Apakah Yesus menikah atau tidak merupakan pertanyaan yang selalu menarik keingintahuan orang. Sebagai tokoh sentral dalam tradisi Kristiani, aspek kehidupan Yesus tentulah tidak lepas dari pro kontra yang bisa menyatukan atau memisahkan.
Dalam iman kristen, Yesus diyakini tidak pernah menikah dan meninggal disalib pada umur 33 tahun setelah dihakimi oleh orang Yahudi di masa penjajahan Romawi. Alkitab bahkan masih merinci para penguasa masa itu seperti Herodes dan Pontius Pilatus. Teladan hidup selibat Yesus kemudian menjadi salah satu dasar para imam katolik (pastor) untuk tidak menikah selama menjalani tugas pelayanannya.
[caption caption="Potongan kertas papyrus ..."][/caption]Beberapa waktu yang lalu, sekelompok ilmuwan Harvard menemukan secarik kertas kuno dari daun papyrus, tanaman yang dahulu memang lazim digunakan sebagai media untuk menulis. Potongan tulisan kuno tersebut diungkap oleh Professor Karen King, pengajar di Harvard Divinity School di Cambridge, Massachusetts dalam suatu konferensi di Roma.
‘Kertas’ kecil tersebut memuat suatu potongan kalimat yang antara lain mengandung kata: Yesus berkata kepada mereka, istriku… Potongan kalimat ini memang tidak merujuk pada bukti bahwa Yesus menikah, tetapi menurut Prof. King, hal tersebut akan mengundang keriuhan pertanyaan tentang pernikahan dan perkawinan Yesus yang telah diperdebatkan selama ini.
Beberapa pendapat bermunculan tetapi tetap saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa tulisan berbahasa Mesir Koptik kuno tersebut merujuk ke Yesus yang dipuja dalam iman Kristen. Hal ini bisa jadi disebabkan karena nama ‘Yesus’ dalam bahasa Ibrani adalah YehÕshua (Joshua), suatu nama yang sangat lazim dan banyak ditemukan. “Joshua” dalam papyrus tersebut bisa siapa saja, termasuk petinggi atau pejabat dimasa tersebut. Metamorfosis sebutan Joshua menjadi Yesus, Jesus, Jesu...dst..tidak lepas dari cara penuturan lidah dan bahasa berbagai bangsa dimana alkitab diterima dan diterjemahkan.
Namun memang tidak dapat dipungkiri bahwa memperbincangkan aspek pribadi Yesus ternyata terbukti sangat menarik secara finansial. Tak terbilang buku-buku yang diterbitkan, untuk membahas masalah ke-Tuhanan, pernikahan, dll terkait Yesus sampai sekarang. Khusus menyangkut pernikahan, paling tidak ada dua film yang diedarkan secara resmi dan bahkan masuk box office internasional yang memvisualisasikan bahwa Yesus pernah menikah.
Salah satunya adalah “The Last Temptation of the Christ” yang dirilis tahun 1988 dengan oleh sutradara ternama Martin Scorsese (Fimnya antara lain: Godfellas, Casino, Gangs of New York,The Aviator, The Departed) dengan mengadaptasi novel fiksi terbitan tahun 1953 hasil tulisan Nikos Kazantzakis. Dalam novel dan film tersebut dikisahkan, Yesus diujung hidupnya di kayu salib mendapat rahmat dari Tuhan melalui seorang malaikat yang menggantikannya di salib. Secara ajaib, Yesus ‘turun’ dari salib. Tidak hanya itu, ceritanya Yesus kemudian menikah dengan Maria Magdalena dan mempunyai anak.
Penghujatan terhadap pribadi Yesus ini bisa jadi keterlaluan. Umat Kristiani mengimani alkitab yang menyatakan Yesus mati di kayu salib, dikuburkan dan pada hari ketiga bangkit dari kematian, lalu naik ke surga disaksikan ‘orang-orang Galilea dan murid-muridnya’. Namun dapat dipastikan bahwa tidak ada reaksi umat Kristen terhadap "penghinaan" ini.
Meski memutarbalikkan iman kristiani, film yang mengambil setting di Maroko ini tetap menarik penonton. Selain sukses mengeruk keuntungan, film ini membawa Martin Scorsese kemudian berhasil dinominasikan sebagai sutradara terbaik di ajang Academy Award (Oscar). Barbara Hershey yang memerankan Maria Magdalena bahkan memperoleh penghargaan Golden Globe untuk kategori aktris pendukung terbaik.
Beberapa tahun yang lalu Dan Brown, seorang penulis ternama menerbitkan novel best seller “The Da Vinci Code” yang mengulik pribadi dan perdebatan seputar pernikahan Yesus. Tak lama kemudian novel yang digadang-gadang sebagai buku yang akan ‘menggemparkan iman Kristiani’ dan laris manis diberbagai negara tersebut kemudian diangkat ke layar lebar oleh sutradara Ron Howard pada tahun 2006. The Da Vinci Code yang yang juga dianggap sebagai ‘serangan’ terhadap Kekristenan terutama gereja Katolik Roma ini, dimulai dengan setting kematian seorang kurator di Museum Louvre, Paris. Kematian kurator tersebut kemudian diselidiki oleh seorang ahli kode-kode rahasia (diperankan dengan apik oleh actor peraih Oscar, Tom Hanks) dan detektif polisi Perancis (diperankan oleh aktris Audrey Tautou).
Singkat kata keduanya terlibat dalam penyelidikan yang terkadang mengundang bahaya, untuk sampai ke kesimpulan bahwa Yesus menikah dengan Maria Magdalena, dan dan memiliki keturunan. Secara mengejutkan, detektif wanita tersebut ternyata masih termasuk keturunan Yesus dan Maria Magdalena. Film ini menjadi menarik karena memasukkan unsur-unsur non-fiksi antara lain Leonardo da Vinci dan setting bergantian antara berbagai kota seperti Paris, Roma, Vatikan dan lain-lain seolah menggiring penonton ke dunia nyata. Imajinasi dan kreativitas Dan Brown berhasil mempersempit jarak antara fiksi dan kenyataan. Bahkan banyak orang malah salah kaprah dan merujuk ke novel ini untuk menanggapnya sebagai fakta.