[caption id="attachment_222545" align="aligncenter" width="574" caption="Pantai di Pulau Tikus, Kep. Seribu (dok. Adelina)"][/caption] Langit di Kepulauan Seribu semakin kelabu. Aku terapung-apung dan kelelahan. Kakiku pun lemas. Karena merasa tak sanggup lebih lama lagi berada di air, maka aku meminta segera naik ke perahu. Ough! Saat kembali duduk manis di perahu, baru terasa dinginnya badanku. Sementara teman-teman yang lain masih asyik terapung, aku mencoba mengabadikan beberapa kegiatan mereka dari atas perahu sambil mengeringkan badan. [caption id="attachment_222548" align="aligncenter" width="300" caption="Menjelajah perairan Pulau Pari (dok. Adelina)"]
[/caption] Setelah puas mengeksplorasi indahnya perairan di sekitar Pulau Pari, satu persatu temanku mulai kembali ke perahu. Kupikir kami akan segera kembali ke homestay, ternyata tidak. Kami kembali diajak mengitari pulau lainnya yang katanya tidak jauh dari tempat kami snorkeling. Pulau Tikus. Sekilas, pantai Pulau Tikus tampak tidak terlalu indah. Bukan pasir putih yang terhampar, melainkan banyak karang besar di sekelilingnya. Ditambah dengan dahan-dahan pohon tua yang tak berdaun, membuat Pulau Tikus terlihat agak angker. Oya, kami sempat menemukan beberapa bintang laut yang terdampar di pinggir pantai. Lucu! [caption id="attachment_222543" align="aligncenter" width="480" caption="Serunya bermain air di Pulau Tikus (dok. Diajeng)"]
[/caption] Saat kami tiba di Pulau Tikus, tak lama kemudian datang beberapa perahu wisatawan lainnya. Sepertinya Pulau Tikus memang menjadi salah satu agenda yang wajib dikunjungi oleh para wisatawan Pulau Pari. Aktivitas sesiangan ini cukup menguras tenaga. Maka marilah kita kembali ke rumah. Mandi, beristirahat, dan bersiap untuk barbeque nanti malam. Barbeque baru akan dimulai pada pukul 8 malam, tapi perut kami sudah keroncongan tak karuan. Kami pun segera menjelajah pulau dengan berjalan kaki, berharap ada yang menjual makanan. Ya! Dan kami menemukan warung mi instant. Hehehe lumayanlah untuk mengganjal perut. Mi instan dengan telur rebus, ditemani teh manis hangat. Menjelang pukul 8 malam kami diajak menuju lokasi barbeque. Ternyata hidangan makan malam kami sudah disiapkan. Nasi putih dan ikan bakar beraneka rupa, kami santap diatas selembar tikar yang dihamparkan di atas pasir. Angin malam yang cukup kencang, sayup-sayup lagu dangdut di rumah penduduk, menemani kami makan malam. Beberapa grup wisatawan yang "berpiknik" tidak jauh dari kami, terlihat bernyanyi-nyanyi bersama sambil diiringi alunan gitar. [caption id="attachment_222546" align="aligncenter" width="300" caption="Barbeque di pinggir pantai (dok. Adelina)"]
[/caption] Waktu sudah menunjukkan sekitar jam 9 malam, tapi sayang melewatkan malam begitu saja. Aku dan yang lain iseng berjalan ke salah satu dermaga yang panjang sekali. Ingin rasanya sekali lagi merasakan membelah lautan. Jalan yang kulalui tidak terlalu mulus, banyak pondasi yang nyaris rubuh sehingga kami harus melompat beberapa kali. Tiba di ujung dermaga, wuuz, angin malam yang bertiup terasa lebih keras menghantam dada. Aku yang duduk diujung dermaga melihat laut yang tampak kehitaman, tapi jernih. Hening! Sesekali hanya terdengar suara riak air. Laut sangat tenang dan nyaris tidak ada ombak. Di kejauhan aku melihat ada beberapa titik cahaya yang mungkin berasal dari perahu nelayan. Cukup lama aku terduduk disana, tidak melakukan apa-apa. Hanya memandang laut yang sesekali menghantam dinding dermaga di bawah kakiku. Semakin malam, angin laut semakin kejam. Jaket yang kupinjam dari temanku, tampaknya belum cukup melindungiku. Tapi bagaimanapun, aku masih ingin di sini. *bersambung. Artikel terkait : Pulau Pari, Keindahan yang Terbalut Kesederhanaan. #1 Pulau Pari, Keindahan yang Terbalut Kesederhanaan. #3
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H