Lihat ke Halaman Asli

Adhe Unyu

Ibu rumah tangga

Orang Tua, Adalah 'Mesin' Pencetak Generasi Masa Depan

Diperbarui: 31 Januari 2017   13:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Love is in the air www.shutterstock.com

Tak bisa mengelak dari keadaan, kita semua (terutama warga Jakarta) memang sedang berada dalam masa menuju pemilihan kepala daerah (PILKADA). 15 Pebruari yang akan datang adalah masa pencoblosan, tetapi gaungnya sudah dari pertengahan tahun lalu begitu gemuruh, rame banget persis pasar malam dekat rumah saya.

Lapak-lapak berbagai media sosial pun tak kalah gegap gempita, setiap hari, setiap jam, setiap menit, bahkan setiap detik orang melulu berbicara soal PILKADA, menyebarkan tautan berita ‘jagoan’ masing-masing, saling ejek, saling hina, saling ribut, berisik banget, gaduh. Setiap buka media sosial pribadi pun rasanya saya jengah, kok yaaaaaa itu lagi…itu lagi. Tak jenuhkah? Pasti…

Rerata orang-orang yang aktif berbicara di lini media sosial pribadi saya adalah para orangtua, entah orangtua muda ataupun memang sudah tua beneran hihi, sangat fokus sekali saya lihat dalam memberikan perhatian kepada para calon pasangan pemimpinnya kelak. Slogan-slogan ‘Jarimu Harimaumu’ tak mempan, peringatan mengenai ‘Jangan menjadi bagian dari One Click Killer’ juga tak membuat gentar. Ujaran kebencian seperti menjadi menu sehari-hari, lupakah anda semua para orangtua bahwa anak-anak kita menyaksikan sikap kita? Biasa sajakah anda bila saja anak-anak kita membaca timeline media sosial kita yang bersikap buruk dengan pandangan negatif? Seperti kata pepatah ‘buah jatuh tak jauh dari pohonnya’. Bagaimana mungkin kita semua para orangtua mengharapkan anak-anak kita kelak mempunyai pribadi luhur, dengan perilaku ahlak mulia dan bermoral baik jika hal-hal seperti diatas adalah yang kita lakukan sehari-hari.

Anak-anak menjadi pribadi yang lain di Media Sosial

Anak-anak baru tumbuh gede ( ABG ), remaja-remaja yang baru mengenal dunia yang mereka pikir hidup adalah dunia maya kini memiliki idola baru, kiblat baru dalam sebuah penokohan. Siapa yang tak mengenal awkarin, gadis yang belum lama lulus sebuah sekolah menegah atas dengan nilai tertinggi, kemudian Samuel Alexander Pieter atau lebih dikenal dengan Young Lex, Rapper yang dianggap kontroversial kini menjadi trendsetter anak muda kekinian, apa pasal? Karena mereka menganggap awkarin adalah Gue, Young Lex keren karena bebas dan berani mengeluarkan pendapat apa saja, positif dan negatif di tabrak habis, dialah orang asyik di mata anak muda.

Jangan salahkan bila nanti banyak muncul 'reinkarnasi' idola-idola yang salah pada anak kita bila para orangtua terus saja berkutat menebar ujaran kebencian politik praktis pada media sosial pribadi. Apa yang dilakukan anda para orangtua juga dilakukan anak-anak kita pada media sosial pribadi mereka. Anda tentu tidak menyangka, karena di pikiran kita para orangtua mereka adalah anak-anak yang manis, penurut, baik dan sopan. Tapi jeng..jeng bila mereka di hadapkan pada dunia maya akan berubah 180 derajat ( karena saya berkutat dalam dunia game sehingga banyak juga anak-anak sekolah SD, SMP dan SMA menjadi teman saya, minta ampun bila membaca status mereka, belum lagi photo-photo yang diunggah duhhh miris ).

Andalah mesin pecetaknya, generasi masa depan nasibnya juga sedikit banyak menjadi tanggung jawab para orangtua. Jika kita ingin melahirkan generasi yang baik maka sejatinya bersikap baik jugalah, bukan bermaksud menggurui, tapi percayalah ketika satu jari kita menunjuk orang lain maka akan ada empat jari yang sedang mengarah ke kita, bersiaplah untuk itu. Fokus saja mendidik putra dan putri kita menuju pintu gerbang kesuksesan karena mereka akan mengarungi lautan samudera yang luas…, Mari didik mereka bersama menjadi anak-anak yang sehat jiwa dan raga, mampu menghormati perbedaan, berprestasi dalam bidang yang mereka geluti dan sukai, dibanding ngurusin PILKADA yang pasti akan berlalu.

Ajari mereka untuk melompat lebih tinggi (dokpri)

Memilih atau memuja para calon pemimpin adalah hal wajar dan biasa saja, tak ada yang salah dengan itu, partisipasi dari warga akan menjadi tolak ukur nasib kita lima tahun ke depan, sayapun sudah mengantongi satu nama pilihan. Saya hanya memilih berdasarkan program kerjanya, karena ada tiga calon pasangan di Jakarta, tentu juga tak semuanya saya sukai, karena saya tidak mengenalnya secara pribadi tentu tak ada alasan bagi saya untuk membencinya. Bagaimana juga bila saya menulis ujaran kebencian dengan kata-kata kasar dan di akhir tulisan tiba-tiba saya dipanggil oleh sang Pencipta untuk menghadapNya, maka kelar lah hidup saya, tak ada waktu lagi untuk bertobat bahkan meminta maaf. Ngeri…Ngeri Sedap Toh.

Salam Damai…(Peace, Love & Respect)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline