"Apa yang kita berikan kepada orang lain dengan tangan kanan kalau bisa tangan kiri kita jangan tahu", begitulah Johan mulai membuka pembicaran serius kami dengan mereduplikasi ulang ayat kitab suci. Pengantar kalimat ini membawa kami dalam pembicaraan yang cukup mendalam tentang kehidupan pada suatu pagi yang dingin di desa Kalembu Ndara Mane kabupaten Sumba Barat Daya tempat Johan lahir, tumbuh dan menjalani kehidupan hariannya sebagai petani dan peternak skala kecil yang menurut kata beliau sekedar untuk memenuhi kebutuhan dapur.
Si Johan, pria bersahaja tiga orang anak ini merupakan lulusan sarjana kehutanan pada Institut Pertanian di kota Jogja delapan belas tahun yang silam. Beliau bercerita setelah menamatkan bangku sekolah menengah atas di salah satu sekolah Negeri di kecamatan Wewewa Timur ia memutuskan untuk hijrah ke kota pelajar Jogja untuk meneruskan pendidikan dan ia memutuskan untuk mengambil jurusan kehutanan untuk melanjutkan pendidikan diperguruan tinggi. Johan bertutur "saya terinspirasi dari bapa saya Drs. Ngongo Dangga. Sedari kecil bapa sering mengajak saya pergi ke wilayah perbukitan di wilayah tempat ia bertugas sebagai camat, di sana bapa mengajak, menggerakan dan melakukan sendiri penanaman pohon pada perbukitan. Bapa semacam Tutwuri Handayani (di depan memberikan contoh yang baik, di Tengah dapat memberikan semangat, dan di belakang bisa memberikan dorongan) begitulah" sambari ia berkelakar. Pembicaraan kami terhenti seditik sambil Johan lempar pandangan pada pepohonan besar yang berdiri tegap-tegap di luar kintal rumahnya, sambil setengah helahan nafas Johan menyambung kalimatnya "kini bapa senang karena usaha masyarakat tempo itu sekarang sudah bisa dinikmati masyarakat sendiri". Hati si Johan kecil waktu itu semakin berbangga ketika melihat bapanya menerima penghargaan kalpataru dari pemerintah Indonesia.
Tutwuri Handayani yang dilakukan Drs. Ngongo Dangga seakan membekas pada Johan hingga pada akhirnya ia melanjutkan perjuangan sang bapa dengan menempuh pendidikan bidang kehutanan. Setelah menamatkan pendidikan di Jogja, sang pemuda bertekat hati memutuskan kembali ke kampung halaman untuk meneruskan perjuangan sang bapa. Namun sayang perjalanan hidupnya tak sesuai mimpi yang pernah dia gantungkan pada langit kota Jogja, tapi jalan yang ia tempuh sekarang ini tak membuatnya patah arang, dengan sumber daya yang Johan miliki; ia tetap melakukan kegiatan penanaman dan perawatan pohon produktif sebagai bentuk pertanggungjawabannya terhadap ilmu pengetahuan yang dia miliki serta meneruskan cita-cita orang tua. Buah dari usahanya pemerintah daerah kabupaten Sumba Barat Daya memberikan penghargaan atas jerih payahnya melakukan kegiatan konservasi.
Proses perjalanan hidup bikin akhirnya Johan banting kemudi kehidupan menjadi petani dikampung halaman tempat ia tinggal. Sambil menekuni kegiatan utama sebagai petani dan ternak, sifat luwes keterbukaan jadi nilai plus Johan membangun hubungan pertemanan dan bisa diterima oleh setiap kelompok lapisan masyarkat. Perlahan tapi pasti, komunikasi yang baik dari Johan membuahkan kepercayaan dari teman dan sahabat sekitarnya, ia mulai dipercayakan bekerja sebagai staf di Dinas Pendidikan Kabupaten Sumba Barat sambil terus mengurus PAUD Tunas Kasih I dengan bangunan seadanya warisan dari ibunda tercinta; sebuah sekolah anak usia dini yang diperuntukan bagi anak-anak di desa tempat ia tinggal desa Kalembu Ndara Mane dan desa-desa sekitar. Setidaknya dari PAUD Tunas Kasih I telah menghasilkan lebih dari 400 anak didik semenjak berdirinya tahun 2002.
Kegigihannya dalam hidup serta kepercayaan dari hubungan pertemanan telah menempatkannya sebagai salah satu bagian dalam kegiatan program dari dinas PUPR Provinsi Nusa Tenggara Timur di wilayah pulau Sumba. Setidaknya semenjak tahun 2014, Johan selalu dipercaya sebagai bagian dari kegiatan fasilitasi program padat karya kementrian PUPR pada Bidang Prasarana Permukiman dan Sanitasi PUPR Nusa Tenggara Timur yang bertujuan meningkatkan akses pelayanan umum masyarakat dibidang perumahan dan sanitasi; kesampatan untuk bergabung dan bekerja sama dengan kegiatan program ini semata-mata berdasarkan penilaian kinerja kerja dan nilai-nilai integritas terukur yang dimiliki oleh Johan si pemilik tendangan gledek capten Tsubasa yang semasa remajanya lebih dikenal sebagai pemain bola handal di daerahnya. Selain itu berkat integritas diri, Johan pun mampu memfasilitasi dan mempertemukan pihak-pihak yang berkepentingan berkaitan dengan kegiatan pembangunan sarana pertanian seperti irigasi serta pelayanan air bersih bagi masyarakat pedesaan. Kegigihannya untuk terus mengembangkan diri memampukan dia untuk melakukan komunikasi dan fasilitasi pada tataran level lebih tinggi lagi dengan tujuan yang jelas mengingkatkan akses terhadap kebutuhan mendasar masyarakat diwilayahnya.
Johan, si orang muda yang bersemangat membangun daerahnya dengan bekal integritas diri serta kerendahan hati untuk mendengar, merasakan dan melakukan praktik baik untuk masyarakat harusnya dapat menjejaki tangga selanjutnya untuk lebih berbuat banyak untuk masyarakat serta menjadi "Ata Panewe" bagi masyarakat di Wewewa pada khususnya dan kabupaten Sumba Barat Daya pada umumnya. Ia bertutur bahwa ia memiliki mimpi di mana bisa menjadi bermanfaat bagi masyarakat tempat ia hidup dan tinggal dengan tujuan "mengedepankan kepentingan masyarakat". Semoga mimpi dan doa yang selalu ia daraskan dapat memampukan Johan menjadi pribadi yang lebih baik dan berdayaguna bagi masyarakat. ASS
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H