Lihat ke Halaman Asli

Perempuan Parlemen Sultra

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

5 Oktober 2009, tepat berakhirnya masa tugas anggota parlemen Sultra periode 2004-2009. Seiring dengan itu, diresmikan dengan pengucapan sumpah/janji anggota periode 2009 – 2014.

Menarik dan patut diapresiasi keterwakilan salah seorang perempuan di periode ini pertama sepanjang sejarah pemilu reformasi meraih perolehan suara melampaui nilai bilangan pembagi pemilih (BPP) yang ditetapkan.  Adalah Hj. Suryani Imran, anggota dari Partai Demokrat Dapil Kota Kendari dan Konawe Selatan memperoleh 25.075 suara sedang angka BPP yang ditetapkan KPU Provinsi sejumlah 23.296 suara.

Namun, kebijakan nasional yang mengharuskan 30 % keterwakilan perempuan setiap Parpol dalam mendaftarkan calegnya di KPU tidak berimplikasi signifikan di parlemen Sultra.

Sebagai catatan, isu keterwakilan 30% sudah terakomodir sejak Pemilu 2004, namun Parlemen Sultra hanya mampu memberikan 4 kursi untuk perempuan atau kurang dari 10%. Klausul itu kemudian dipertegas dibeberapa persyaratan di Pemilu 2009 mulai dari pengajuan calon oleh Parpol hingga keterwakilannya yang dipersyaratkan. Ternyata kenaikannya tidak begitu menggembirakan yang hanya 7 (tujuh) orang atau kurang dari 16%.

Ketujuh srikandi Sultra patut kiranya diketahui publik Sultra secara luas. Mereka adalah Hj. Suryani Imran, SE., (Dapil I – Demokrat), Nasrawaty Djufri, B.Sc., (Dapil II – PAN), Hj. Siti Arfah Panudariama (Dapil II – Golkar), Nirna Lachmuddin, S.Pd., (Dapil II – PBB), Ir. Hj. Masyhura (Dapil IV – PAN), Wa Ode Hasniwati (Dapil IV – PKPI), dan Rahmawati Badala (Dapil V – PAN).

Dari Masa ke Masa
Catatan saya, sejak terbentuknya Provinsi Sulawesi Tenggara 27 April 1964 yang semula bernama Daerah Tingkat I Propinsi Sulawesi Tenggara, untuk periode 1964 – 1967 dari 27 kursi, unsur perempuan parlemen Sultra hanya memperoleh 1 kursi yang berasal dari Golongan Karya Wanita (bukan partai politik) diwakili Josien Masie Taolo.

Pada 30 Januari 1967 Mendagri mengangkat satu-satunya (lagi) perempuan dari 31 kursi Wa Ode Siti Halidjah (Golongan Karya Wanita) untuk periode 1967 – 1971.

Di periode 1971 – 1977, hasil Pemilu 1971 diresmikan 40 (empat puluh) anggota Parlemen Sultra. 15% (6 kursi) berhasil diisi kelompok perempuan yang semuanya berasal dari Golongan Karya. Mereka adalah 1) Ny. Saartje Sophia L. W. ; 2) Ny. Wa Taana La Amba; 3) Ny. St. Aminah Suripatty; 4) Wa Ode St. Halidjah; 5) Ny. St. Aminah Harahap, dan 6) Ny. Haryati Soetriadji.

Keterwakilan perempuan mengalami sedikit kenaikan dari 15% menjadi 17,5% di periode 1977 – 1982 hasil Pemilu 1977. Dari 40 kursi, 7 kursi diisi kaum perempuan yaitu 1) Ny. Putiri Dg. Tommi, BA; 2) Mukminah Rachman; 3) Ny. Ros Lawolio; 4) Paulina Razak; 5) Ny. Sukinah Toding Allu; 6) Ny. Wa Ode Mustari Rauf, BA; dan 7) Ny. Siti Aminah Suripaty. Semuanya dari Golongan Karya.

Pemilu 1982 menghasilkan 40 orang anggota parlemen Sultra untuk periode 1982 – 1987. Berangsur-angsur keterwakilan perempuan mengalami kenaikan signifikan yaitu sebesar 25%. 10 Orang yang dilantik mewakili unsur perempuan dari Golongan Karya adalah 1) HW. Rosminah Silondae; 2) Ny. Putiri Dg. Tommy, BA; 3) Ny. Dra. Wa Ode Mustari Rauf; 4) Ny. Paulina Razak; 5) Dra. Wa Ode Asnah Ganiu; 6) Ny. Paulina Toding Pali; 7) Ny. Wa Taana La Amba; 8.) Ny. H. Syamsianah Muchtar; 9) Ny. Sutantirah Darisno; dan 10) Ny. Sitti Aminah Harahap.

Periode 1987 – 1992, saya kehilangan data (arsip) sehingga tidak dapat disampaikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline