Tiga Bulan Terakhir Menjelang Tahun 2020,
Jika pada akhir tahun sebagian orang menutup perjalanannya dengan ulasan pencapaian. Berapa wish list point yang sudah masuk check list, kemudian sisanya—mengapa dan kenapa tidak terwujud? Hal apa yang harus diperbaiki. Atau sebagian yang lain mulai mengatur tanggal cuti dan rencana bersama orang terkasih, pesta barbeque-an alias bakar-bakar sambil menikmati malam pergantian tahun. Serta melakukan hal menyenangkan lainnya sembari menghitung mundur. Namun hal ini tidak berlaku untuk saya.
Bulan-bulan terakhir pada tahun 2019 menjadi titik balik atau gerbang bagi saya untuk mencintai diri sendiri (self love). Berusaha kembali ke zona yang saya butuhkan bukan yang saya inginkan. Kekuatan itu muncul kala terdoktrin sebagai pemenang dalam kompetisi menulis Hari Ayah. Ya — Kompetisi yang disponsori oleh perusahaan tempat saya berkarya dahulu. Peserta kompetisi adalah seluruh karyawan baik di pusat, cabang. ataupun anak perusahaan lainnya secara nasional.
Saya tidak mendapatkan informasi lebih terkait dengan angka partisipan dalam kompetisi kala itu. Namun pada saat diumumkan, saya menjadi satu di antara dua orang pemenang terpilih. Pencapaian receh ini agak menyinggung dan menyentil naluri untuk kembali pulang. Gerbang yang sekaligus menjadi power supply telah menyeret untuk menghidupkan kembali sukma menulis yang terlelap selama hampir lebih kurang delapan tahun.
Desember 2019—Keputusan berhenti berkarya pada sebuah perusahaan membuat saya memiliki waktu yang cukup luang. Menulis menjadi wahana dalam mengapresiasi diri saya. Serta sebagai salah satu pekerjaan rumah dan mimpi besar pada akhir tahun lalu.
Namun sebelum benar-benar sampai pada asa itu, Ibu meminta untuk menyelesaikan perjuangan yang telah saya mulai. Prediksi menduga bahwa amanah tersebut akan rampung pada bulan keempat. Saya berharap agenda menulis akan terwujud pada bulan kelima. Alhasil pandemi melanda dan agenda melesat jauh dari praduga. Semua tata acara mundur dalam kurun waktu yang tidak singkat.
Titipan ibu tak kunjung rampung hingga memasuki tengah tahun. Note merah jambu—si saksi perjuangan hidup pun hampir menipis. Beberapa tata acara tercatat beserta amunisi lengkap dalam perjalanan meraih titipan ibu pun semakin memuai.
Sisa waktu yang ada hanya dipergunakan untuk mengasah amunisi demi tercapainya goal. Beberapa literasi sebagai sumber amunisi menjadi berkah untuk menambah kosakata. Sekiranya tiada merugi bilamana tata acara terulur. Wawasan sebagai kekuatan dan bekal dalam menulis pun semakin berkembang karenanya.
Sekian purnama terlampaui hingga pada akhirnya agenda tercatat tersambangi. Tepat pada bulan kesembilan perjalanan itu sampai pada garis finish. Pencapaian receh untuk Ibu telah ditamatkan dengan “Alhamdulillah”.
Sembari menanti daftar tunggu, mencoba mengurai catatan yang belum terwujud. Blog berpenghuni tanpa penghuni tak dapat lagi saya kelola. Khilaf atas kata sandi membuat saya berputar-putar di tempat dengan satu akun email. Kini hanya dapat mengucapkan selamat tinggal kepadanya.
Tiga Bulan Terakhir Menjelang Tahun 2021
Memori mengingatkan pada blog lain yang juga pernah saya buat. Setelah ditinjau ulang, ternyata ada dua akun kompasiana yang sudah usang tak terurus. Tahun 2012 saya menulis di kompasiana dengan tekad ingin konsisten. Terima kasih kompasiana — tidak ikut membuat saya tersesat untuk kembali.