Lihat ke Halaman Asli

adelyazahr

Instansi kuliah di Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya

Antusisme/Apati? Melihat Realitas Partisipasi Masyarakat di PILKADA 2024

Diperbarui: 29 November 2024   16:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Beda pilihan, tetap satu tujuan: Indonesia yang lebih baik. Pilkada adalah ajang persatuan, bukan perpecahan.  (Fadel Aliffia Az Zahro - 1312400060)

Refleksi Demokrasi dalam Pelaksanaan PILKADA 2024 di Kecamatan Waru Desa
Pepelegi Kabupaten Sidoarjo

Desa Pepelegi, 27 November 2024 – Hari ini, Indonesia kembali membuktikan dirinya sebagai negara demokrasi terbesar di Asia Tenggara melalui pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (PILKADA) serentak. Di Desa Pepelegi, pelaksanaan PILKADA tidak hanya menjadi rutinitas politik lima tahunan, tetapi juga cerminan langsung dari kualitas demokrasi yang berjalan di tingkat akar rumput.

Sejak pagi, suasana TPS di Desa Pepelegi tampak ramai oleh masyarakat yang ingin menggunakan hak pilih mereka. Namun, ada ironi yang patut disoroti. Di satu sisi, tingginya partisipasi menunjukkan antusiasme warga. Di sisi lain, masih terlihat adanya praktik pragmatisme politik, seperti pemberian transportasi gratis dari oknum tertentu yang dicurigai bagian dari politik uang terselubung.

Banyak warga yang hadir ke TPS sekadar memenuhi kewajiban, tanpa benar-benar memahami

calon atau program yang mereka pilih. Seorang pemilih, Ibu Reni (40), mengaku hanya memilih berdasarkan rekomendasi teman tanpa mempelajari visi dan misi kandidat. "Yang penting nyoblos saja," katanya. Pernyataan ini menimbulkan pertanyaan besar: apakah demokrasi hanya sebatas angka partisipasi, atau harus lebih dari itu?

Di sisi lain, pemilih pemula menunjukkan semangat yang lebih menjanjikan. Bambang (18), mahasiswa yang baru pertama kali memilih, mengatakan, “Saya mempelajari profil para kandidat dari internet sebelum memilih. Rasanya ini tanggung jawab besar sebagai warga negara.” Pernyataan seperti ini memberi harapan bahwa generasi muda mulai memahami pentingnya memilih secara sadar.

Meski pelaksanaan teknis berjalan lancar, beberapa TPS di Desa Pepelegi mengalami

keterlambatan dalam penghitungan suara karena kurangnya kesiapan panitia. Selain itu, praktik politik uang dan penyebaran hoaks selama masa kampanye masih menjadi tantangan besar yang mencederai nilai-nilai demokrasi.

PILKADA 2024 seharusnya tidak hanya menjadi ajang memilih pemimpin, tetapi juga

momentum untuk memperbaiki kualitas demokrasi. Transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi yang sadar adalah elemen kunci yang harus terus diperjuangkan. Namun, realitas menunjukkan bahwa demokrasi di tingkat lokal masih menghadapi kendala besar, mulai dari rendahnya pendidikan politik hingga pengaruh kuat elite politik.

Sebagai mahasiswa, kita memiliki tanggung jawab untuk mengkritisi dan terlibat aktif dalam menjaga kualitas demokrasi. Jangan sampai demokrasi hanya menjadi formalitas, tetapi harus benar-benar menjadi alat perubahan yang membawa manfaat nyata bagi masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline