Lihat ke Halaman Asli

Adhe Junaedi Sholat

Memahamimu. Memahamiku

Hari Pers Nasional dan Saya Masih Cinta Koran

Diperbarui: 9 Februari 2022   20:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di satu festival di SMA Negeri 1 Mamuju, 2012

Bermula pertengahan 2013 silam, di Makassar. Saya mulai sering membeli koran (surat kabar) di langganan saya. Namanya, Sudarno.

Tapi, sebenarnya kenal (lihat) koran sejak masih kecil. Meskipun lupa tahunnya, koran pertama yang saya lihat adalah ketika dibawa ibu ke salah satu lapak koran di Jl Emmy Saelan, Mamuju.

Memang, dulu sering bersama ibu ke lapak itu. Meskipun tidak beli koran. Karena selain koran, lapak itu juga menjual buku lain. Ibu beli buku resep makanan dan teka teki silang, saya dibelikan Majalah Bobo.

Bertahun-tahun kemudian, ketika SD (sepertinya 2005), saya semakin dekat dengan koran. Rumah tempat saya mengetik tulisan ini, dulunya langganan koran.

Nama korannya Radar Sulbar. Setiap hari setiap pagi diantar oleh anak muda yang tidak terlalu tampan. Namun, punya etos kerja cukup baik. Korannya kadang dikasih langsung, kadang pula cuma diletakkan di meja teras.

Koran diantarnya menggunakan sepeda motor, Honda Supra X. Sepeda motor itulah yang kemudian juga ia pakai untuk menjemput dan mengantar penumpang, ngojek.

Saat selesai mengantar koran ke rumah-rumah dan kantor-kantor, ia beralih jadi tukang ojek pangkalan. Pekerjaan yang menyenangkan bagi dia yang hobi naik sepeda motor.

Di situlah, lebih kurangnya saya mulai mengenal koran. Meskipun tidak lantaran ikut membacanya. Mulai coba membaca ketika kelas XII SMA. Bukan koran. Tapi buku cerita. Meskipun tidak selalu dibaca habis.

Buku pertama yang habis saya baca adalah Bumi Manusia, karya Pramoedya. Buku itu saya dapatkan ketika masih mahasiswa baru di UIN Makassar. Dari buku itu kemudian saya diajak kembali mengenal koran lebih jauh. Mengenal sejarahnya, masih Hindia Belanda atau mungkin jauh sebelum itu, koran digambarkan secara gamblang. Jelas dan sangat mudah saya pahami. Tidak berbelit-belit.

Tidak hanya cukup mengenal koran. Saya kemudian mengenal sejarah hidup Tirto Adhi Soerjo. Meskipun tidak sepopuler para tokoh sejarah pergerakan nasional lainnya seperti H.O.S. Tjokroaminoto, Tjipto Mangoenkoesoemo, Ki Hadjar Dewantara, maupun Soekarno atau Mohammad Hatta. Andil Tirto Adhi Soerjo teramat besar sebagai orang yang mulai menentang penindasan. Caranya tentu apik. Elegan dan modern.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline