasa? Pasti!
Datanglah musim 2014/2014, Pep mulai petualangan dengan sangat baik bahkan hampir sempurna mungkin. Dengan taktik dan gaya tiki takanya, Bayern di buatkan klub dengan gaya paling menakutkan di dunia. Ada Robben, ada Ribery, ada Mandzukic, dan pastinya ada tembok berlin yang bernama Neuer. Apa hasilnya? 27 pertandingan Bundesliga tak terkalahkan dan sudah mengunci gelar juara. Luar biasa? Pastinya. Mengagumkan? Pastinya. Tapi ada satu hal yang dilupakan mungkin, adalah kebosanan. Apakah anda tidak mengantuk bila melihat permain Bayern saat ini? Mungkin, kalimat yang akan keluar sebelum melihat Bayern kick off adalah "ah sudah pasti menang buat apa di lihat". Bukan karena tidak cinta pada sepakbola, tapi memang sangat membosankan.
Itulah Pep, dari Spanyol tempatnya besar menjadi pemain, hingga menjadi pelatih dan membangun segala kekuatannya untuk menguasai dunia. Sekarang, dirinya membangun kerajaan itu di tanah Hittler itu. Jangan munafik, itulah kenyataan yang ada saat ini. Jangan heran bila saat ini liga inggris, liga italia, dan liga spanyol lebih menarik untuk di tonton ketimbang liga jerman. Memang pada dasarnya sepakbola bukan hanya urusan gol dan gol semata. Dan, memang pada dasarnya juga, sepakbola bukanlah hanya urusan menang dan kalah semata.
Jangan heran apabila musim depan Dortmund akan melupakan namanya hemat uang dan jangan heran kalau orang akan lebih senang Bayern kalah daripada menang. Memang begitulah sepakbola.
Adhitya Tri A.
27 Maret 2013
JEMBER
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H