Bulan Ramadan begitu cepat berlalu. Tak terasa pula Idulfitri telah tiba. Lalu, apa tantangan berikutnya setelah puasa Ramadan dan Idulfitri?
Tak terasa kita sudah ditinggal bulan Ramadan, bulan dimana seluruh umat Islam diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh.
Bulan ke-9 dari kalender hijriyah tersebut merupakan bulan yang paling dirindukan umat Islam lantaran diawal bulannya dipenuhi Rahmat (kasih sayang), pertengahannya Maghfirah (ampunan), dan diakhirnya pembebasan dari api neraka.
Di bulan yang penuh keagungan dan keberkahan itu semua kebaikan dilipatgandakan pahalanya, sehingga berbondong-bondong umat Islam berlomba-lomba dalam amal kebaikan.
Inilah bulan dimana umat Islam digembleng untuk menahan diri dari yang halal sekalipun seperti makan, minum dan berhubungan suami istri pada siang hari. Apalagi melakukan dosa di bulan Ramadan yang berakibat bisa membatalkan puasanya.
Disinilah kesabaran dan keikhlasan umat Islam diuji. Disiplin beribadah diterapkan. Dan amar ma'ruf nahi mungkar ditegakan.
Lantas, apa dampak dari puasa Ramadan yang telah kita laksanakan sebulan penuh itu?
Dalam kesempatan shalat Id atau Idulfitri 1 Syawal 1445 Hijriyah di Masjid Agung Ar-Rahman Pandeglang saya mencoba menyimak apa yang disampaikan khatib shalat Id pada Rabu, 10 April 2024.
Dalam khotbahnya, sang khatib menerangkan Intisari -- makna - puasa Ramadan, esensi kembali kepada fitrah (Idulfitri), dan tantangan puasa bulan berikutnya, yakni puasa di bulan Syawal sebagai refleksi pasca sebulan penuh melaksanakan ibadah puasa Ramadan.
Saya mencoba memahami intisari puasa Ramadan yang disampaikan sang khatib dan menuliskannya di sini dengan harapan dapat membawa spirit Ramadan ke dalam kehidupan sehari-hari sebagai dampak dari puasa Ramadan yang telah kita laksanakan selama sebulan penuh.