Lihat ke Halaman Asli

Ade Tanesia

Antropolog

Di Altar Seri Kodhoba

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Perjalanan ke Galela adalah perjalanan dengan semerbak wangi pala.  Pelataran bukit dan hamparan laut lah yang menghantar kami ke Kampung Limau. Sesampainya, Muhamad Aleman, Kepala Desa Limau, mengantar kami ke tempat kediaman Seri Kodhoba. Di depan altarnya kami menatap Seri Kodhoba.

Inilah kisah yang aku dengar…….. Kerusuhan antaragama telah berkobar di Tobelo, Halmahera Utara. Api yang tersulut di Ambon merembet ke daerah Maluku Utara. Kampung Limau yang berada di Kecamatan Galela bagian utara telah mendengar berita kerusuhan tersebut. Dengan tangis dan gemetar takut, warga Tobelo yang datang mengungsi ke arah Galela mengisahkan kepedihan yang sudah terjadi di tanah Hibualamo. Menghadapi kenyataan bahwa kerusuhan akan sampai di Kampung LImau, maka warga Islam maupun Kristen  langsung mengadakan pertemuan. Dipimpin tetua adat setempat, mereka pun secara cepat bermusyawarah untuk menangkal kedatangan orang luar yang akan menyerang kampung dan mengajak warga saling membunuh. Akhirnya diputuskan bahwa keluarga muslim akan mengungsi ke kampung tetangga yang muslim, demikian juga dengan keluarga Kristen. Mereka lalu segera mengosongkan kampungnya sehingga saat para perusuh sampai di Limau,  tak ada lagi orang yang bisa diajak untuk saling membunuh. Betul saja, perusuh datang mengamuk dan membakar rumah-rumah warga Kampung Limau. Namun tak seorang pun warga yang meninggal akibat kerusuhan tersebut.  Setelah keadaan dianggap aman, maka berangsur-angsur warga Kampung LImau kembali ke kampungnya. “Kami di sini Islam dan Kristen adalah saudara sendiri. Bagaimana mungkin kami saling baku hantam. Adat yang telah mempersatukan kami,” ungkap Muhamad Aleman, Kepala Desa Limau.  Segera setelah kondisi kondusif, warga Kampung Limau mengadakan ritual syukur di “rumah” Seri Kodhoba. “Saat itu kami berdoa dengan agama masing-masing bersyukur kepada Jou Maduhutu (Sang Pencipta) yang telah melindungi kampung kami dari bencana,” lanjutnya. Di tepi pantai, sepasang patung elang tanpa pahatan yang megah, lehernya dililit dengan kain merah dan putih yang disebut Kasuba, teronggok di atas rumah tradisi bangsaha.  Merah artinya jasad atau fisik, dan putih artinya Roh atau kehidupan.   Ia di taruh di rumah tradisi yang oleh orang Galela disebut Bangsaha. Alkisah, dulu burung elang selalu datang memberikan tanda bahwa musim ikan telah datang. Kalap dengan ikan yang begitu banyak maka timbunan ikan tak lagi mampu dimakan oleh warga kampung. Ikan-ikan tersebut akhirnya mati dikubur dan membentuk sebuah bukit yang mereka namakan Nao Maboousu (kuburan ikan). Kerakusan manusia mengeruk hasil ikan ternyata bertentangan dengan kehendak Jou Maduhutu (penguasa alam semesta). Burung elang pun tak lagi datang berterbangan di sekitar rumah bangsaha. Sadar akan kesalahannya, leluhur kampung Limau pun membuat sepasang burung elang dari kayu sebagai wujud penjaga dan pemelihara keseimbangan alam semesta. Hingga kini, setiap orang kampung yang hendak pergi merantau, atau pulang, akan menyempatkan diri mampir ke sini untuk berdoa mohon restu pada Jou Madhutu, sang pencipa alam semesta. “Kalau ada kesalahan seseorang dari kampung kami di rantau, maka biasanya matanya akan berdarah seperti di cakar burung elang. Nah biasanya, mereka akan cepat-cepat datang ke Seri Kodhoba,” Muhamad Aleman meneruskan kisahnya. Apakah tak ada penentangan dari kaum agamawan terhadap ritual ini ? “Tar ada. Inilah yang mengikat  orang kami  di perantauan dengan kampungnya.” ungkap Muhamad Aleman dengan tegas. Tak sampai dua jam kami berada di Desa Limau. Langit sudah menghitam tanda hujan akan datang. Dan kalau sudah hujan, maka kami tidak bisa pulang karena banjir menutupi jalan.  Sudah saatnya kami harus meninggalkan desa ini. Wangi pala kembali menyertai perjalanan pulang.  Terngiang ucapan Muhamad Aleman….”adat’lah  yang telah mempersatukan kami.”




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline