Lihat ke Halaman Asli

Esai: Pentingnya Ruang Publik dan Taman Baca Masyarakat

Diperbarui: 14 April 2016   01:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="(Banten Raya, 29 September 2015)"][/caption]Kota adalah daerah permukiman yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari berbagai lapisan masyarakat. Itulah yang termaktub dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) keluaran tahun 2013. Namun, bila bicara lebih jauh lagi, kota adalah sebuah tempat di mana warganya bisa merasakan hidup nyaman dan tenteram di bawah naungan pemimpin berjuluk Walikota. Pembahasan ini belum termasuk soal kesenjangan sosial, ekonomi dan budaya.

Lantas apa yang dimaksud dengan hidup nyaman dan tenteram tersebut? Kota, atau mungkin juga provinsi bahkan negara, hanyalah sebuah ruang dimensi tempat para warga untuk saling berinteraksi satu sama lain. Baik kaitannya dalam keluarga, teman sebaya, atau rekan kerja sekalipun. Yang kemudian menjelma sebuah ruang ekspresi untuk saling berbincang mengenai banyak hal. 

Sebutlah dalam konteks ini ruang publik. Satu di antaranya adalah taman kota atau alun-alun kota. Sebagaimana jalan raya, keberadaan alun-alun di tengah-tengah kota juga sama pentingnya, dan patut diberikan perhatian yang proporsional. Sebab, masyarakat dewasa ini sering disibukkan dengan kegiatan rutin yang kadang sangat melelahkan dan mencerabut aktivitas berkumpul dengan sanak famili maupun teman sejawat.

RUANG PUBLIK SEBAGAI RUANG BEREKSPRESI

Adanya ruang publik sangat dibutuhkan kehadirannya di tengah-tengah kepenatan kota yang kian terasa padat dan menghimpit. Bangunan-bangunan perusahaan kian menjamur, menjelma serupa hutan beton yang mengakar kuat. Oleh sebab itu, ruang berekspresi dan melepas penat tentunya perlu segera direalisasikan. Supaya kita sebagai masyarakat terus bisa berinovasi dan menciptakan hal-hal kreatif yang dibutuhkan dalam dunia bisnis maupun dunia kerja.

Pertanyaannya kemudian adalah: sudah cukup memadaikah ruang publik di setiap kota di provinsi Banten ini? bila belum, lantas apa yang seharusnya menjadi perhatian pemerintah daerah setempat? Dan lagi, seandainya ruang publik sudah tersedia dan masyarakat dipersilakan untuk memakainya, maka sudahkah kita sebagai masyarakat mau turut andil dan berpartisipasi dalam merawatnya?

Berbagai pertanyaan yang diajukan, cukup dijawab dalam hati masing-masing pribadi masyarakat itu sendiri. Untuk kemudian diejawantahkan dalam bentuk perilaku dan perbuatan. Kita, dalam hal ini pemimpin dan masyarakatnya, sudah seharusnya mau merawat dan menjaga keberadaan ruang publik. Dan setiap masukan serta kritik yang membangun diharap bersedia untuk mendengarkan lalu menerima dan sama-sama memperbaiki demi keberlangsungan tata kota dan wilayah yang baik. Sesuai visi kita ke depan. Dalam hal ini, kepekaan serta kesadaran diri masyarakat dan pemimpinnya sangatlah diperlukan. Karena negara yang baik, maupun wilayah yang baik dibangun dari komitmen yang baik pula.

MENCIPTAKAN BUDAYA BACA

Masyarakat yang berbudaya adalah masyarakat yang mau membaca. Membaca di sini bisa diartikan secara harfiah; pertama, yakni membaca tulisan dalam buku atau media massa dan internet; kedua, dalam etimologi, membaca diartikan sebagai bentuk dari kepekaan dalam melihat lingkungan sekitar. Keduanya sangat diperlukan guna menunjang pemikiran intelektualitas masyarakat yang kritis dan tidak apatis dalam menanggapi suatu hal yang terjadi di lingkungan tinggalnya. 

Karena yang dikhawatirkan, menggeliatnya media sosial dan berkembang pesatnya teknologi abad ini, selalu saja beriringan dengan banyaknya hal negatif yang bisa menjangkiti perilaku masyarakat. Bahkan istilah, ‘menjauhkan yang dekat dan mendekatkan yang jauh’ untuk media sosial itu sangatlah benar adanya. Bisa dirasakan bagaimana ketika kita tengah berkumpul dengan teman-teman, disatu kesempatan, kita hanya saling diam sementara kedua tangan menggenggam gadget masing-masing dan kepala terus merunduk. Alih-alih bercengkerama dan suka ria bersama, kita malah sibuk dengan dunia kita sendiri. Berselancar dan berbincang dengan kawan di dunia maya yang mungkin seseorang itu belum pernah kita temui sekalipun.

Jangan biarkan kita terjerat dalam hal negatif tersebut. Istilah generasi merunduk sudah seharusnya kita jauhi dan hapuskan. Kehadiran teknologi sejatinya untuk memudahkan manusia dalam beraktivitas, bukan malah menghambatnya. Karena itulah, kita tidak bisa sepenuhnya menyalahkan teknologi, karena pada dasarnya teknologi itu bersifat netral. Tergantung pada penggunaan dan pemanfaatannya. Kita, sebagaimana dikenal masyarakat dunia, adalah warga yang ramah dan pandai berinteraksi sosial. Jangan sampai kemajuan zaman menghilangkan tradisi tersebut. Kendati demikian teknologi seharusnya memanusiakan manusia.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline