Hari Gizi Nasional (HGN) yang diperingati setiap 25 Januari, momen yang baik untuk merefleksikan dalam bentuk tulisan tentang persoalan kesenjangan perbaikan gizi yang berakibat timbulnya beragam penyakit di masyarakat.
Ditengah masalah kekurangan asupan gizi yang menyebabkan stunting belum tuntas, disisi lain mulai timbul kasus akibat kelebihan makan (obesitas) yang kian meningkat dan sangat mengkhawatirkan.
Berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, prevalensi stunting sebesar 24,4 persen. Angka ini masih jauh dari angka prevalensi yang ditargetkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, yakni 14 persen.
Sementara itu, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 prevalensi obesitas pada Balita sebanyak 3,8 persen dan obesitas usia 18 tahun ke atas sebesar 21,8 persen. Adapun target angka obesitas di 2024 yakni mempertahankan angka obesitas agar tidak sampai naik atau sekurangnya tetap sama, yakni 21,8 persen.
Para ahli kesehatan masyarakat menyebut dampak masalah stunting dan obesitas sama-sama menimbulkan dampak jangka pendek dan jangka panjang. Karenanya, kedua masalah gizi ini menjadi salah satu indikator pembangunan kesehatan yang berpengaruh terhadap kualitas generasi penerus bangsa.
Pada anak yang menderita stunting, dalam jangka pendek akan terjadi gagal tumbuh yang ditunjukkan dengan tinggi badan pendek dan perkembangan intelektual terhambat. Dampak jangka panjang hal itu dapat terjadi gangguan metabolik yang meningkatkan risiko obesitas, diabetes, stroke, dan jantung.
Tersebab itu, perlu upaya kerja keras mengatasi kedua persoalan yang saling terkait tersebut, diantaranya melalui perbaikan gizi dengan pola asupan makanan bergizi yang seimbang.
Lain itu, perlu berbagai upaya dilakukan secara simultan dengan upaya pengendalian persoalan gizi masyarakat. Dengan demikian, masyarakat semakin sehat dan dapat melakukan pencegahan stunting dan obesitas secara mandiri.
Kementerian Kesehatan, dalam hal ini telah melakukan beragam intervensi spesifik untuk melaksanakan penerapan gizi seimbang (puskemas dan rumah sakit) melalui berbagai upaya seperti promosi dan konseling pemberian makan bayi dan anak (PMBA), promosi dan konseling menyusui, pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak, pemberian suplemen tablet tambah darah (TTD) bagi ibu hamil dan remaja serta pemberian vitamin A, penanganan masalah gizi dan pemberian makanan tambahan, termasuk dalam hal tatalaksana gizi buruk.
Baca juga : Tekan Risiko Anak Stunting Melalui 5 Pilar STBM