Lihat ke Halaman Asli

Ade Rahmat

Ekonomi & Politik

Apa Iya Malin Kundang 100 Persen Salah?

Diperbarui: 12 April 2020   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

harianhaluan.com

Awal Maret sodara saya datang dari kampung. Dia bercerita bahwa Ibu saya datang ke rumahnya dan menangis menanyakan saya. Saya bilang saya tidak ada masalah, kami baik-baik saja, kalau pun saya pulang seperti biasa saya peluk dia, saya cium pipinya, saya makan hasil alasan ibu, biasa saja tidak ada yang membuat saya canggung. Hanya saja memang saya tidak komunikasi dengan Ibu dan saya pikir ini biasa. Ibu saya tahu saya orangnya tidak suka cerita.

Sodara saya :"($!(_!$=€=¥¶€{€✓{€¶¢=€\} Malin Kundang (sambil ketawa).

Beberapa hari setelahnya timeline YouTube saya tiba-tiba ada drama musikal tentang Malin Kundang. Saya tonton sampe selesai drama itu. Saya baca juga komentar-komentarnya, ada yang mengomentari penampilan anak-anak tersebut tapi saya lebih tertarik komentar tentang ceritanya. Dari beberapa komentar yang saya baca kebanyakan menyalahkan Malin Kundang atas perlakukannya terhadap sang Ibu, tapi saya berpikir dari sudut pandang lain.

Apa iya Malin Kundang adalah pelaku tunggal dalam tatanan semesta ini. Sedangkan kita tahu tatanan semesta itu keterikatan satu sama lain. Bukankah semua hal tidak dapat berdiri sendiri? Termasuk sikap dan karakter, banyak faktor yang mempengaruhinya seperti lingkungan, pengalaman, rejeki yang mengalir ke darah, kelakuan kita pada teman, pegawai, tetangga, sodara, kerabat dan lain sebagainya.

Belakangan saya tahu bahwa Malin Kundang adalah anak yang dimanja oleh ibunya. Beberapa cerita mengatakan walaupun mereka hidup sederhana tapi Ibunya tak pernah menyuruhnya, dia selalu mendapat perlakuan istimewa dari Ibunya.

Kemudian saya pikir lagi, tapikan itu bukan hal yang jahat. Dia masih dikasih makan dengan uang yang halal, diberi penghidupan yang layak dan lain sebagainya.

Dan belakangan juga saya tahu berlebihan memuja sesuatu tidak pernah baik kelak dia akan memukul balik.

Bukankah Zainuddin hampir mati menanggung cinta akibat mencitai Hayati yang berlebihan. Bukankah Soekarno runtuh oleh revolusi karena terlalu memuja revolusi.

Mencinta dan memuja sewajarnya selebihnya untuk tuhan saja.

Semoga bermanfaat. Ade Rahmat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline