Pro kontra diterbitkannya Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan ( UU BHP), akhirnya jelas melalui Putusan Mahkamah Konsitusi (MK), Rabu (31/3). MK membatalkan keseluruhan materi UU BHP karena dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Sebelumnya, kisruh pasca pengesahan UU BHP tersu bergulat. Banyak kalangan yang kecewa dengan pengesahan UU tersebut sehingga mengajukan uji materi (Judicial Review) ke MK. Pengesahan UU BHP merupakan suatu penyelewengan terhadap tujuan dan filosofi pendidikan Indonesia. Hal ini langsung terlihat dari berubahnya bentuk institusi pendidikan di Indonesia, mulai dari SD hingga Perguruan Tinggi menjadi Badan Hukum.
Untuk itulah, MK menilai dan tidak sepakat dengan penyeragaman bentuk badan hukum. Penyeragaman itu tidak sesuai dengan maksud dan semangat Pasal 31 UUD 1945. UU tersebut dinilai memiliki kelemahan di aspek yuridis, kejelasan maksud, dan keselarasan dengan UU lain.
Sesuai dengan amanah konstitusi, pendidikan merupakan hak warga negara yang penjaminan pemenuhannya wajib dilakukan oleh Negara. Berubahnya bentuk institusi pendidikan menjadi Badan Hukum akan mengeliminasi penjaminan Negara terhadap masyarakat dalam memperoleh pendidikan, salah satunya dari sisi aksesibilitas.
Yang pasti, pertama dalam sejarah MK membatalkan keseluruham materi UU BHP. Artinya, UU ini tidak berlaku hanya melalui judicial review. Padahal, pembatalan keseluruhan materi undang-undang selama ini selalu melalui legislative review. Haruskah kualitas pembuat UU ini dipertanyakan? Siapa yang mengusulkan rancangannya, pemerintah kah atau inisiatif DPR?
Mengapa sebuah UU ditolak karena bertentangan dengan UUD 1945? Bagaimana tahapan demi tahapan berproses, dan masak seluruh tim penyusunnya tidak mengetahui secara dini mengenai ketidakselarasan dengan UUD 1945? Wallahu’Alam. (***)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H