Lihat ke Halaman Asli

Coblos Yuuk...

Diperbarui: 23 Juni 2015   23:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagai bentuk kepedulian pada negeri ini, walau tak berarti banyak, aku memutuskan tidak Golput pada PilLeg 2014, notes ku kali ini mewakili apa yang kurasa dan alami hari ini, mungkin pengalamanku tidak jauh berbeda dengan yang teman-teman alami, semoga satu suara yang kita berikan, bisa memberi perubahan ke arah yang lebih baik. Hari ini suasananya berasa seperti hari Raya, jalanan terlihat lengan, kendaraan maupun orang yang lalu lalang dijalan tidak terlihat sibuk seperti hari-hari biasa. Aku sudah bangun sejak pagi dan mempersiapkan diri untuk datang di awal waktu, biar cepat menuntaskan hak dan kewajiban sebagai warga Negara yang baik. Suara kita adalah penentu nasib bangsa ini untuk 5 tahun kedepan, jadi jangan disia-sia kan ya. Buat yang terhalang hak pilihnya, karena suatu sebab semoga tidak berkecil hati, masih ada kesempatan kedua di bulan Juni 2014 yang akan datang. Semangat… TPS nomor 2 letaknya hanya 2 menit jalan kaki dari rumahku, pk. 09.00 pagi  saat aku datang kesana, suasananya tidak terlalu ramai, tidak ada antrian, aku malah sempat lihat contoh lembar surat suara yang di temple di Papan depan TPS dengan lambang Partai, nama dan foto para Caleg dan calon anggota DPD yang siap dipilih dan dicoblos. Khusus buat wilayah Lampung, PilLeg 2014 ini disatukan dengan PilGub (Pemilihan Gubernur) Lampung.

Papan informasi daftar Caleg yang berlaga di PilLeg 2014 Saat aku sedang mengamati foto dan nama para calon legislator dan calon DPD, terdengar percakapan antara seorang ibu dan anak lelakinya yang sepertinya seorang pemilih pemula, Ibu: “Nak..nanti yang DPD pilih nomor 20 ya..” Anak: “Siapa dia ?” (ketahuan gak kenal sama sekali) Ibu: “Dia itu anak orang terkenal”, (sepertinya lupa dengan nama orang terkenal itu) Aku yang mendengar percakapan itu jadi tergoda untuk ikut menanggapi, Aku: “Dia anaknya mantan Menkokesra (Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat) Alamsyah Ratu Prawiranegara,” Ibu: “Nah…ituu,” (baru ingat dia hihihi..) Anak: “Ooooo…..,” (tetep aja nggak faham) Mungkin ada sebagian teman yang masih ingat dengan pak Alamsyah Ratu Prawiranegara ini, beliau beberapa kali jadi Menteri di jaman Orde Baru, saat Pak Harto masih berkuasa sebagai Presiden RI. Dulu jaman SD, SMP sampai Kuliah, aku masih rajin menghafal nama-nama Menteri yang duduk di kursi kabinet, karena kalau ulangan sekolah, nama-nama Menteri ini suka ditanya dalam lembar soal, jaman dulu para siswa dipaksa mengingat semua nama menteri-menteri. Kini….jangan harap aku ingat nama-nama Menteri yang duduk di kursi kabinet, bahkan aku gak yakin jika para siswa SD, SMP sampai SMA mengingat nama-nama para Menteri. Pernah aku menonton acara di salah satu stasiun TV, dimana pak Menkominfo (menteri komunikasi dan informasi) Tifatul Sembiring, bertanya ke salah seorang anak jalanan, “Siapa nama Presiden RI saat ini” tanya pak menteri, “Soekarno…” jawab si anak cepat. Pak menteri menghela nafas “bukan itu, coba ingat lagi siapa ?”…si anak terdiam dia kelihatan bingung untuk menjawab dari mimic mukanya dia berusaha mengingat tapi sia-sia, akhirnya dia menjawab jujur “Nggak tahu pak..”. Pak menteri menjawab pertanyaannya sendiri “Susilo Bambang Yudhoyono”, si anak melongo mendengar jawaban itu dan terucap kata “Oh…ituuu…kirain dia siapa”. Aku yang menonton tayangan itu sebulan yang lalu, hanya bisa tersenyum geli. Anak kecil itu yang dideskripsikan sebagai anak jalanan di ibu kota, adalah salah satu contoh kecil potret bangsa ini, mereka merasa tidak dekat dengan pemimpinnya, mereka malah merasa memiliki pemimpin yang sudah lama wafat, yaitu bapak Proklamator Indonesia, ini FAKTA, bahwa sejarah bangsa ini tidak akan pernah hilang dari ingatan rakyatnya. Jadi menurut aku, buat para pemimpin masa kini yang ingin dikenang dengan baik oleh rakyatnya, buatlah satu Gebrakan Kepemimpinan yang membumi dan merakyat, sentuhlah rakyatmu dengan langsung jangan cuma duduk di menara gading yang tak terjangkau oleh rakyat, lalu berharap rakyat mencintaimu, naif banget… Tiba-tiba ada mba Polwan menyapaku, “Sudah mencoblos bu?”, “Belum…ini masih melihat-lihat wajah para calon yang mau dipilih,” jawabku cepat  sambil tersenyum. Aku bergegas masuk ke ruang TPS, menyerahkan surat pemberitahuan pemungutan suara ke petugas jaga, lalu diberi 4 lembar surat suara, dipersilahkan masuk ke bilik suara. Aku mengucap Bismillah…sebelum mencoblos, “Ya Rabb…aku tunaikan kewajibanku sebagai warga Negara yang baik, aku serahkan padaMU apa yang akan terjadi 5 tahun kedepan, karena aku tidak bisa berharap banyak, karena mereka yang aku pilih adalah manusia biasa yang tidak luput dari dosa, semoga  mereka amanah dengan janji-janji yang mereka ucapkan, bila kedepan mereka melanggar janjinya, segerakanlah azab buat mereka, agar kami rakyat Indonesia tidak terlalu lama menderita, aamiin…”. Setelah mencoblos surat suara, aku keluar dari bilik suara, memasukkan empat lembar surat suara di kotaknya masing-masing. Kemudian aku kembali diberi 1 lembar surat suara untuk pemilihan Gubernur Lampung, letak bilik suaranya agak terpisah, aku sudah tahu mau mencoblos yang mana, semoga beliau dapat memimpin Lampung dengan baik menciptakan keamanan yang kondusif dan memperbaiki layanan publik, tidak usah menuntut banyak, jika dua hal tersebut diatas bisa dilaksanakan, kami sudah sangat bersyukur. Dengan keamanan yang kondusif, beragam investasi baik dalam maupun luar negeri akan nyaman menanam modalnya di Lampung, sedang perbaikan layanan public baik dari perbaikan infra struktur (jalan, jembatan dan transportasi pada umumnya) maupun layanan personal baik kesehatan dan pendidikan, akan membuat rakyat semakin mencintai pemimpinnya dan tidak akan sungkan untuk memilih kembali di periode yang akan datang.

Ini jariku sebagai bukti telah berpartisipasi dalam PilLeg2014 Setelah prosesi coblos surat suara selesai, paling akhir aku diminta mencelupkan salah satu jari tanganku ke tinta bewarna ungu, sebagai tanda bahwa aku sudah selesai berpartisipasi dalam PilLeg 2014 ini. Aku memotret jari kelingking yang ujungnya bewarna ungu sebagai kenangan hari ini. Ya… sudah sepantasnya kita berbahagia pada hari ini, walau aku hanya memiliki 1 suara, tapi suaraku sudah menyumbang “harapan dan do’a” buat Indonesia yang lebih baik, aamiin. AMH, BDL Rabu 09042014

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline