Pada tahun 2016, Indonesia menjadi negara terbesar ke-2 di dunia yang membuang sampah plastik ke lautan. Konsumsi plastik di Indonesia per kapita sudah mencapai 17 kilogram per tahun dengan pertumbuhan konsumsi mencapai 6-7 persen per tahun .
Sampah plastik ini dapat berubah menjadi mikroplastik yang dapat terapung di lautan dan dikonsumsi oleh hewan laut dan mikro plastik ini akan terakumulasi hingga dikonsumsi oleh manusia.
Mikroplastik merupakan partikel plastik dengan ukuran mikro (sekitar 5 mm) yang mungkin banyak ditemukan dari kemasan minuman dan makanan olahan. Seiring berjalannya waktu, mikroplastik dapat keluar atau leaching dari permukaan kemasan plastik itu sendiri dan mengontaminasi air di dalamnya karena pengaruh suhu, lingkungan, serta penyimpanan.
Berdasarkan Enfrin et al. (2019) menjelaskan bahwa terjadi proses fragmentasi dari plastik menjadi mikroplastik. Fragmentasi adalah proses pemecahan partikel plastik berukuran besar menjadi partikel yang berukuran mikro. Proses ini disebabkan oleh berbagai mekanisme, diantaranya fotooksidasi oleh sinar UV, hidrolisis, fraktur mekanis oleh abrasi pasir atau turbulansi air, serta bio-asimilasi oleh mikroorganisme. Salah satu contoh pada mekanisme fotooksidasi yaitu mekanisme oksidasi yang disebabkan oleh cahaya, berupa sinar UV.
Ketika sinar UV mengenai kemasan plastik, seperti polyethylene (PE), polypropylene (PP), polystyrene (PS), polyethylene terephthalate (PET), polylactic acid (PLA) maka fragmentasi plastik tersebut terjadi. Selanjutnya, terbentuklah retakan, lubang, atau patahan pada permukaan kemasan yang menyebabkan kerapuhan pada material plastik tersebut. Bagian-bagian plastik yang rapuh akan melemah dan terkena gaya mekanis, seperti abrasi dan friksi, sehingga terpecah dan membentuk partikel mikroplastik.
Bahaya Kesehatan Mikroplastik
Walaupun banyak studi tentang mikroplastik, namun yang menjadi perhatian saat ini adalah bahaya karena kemampuannya menangkap atau pengumpul senyawa kimia racun yang ada dilautan sehingga terkonsumsi oleh manusia pada rantai pangan. Ukuran yang sangat kecil dari mikroplastik inilah yang mengakibatkan reaksi kimia menjadi sangat tinggi sehingga kemampuan untuk mengikat racun / polutan yang ada dilautan pada mikroplastik menjadi sangat kuat hingga racun ini dikonsumsi manusia.
Walaupun ada efek akibat ukuran partikel yang rendah yang mengakibatkan infeksi pada saluran pencernaan namun tetap yang menjadi toksin ini lebih berbahaya dibandingkan mikroplastiknya itu sendiri. Bahaya kesehatan dari konsumsi pangan laut yang terkontaminasi oleh mikro/nano plastik yang mengikat racun dari lautan seperti gangguan pada pernapasan, pencernaan, hati, dan sistem saraf seperti terlihat pada gambar dibawah dibawah ini (Smith et al. 2018).
Setiap racun (toxin) memiliki batas konsentrasi yang dapat menyebabkan masalah pada kesehatan dan telah di standarisasi oleh lembaga dunia seperti JECFA dan EFSA. Studi mengenai standard maksimum konsumsi dari racun kontaminan mikroplastik dibandingkan dengan aktual konsentrasi racun / kontaminan yang terbawa mikroplastik kemudian konsumsi oleh manusia telah dirangkum oleh Campane (2020) seperti terlihat pada tabel dibawah.