Sumber daya alam sering dianggap sebagai aset berharga bagi sebuah negara. Kekayaan seperti minyak, gas, emas, atau batubara, seharusnya memberikan fondasi yang kuat untuk pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Namun, kenyataannya tidak selalu demikian.
Fenomena resource curse atau kutukan sumber daya alam menunjukkan bahwa negara-negara yang kaya akan sumber daya alam justru sering menghadapi tantangan ekonomi, sosial, dan politik yang serius.
Kutukan sumber daya alam atau resource curse adalah fenomena di mana suatu negara tidak berhasil memaksimalkan potensi ekonominya meskipun memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Hal ini terjadi karena sebagian besar modal dan tenaga kerja negara terkonsentrasi pada sektor-sektor yang bergantung pada sumber daya alam. Jika negara tersebut tidak melakukan investasi yang cukup di sektor lain, mereka menjadi rentan terhadap fluktuasi harga komoditas yang dapat merugikan perekonomian dalam jangka panjang.
Penyebab Resource Curse
Ketergantungan Ekonomi: Risiko Ketergantungan pada Ekspor Sumber Daya Alam
Negara-negara yang terlalu bergantung pada ekspor sumber daya alam sering menghadapi tantangan besar dalam membangun perekonomian yang berkelanjutan.
Ketergantungan ini menciptakan situasi di mana perekonomian sangat bergantung pada pendapatan dari penjualan sumber daya seperti minyak, gas, mineral, atau hasil tambang lainnya. Akibatnya, sektor-sektor ekonomi lain seperti manufaktur, jasa, dan pertanian sering kali terabaikan.
Ketergantungan yang berlebihan ini membuat negara menjadi rentan terhadap fluktuasi harga komoditas di pasar global. Ketika harga sumber daya melonjak, negara dapat menikmati lonjakan pendapatan yang sementara, tetapi ketika harga turun, dampaknya bisa sangat merugikan.
Penurunan harga sering kali menyebabkan penurunan tajam dalam pendapatan negara, defisit anggaran, dan bahkan krisis ekonomi. Situasi ini mempersulit negara untuk merencanakan pengeluaran jangka panjang atau berinvestasi dalam sektor lain yang lebih stabil.