Lihat ke Halaman Asli

Adhif Mambaul Ilmi

Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, NIM 23107030122

Kanjuruhan Belum Selesai!

Diperbarui: 28 Mei 2024   15:43

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Tragedi Kanjuruhan, sebuah nama yang terpatri dalam memori masyarakat Indonesia sebagai salah satu momen pahit dalam sejarah sepak bola tanah air. Kejadian pada 1 Oktober 2022 itu membawa duka mendalam, merenggut nyawa 135 jiwa dan menyisakan luka yang sulit sembuh. Namun, lebih dari dua tahun setelah tragedi itu, keadilan masih terasa samar, terhempas oleh dinamika dan kepentingan yang meluas.

Tragedi Kanjuruhan tidak hanya meninggalkan jejak kesedihan bagi keluarga korban, tetapi juga menciptakan dampak yang mendalam dalam kesadaran kolektif bangsa. Masyarakat Indonesia terus mengenang insiden tersebut sebagai pengingat akan kerapuhan kehidupan manusia dan kompleksitas tantangan yang dihadapi dalam mencapai keadilan. Tragedi ini memicu diskusi luas tentang perlunya perubahan dalam sistem keamanan stadion dan penegakan hukum, serta menyoroti kurangnya kesiapan dalam menghadapi situasi darurat di masa depan.

Para korban, keluarga mereka, dan komunitas sepak bola Indonesia memperjuangkan keadilan, tetapi proses hukum yang dijalankan menimbulkan lebih banyak pertanyaan daripada jawaban. Mulai dari rekonstruksi yang tidak sesuai tempat kejadian, hingga hasil otopsi dan persidangan yang mengecewakan.

Upaya-upaya untuk mencari keadilan tidak hanya terbatas pada ruang pengadilan, tetapi juga melibatkan advokasi publik dan tuntutan perubahan struktural dalam sistem hukum. Keluarga korban dan aktivis hak asasi manusia terus menekan pemerintah untuk melakukan penyelidikan menyeluruh dan adil, serta mengadakan pertanggungjawaban bagi mereka yang bertanggung jawab atas tragedi ini. Namun, ketidakpastian terus menghantui mereka karena proses hukum terkadang terlihat terpengaruh oleh kepentingan politik dan kekuasaan yang lebih besar.

Ketika proses hukum mengarah pada tuduhan bahwa angin lah yang menjadi penyebab tragedi, banyak yang merasa kecewa. Pengadilan tampaknya mengabaikan temuan bahwa gas air mata yang digunakan bisa menjadi mematikan jika kadaluarsa. Ini menimbulkan keraguan akan kualitas penegakan hukum dan keadilan di negara ini.

Ketidakpercayaan terhadap proses hukum yang berlarut-larut memunculkan pertanyaan mendasar tentang independensi sistem peradilan. Masyarakat mengkritik penanganan kasus oleh aparat penegak hukum dan menuntut reformasi yang mendalam dalam struktur hukum dan penegakan hukum. Ketika kebenaran tentang penyebab sebenarnya tragedi masih samar, rasa frustrasi dan ketidakpuasan terus tumbuh di kalangan masyarakat.

Banyak kalangan menyoroti minimnya pertanggungjawaban dalam penanganan tragedi Kanjuruhan. Lebih dari 700 kasus kekerasan oleh aparat kepolisian, dengan lebih dari 1000 orang terluka dan 80 meninggal, namun hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan tidaklah tegas. Institusi kepolisian sepertinya terlindungi, bahkan dengan anggaran yang besar.

Ketidakmampuan sistem hukum untuk memberikan keadilan yang memadai bagi korban dan keluarga mereka mencerminkan kegagalan dalam perlindungan hak asasi manusia. Perlunya akuntabilitas yang lebih besar dalam penanganan kasus-kasus kekerasan oleh aparat penegak hukum menjadi sorotan utama dalam panggilan untuk reformasi lembaga kepolisian dan perbaikan dalam mekanisme pengawasan. Kepercayaan masyarakat terhadap otoritas kepolisian telah terkikis, dan untuk memulihkannya, tindakan tegas dan transparan diperlukan.

Munculnya ruang impunitas dalam penegakan hukum menggambarkan kelemahan sistem pengawasan dan pertanggungjawaban di institusi kepolisian. Proses internal yang menangani kasus-kasus yang melibatkan anggota kepolisian, sering kali dianggap bias dan tidak adil.

Fenomena impunitas memunculkan ketidakpercayaan yang mendalam terhadap sistem peradilan dan keamanan publik secara keseluruhan. Ketika para pelaku kekerasan atau penyalahgunaan kekuasaan dibiarkan bebas tanpa pertanggungjawaban yang memadai, hal ini tidak hanya merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi kepolisian, tetapi juga menimbulkan keraguan akan kemampuan negara untuk memberikan perlindungan yang layak bagi warganya. Dalam menghadapi tantangan ini, penting bagi pemerintah untuk bertindak secara tegas untuk memperbaiki sistem pengawasan dan memastikan bahwa setiap pelanggaran hak asasi manusia diinvestigasi secara menyeluruh dan adil.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline