Lihat ke Halaman Asli

Adhe Ismail Ananda

Mahasiswa Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Disparitas Perangkat Desa dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 dan Hukum Islam

Diperbarui: 25 April 2019   15:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

DISPARITAS PERANGKAT DESA DALAM PERPEKTIF UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG DESA DAN HUKUM ISLAM

Undang-undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun1945, telah menjamin dan mengakui kesatuan masyarakat hukum adat atau Desa yang dijelaskan dalam ketentuan Pasal 18 B ayat (2), bahwa Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.  

Inilah kemudian yang menjadi landasan yuridis dalam konstitusi mengenai Desa. Desa telah dijamin keberadaannya oleh negara dan diakui sebagai komponen dala sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki otonomi asli desa. Desa menjadi bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam struktur ketatanegaraan Indonsia, karena pada hakikatnya tidak akan ada suatu negara tanpa memiliki bagian-bagian terkecil yang dalam konteks negara Indonesia disebut dengan desa.

Desa adalah   Desa   dan   Desa   adat   atau   yang  disebut   dengan   nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.  

Lahirnya Undang-undang nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa ini memberikan dampak dan konsekuensi kepada desa itu sendiri untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya atau dikenal dengan otonomi desa, oleh karena itu dibutuhkan Pemerintah Desa yang profesional, efesien, dan efektif, dan terbuka serta bertanggung jawab.

Pemerintahan Desa diselenggarakan oleh Pemrintah desa yang terdiri atas Kepala Desa atau yang disebut dengan nama lain dan dibantu oleh Perangkat Desa atau yang disebut dengan nama lain.

Perangkat Desa diangkat dari warga desa itu sendiri yang dianggap mampu dan memenuhi persyaratan. Karena tugas Pemerintah Desa yang bisa dikatakan cukup berat, maka perangkat desa harus memiliki kemampuan yang memadai untuk membantu Kepala Desa dalam menjalankan tugas pemerintahan.

Dilihat dari Perspektif Hukum Islam tentang konsep pengangkatan pemimpin dan perangkat desa yang membantu dalam proses kepemimpinan tersebut, ada yang dikenal dengan istilah kata Wazir. Dalam bahasa Arab, Wazir identik dan cenderung sama dengan menteri yang mengepalai sebuah departemen pemerintahan.  Wazir adalah seorang Pembantu Kepala Negara (Raja/Khalifah) dalam menjalankan tugas dan kewajibannya. Karena seorang Kepala Negara dianggap tidak akan mampu menangani seluruh penyelenggaraan dan permasalahan politik serta pemerintahan tanpa adanya orang-orang terpercaya dan ahli di bidangnya masing-masing. Oleh karena itu, seorang Kepala Negara membutuhakan bantuan tenaga dan pikiran Wazir, sehingga persoalan-persoalan yang berkaitan dengan penyelenggaraan negara dan system pemerintahan yang berat tersebut dapat dilimpahkan kewenangannya kepada Wazir. Dengan kata lain, Wazir merupakan tangan kanan Kepala Negara untuk mengurus penyelenggaraan pemerintahan .

Dalam sejarah perkembangan Islam, pengertian Wazir sebagai pembantu dapat dilihat dari peran yang dimainkan oleh Abu Bakar dalam membantu tugas-tugas kerasulan dan kenegaraan Nabi Muhammad SAW. Abu Bakar memainkan peran penting sebagai partner setia Nabi Muhammad SAW. Diantara yang tercatat dalam sejarah adalah kesetiannya menemani Nabi Muhamad SAW hijrah dari Mekah ke Madinah, Abu Bakar juga disamping tentunya sahabat-sahabat lainnya sering dijadikan sebagai teman dalam musyawarah memutuskan berbagai persoalan umat.  

Pandangan Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa

Perangkat Desa diatur dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pada pasal 48-53 dan diatur juga dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang- undang Nomor 6 tahun 2014 Tentang Desa. Kemudian secara spesifik diatur dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 83 Tahun 2015 sebagaimana telah diubah dalam Peraturan Mentri Dalam Negeri Nomor 67 Tahun 2017 Tentang Perubahan atas Permendagri Nomor 83 Tahun 2015 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Perangkat Desa.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline