Tulisan ini hanya untuk sharing perngalaman saja untuk diskusi di tulisan mbakDella.
Entah dimana atau buku apa yang pernah saya baca tentang psikologi pernikahan. Yang jelas, buku itu saya baca sebelum saya menikah. Sudah cukup lama, sih, tapi yang tidak saya lupakan adalah konsep relasi suami dan istri.
Disitu dikatakan bahwa, suami istri itu soulmate (belahan jiwa), yang harus satu rasa, satu pikiran untuk satu asa. Betul, bahwa suami istri itu dua orang berbeda, berbeda pada banyak hal. Bukan hanya fisik atau biologis semata, tapi rasa, pikiran bahkan mental/psikis pun sangat-sangat berbeda. Namun ketika ijab kabul itu selesai terucap, maka bersatulah segala yang berbeda itu. Tali pernikahan diantara mereka bukan hanya untuk menyatukan yang berbeda itu, tetapi juga untuk satu asa pernikahan itu sendiri yakni sakinah (ketenangan).
Dalam penyatuan melalui pernikahan itu, suami dan istri harus satu visi. Saat masih single, mungkin saja konsep hidup mereka berbeda. Tapi setelah menikah, konsep hidup mereka harus satu. Untuk meraih satu asa itu, suami dan istri harus satu rasa dan satu pikiran. Sebab, jika berbeda, maka bukan saja keputusan yang diambil menjadi tidak berkah.... (apalagi salah satu pasangan tidak ridha), tetapi juga pilihan keputusan itu bisa menjadi percikan api yang jika dibiarkan berlarut-larut akan menjadi kobaran api.
Itulah mengapa setiap keputusan yang diambil rumah tangga suami istri itu, harus disepakati kedua belah pihak. Logika soulmate juga diwujudkan bahwa relasi suami istri itu berdampingan sehingga saling. Saling mengisi/melengkapi kekurangan masing-masing bukan diwujudkan dengan menganggap diri lebih baik satu dari yang lain, tapi karena kebutuhan untuk harus bersatu.
Selain itu, karena suami istri itu soulmate, maka keduanya tidak berjalan atau atas nama diri sendiri. Kemana dan dimana saja, masing-masing membawa nama pasangannya, walau secara fisik tidak bersama, tapi identitas pasangan akan selalu melekat. Itulah, suami istri itu bukan dua tapi satu. Suami istri itu memiliki privasi rumah tangga mereka, tidak boleh ada privasi suami atau privasi istri. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H