Lihat ke Halaman Asli

Menyoal Pembentukan Perda Pemanfaatan Aspal Buton

Diperbarui: 26 Juni 2015   15:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Rabu (26/5) menerima dan menyetujui Rancangan Peraturan Daerah (raperda) tentang Pemanfaatan Aspal Buton Untuk Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan Provinsi dan Jalan Kabupaten/Kota menjadi Peraturan Daerah.

Persetujuan itu tentu saja dilatarbelakangi setelah melalui tahapan-tahapan pembicaraan yang diawali dengan Penjelasan Gubernur, Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Dewan, Jawaban Gubernur atas Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi Dewan, Rapat Gabungan Komisi dengan Eksekutif, Pembentukan dan Rapat Panitia Khusus, serta Laporan Panitia Khusus dan Pendapat Akhir Fraksi-Fraksi Dewan.

Pasal 136 ayat (2) UU No. 32/2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa peraturan daerah dibentuk dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.

Makna ”dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan” dapat dipahami bahwa peraturan daerah dibentuk karena adanya kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan tersebut, juga perintah dari peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.

Walau secara kelembagaan DPRD Sultra telah memberikan persetujuannya, namun benarkah perda pemanfaatan aspal buton yang juga berlaku untuk pemerintahan daerah kabupaten/kota di Sulawesi Tenggara telah memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan antara lain kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat dan dapat dilaksanakan? Untuk itu, perlu untuk diketahui bagaimana landasan formil dan substansi materil perda pemanfaatan aspal buton dimaksud.

Landasan Formil

Adalah Undang-Undang dan Peraturan Daerah, jenis peraturan perundang-undangan yang pokok-pokok pikiran pada konsiderasnya memuat unsur filosofis, yuridis dan sosiologis yang menjadi latar belakang pembuatannya. Berbeda dengan Peraturan Pemerintah yang cukup memuat satu pokok pikiran yang isinya menunjuk pasal dari undang-undang yang memerintahkan pembuatannya.

Menarik untuk disimak adalah latar belakang yuridis pembentukan perda pemanfaatan aspal buton, yaituPP No. 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, yangdijabarkan dalam Perda Provinsi No. 2/2008 tentang Urusan Yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara pada lampiran II kewenangan bidang energi dan sumber daya mineral yang menegaskan adanya kewenangan pembuatan peraturan perundang-undangan daerah provinsi di bidang mineral, batu bara, panas bumi dan air tanah; serta Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 35/PRT/M/2008 tentang Peningkatan Pemanfaatan Aspal Buton Untuk Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan.

Atas ketiga landasan yuridis diatas, disimpulkan secara materil substansi tidak ada kewenangan Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan/atau tidak ada perintah untuk dibuatkan peraturan daerah pemanfaatan aspal buton untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan provinsi dan jalan kabupaten/kota.

Substansi Materil

Hal yang menarik untuk disimak pula substansi materil perda yang mengatur pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dikatakan dalam Pasal 5 ayat (1) Perda, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib menggunakan aspal buton sebagai lapis permukaan jalan beraspal melalui satuan kerja perangkat daerah masing-masing. Dalam Pasal 5 ayat (3) juga menyebutkan bahwa; produsen wajib memprogramkan pelayanan purna jual dalam rangka usaha memperbaiki mutu dan kualitas aspal buton serta kemudahaan memperoleh aspal buton;juga dalam Pasal 10 ayat (1) yang menyatakan bahwa; bagi kabupaten/kota yang di nilai tidak melaksanakan secara optimal penggunaan aspal buton sebagaimana dimaksud pasal 6 ayat (2) maka pemerintah daerah provinsi tidak akan mengalokasikan bantuan anggaran kepada Kabupaten/Kota di bidang pembangunan jalan.

Terhadap substansi pasal-pasal tersebut di atas, dengan mewajibkan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk memanfaatkan aspal buton untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan kabupaten/kota, bahkan sanksi terhadap kabupaten/kota yang tidak memanfaatkan aspal buton secara optimal berupa tidak akan dialokasikan bantuan anggaran untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan, hal ini tentu tidak sejalan dengan asas otonomi daerah yang diamanatkan Pasal 22 ayat (3) UU No. 32/2004, yang mengamanatkan bahwa pemerintahan daerah provinsi dan kabupaten/kota dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan daerah menggunakan asas otonomi dan tugas pembantuan, dan Pasal 136 ayat (2) UU No. 32/2004 mengamanatkan bahwa Peraturan Daerah dibentuk oleh pemerintah daerah dan DPRD dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan.

Dengan kata lain, peraturan daerah provinsi yang dibentuk semestinya mengatur urusan pemerintahan daerah yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi atau otonomi daerah provinsi, bukan dan/atau tidak boleh mengatur urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Bahkan kewenangan Gubernur selaku wakil Pemerintah Pusat berupa pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintaham daerah Kabupaten/Kotatidak boleh diatur dalam Peraturan Daerah ini (sekalipun) oleh karenaotonomi daerah provinsi tidak memiliki hubungan hirarki dengan otonomi daerah Kabupaten/Kota .

Kehadiran Perda ini dikhawatirkan akan menimbulkan klaim dari pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten/Kota karena menganggap pemerintahan daerah provinsi telah melanggar atau merampas kewenangan mereka.

Potensi dan kualitas aspal buton tidak diragukan akan surplus bahkan depositnya yang mencapai 677.547.000 ton. Namun, kemampuan kapasitas produksi tidak menjamin ketersedian pasokan sesuai kebutuhan skala lokal apalagi permintaan secara nasional. Untuk itu, perda pemanfaatan aspal buton bukan saja tidak relevan dengan asas otonomi daerah, asas pembentukan peraturan perundang-undangan, tetapi juga sangat tidak logis, kecuali pemerintah daerah mengatur aspal buton dalam hal pengelolaannya, namun tetap harus memperhatikan asas otonomi daerah. Logika berfikir yang sama dapat pula dialamatkan pada Sulawesi Selatan, misalnya, dengan potensi semen tonasanya. Dapatkah Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan mewajibkan seluruh bangunan pemerintahan di Provinsi Sulaewsi Selatan termasuk bangunan pemerintahan Kabupaten/Kotanya menggunakan semen tonasa? (***)

Artikel ini mengalami sedikit perbaikan. Lengkapnya di http://adekendari.blogdetik.com/2010/05/29/menyoal-pembentukan-perda-pemanfaatan-aspal-buton/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline