Pendidikan khusus atau biasa dikenal dengan pendidikan bagi anak--anak dengan kebutuhan khusus tentunya sudah tidak asing bagi kita semua. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Pasal 32 ayat (1) Tentang Sistem Pendidikan Nasional dijelaskan bahwa pendidikan khusus adalah pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi dan bakat kecerdasan istimewa.
Pendidikan khusus mengakomodasi peserta didik yang memerlukan layanan spesifik yang sesuai dengan kebutuhan dari peserta didik itu sendiri. Secara umum dapat diartikan bahwa Pendidikan khusus/pendidikan luar biasa merupakan suatu sistem layanan pendidikan yang diperuntukkan bagi anak atau individu yang memerlukan layanan khusus.
Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus diakomodir dalam pendidikan khusus. Anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang secara pendidikan memerlukan layanan yang spesifik sesuai dengan kebutuhannya. Kauff dan Hallahan (Bandi,2006) menyebutkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus yang paling banyak memperoleh perhatian dari guru antara lain tunagrahita, kesulitan belajar (learning disability), hiperaktif (ADD dan ADHD), tunalaras, tunarungu -- wicara , tunanetra, autis, tunadaksa, tunaganda, dan anak berbakat.
Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus merupakan pengajaran yang dirancang untuk mengakomodasi karakteristik anak yang memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat diakomodir oleh kurikulum sekolah pada umumnya. Adapun layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang ada dan berkembang di Indonesia yakni Sekolah Luar Biasa (Segregasi) , Sekolah Integrasi (Terpadu), dan Sekolah Inklusi.
Sekolah Luar Biasa/Segregasi merupakan layanan pendidikan khusus bagi anak-anak berkebutuhan khusus yang terdiri dari unit-unit pendidikan dimana penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan (TKLB,SDLB,SMPLB,dan SMALB). Bentuk layanan pendidikan terpadu atau sekolah integrasi merupakan layanan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk dapat belajar bersama anak-anak umum di sekolah regular.
Sementara sekolah inklusi merupakan sekolah regular yang mengakomodir siswa-siswa berkebutuhan khusus untuk belajar bersama di kelas regular dengan siswa-siswa umum lainnya. Yang menjadi perbedaan antara pelaksanaan pendidikan inklusif dan integratif yakni dalam pendidikan inklusif sistem yang menyesuaikan pada kondisi serta kebutuhan dari anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah inklusi tersebut, sementara pada pendidikan integratif anak berkebutuhan khusus yang menyesuaikan pada sistem pendidikan yang ada di sekolah tersebut.
Sebagai salah satu peserta dari kegiatan Pelatihan Guru ke Luar Negeri (PGLN) pada bulan Maret 2019 yang lalu, saya bersama 7 rekan guru SLB Se-Indonesia dan 2 orang widyaiswara P4TK TK dan PLB berkesempatan belajar dan menggali pengetahuan berkenaan dengan implementasi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ala Korea Selatan. Dalam kegiatan Shortcourse "Maternal Reflectie Method Training For Special Needs Educators" ini saya banyak belajar tentang pendidikan secara umum di Korea Selatan dan secara khusus mendalami berkenaan dengan implementasi pendidikan khusus di Negeri Ginseng ini.
Selama 21 hari banyak hal yang saya pelajari secara khusus berkenaan dengan perkembangan pendidikan khusus di Korea Selatan dan implementasinya. Keseluruhan informasi yang berkenaan dengan perkembangan pendidikan khusus dan implementasinya di Korea Selatan ini saya dapatkan selama menjalani shortcourse di Seoul National University of Education (SNUed) dan saat melakukan kunjungan ke beberapa sekolah penyelenggara pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang ada di Korea Selatan.
"Teacher is one of the Top Prestigious and Respectable Job in Korea" kalimat pembuka yang disampaikan oleh Rektor dari Seoul National University of Education pada saat membuka perkuliahan ini menyiratkan bahwa guru merupakan pekerjaan yang sangat dihargai di Korea Selatan. Selain memiliki penghargaan yang tinggi terhadap guru, Korea Selatan juga memiliki sistem pendidikan yang baik sehingga tidak salah pada tahun 2009.
Korea Selatan menempati urutan ke-2 di dunia setelah Shanghai-China dan mengungguli Finlandia pada PISA Ranking tahun 2009. PISA yang merupakan singkatan dari Programme For International Students Assesment merupakan program yang digagas oleh OECD (Organisation For Economic Co-Operation and Development (OECD). Hal yang dievaluasi adalah kemampuan sains, membaca, dan matematika pada siswa-siswa yang berumur 15 tahun di suatu negara dan tak hanya itu gambaran utuh tentang pendidikan pada negara yang dievaluasi menjadi menjadi target utama dari survey yang dilakukan oleh OECD .
Selama kegiatan perkuliahan di Seoul National University of Education (SNUed) banyak hal menarik yang disampaikan oleh para professor dari SNUed berkenaan dengan perkembangan pendidikan khusus di Korea Selatan. Pendidikan adalah salah satu hal yang menjadi prioritas utama di negara maju seperti Korea Selatan. Secara umum sistem pendidikan di Korea Selatan menjalankan sistem pendidikan (6-3-3-4) yakni sekolah dasar, menengah pertama, menengah atas, dan universitas. Pendidikan menjadi hal yang utama bagi seluruh warga negara termasuk bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus.