Lihat ke Halaman Asli

Katniss 'Hunger Games', Cantik nan Mematikan

Diperbarui: 24 Juni 2015   22:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13512545951478328636

Hunger Games. Menggambarkan betapa tangguhnya sosok seorang wanita bernama Katniss Everdeen. Ketangguhannya terlihat dari bagaimana cara dia berpikir, cara dia bertahan hidup, dan cara dia melindungi orang-orang yang disayanginya. Menyimak kisahnya, membuat aku tiba-tiba ingin berubah menjadi wanita yang berkepribadian mengagumkan seperti dia.

Di awal tahun 2012, aku menyaksikan sebuah novel karya Suzanne Collins yang diproyeksikan ke dalam sebuah film. Mengambil latar belakang di kawasan Amerika Utara, Hunger Games memunculkan kisah 13 distrik yang terjajah oleh pemerintahannya, Capitol. Akibat pemberontakan masa lampau, akhirnya 12 distrik yang tersisa kini harus merelakan anak-anak muda mereka mengikuti pertarungan yang tidak masuk akal. Saling membunuh, menjebak, dan membinasakan, untuk menjadi pemenang yang pada akhirnya akan hidup dalam kemakmuran yang berlimpah. Dan yang membuat muak adalah pertarungan itu akan menjadi tontonan seantero negeri Panem. Sesungguhnya kebijakan ini bukan karena Capitol bermurah hati, tapi lebih karena mereka ingin menunjukkan bahwa ke dua belas distrik masih sepenuhnya berada dalam 'belas kasihan' Capitol. Jika memberontak, maka mereka harus siap menuju kepunahan seperti yang terjadi pada distrik 13. Di antara situasi yang penuh tekanan, muncul Katniss, gadis berusia 18 tahun dari distrik 12 sebagai sosok cantik yang pemberani. Kerelaannya untuk menggantikan adiknya, Primrose Everdeen, yang terpilih sebagai peserta Hunger Games ke-74, menjadi bukti awal bahwa dia begitu mencintai keluarganya. Mempunyai keahlian memanah, tampaknya belum cukup membuat dia percaya diri untuk memenangkan pertarungan hidup-mati tersebut. Sekalipun dia mendapatkan dukungan dari banyak orang disekelilingnya, termasuk Peeta Mellark, saingannya dari distrik 12, sekaligus orang yang mengaguminya sejak lama. Ahh. Saat menyaksikan filmnya dan membaca bukunya, saya benar-benar larut dalam tiap-tiap detik yang mendebarkan dalam pertarungan. Bukan seperti pertandingan olah raga yang mungkin selesai dalam kurun waktu tertentu, tapi pertarungan yang memakan waktu berminggu-minggu. Saat terompet berbunyi, seketika 24 peserta dari 12 distrik, langsung bertumpah darah di Cornucopia, area dimulainya pertarungan. Namun ada juga yang langsung lari menghilang ke dalam hutan untuk menyelamatkan diri, termasuk Katniss. Berikutnya, korban demi korban berjatuhan. Kebanyakan dari mereka tewas karena terbunuh saingannya. Katniss mampu berubah menjadi sosok yang mematikan bagi lawan-lawannya. Menjatuhkan sarang tawon beracun ke lawannya yang tengah tertidur, melepaskan anak panah tepat di jantung lawan, maupun melawan segerombolan serigala mutan. Namun ternyata di situasi yang begitu mencekam, masih ada kisah romantis 'pura-pura' yang terselip. Yah, Katniss dan Peeta. Mereka memang bersaing, tapi ada 'sesuatu' di antara mereka. Hal itulah yang sengaja mereka besar-besarkan dan mereka tunjukkan ke warga Capitol. Tujuannya hanya satu, membuat warga Capitol terkesan, dan akhirnya bersedia mengirimkan bantuan ke arena. Namun tampaknya kepura-puraan itu lambat laun menjadi sesuatu yang lebih nyata. Peeta berharap, namun Katniss masih bimbang. Prinsip Katniss yang tidak ingin menikah seumur hidupnya, membuatnya gamang. Dia tidak ingin saat kelak dia memiliki anak, maka anaknya harus mengikuti pertarungan mematikan seperti itu. Secara aturan, Hunger Games hanya memiliki seorang pemenang. Tapi Capitol sempat mengubah peraturan bahwa diperbolehkan ada 2 pemenang selama kedua pemenang tersebut berasal dari distrik yang sama. Di akhir cerita, saat hanya ada Peeta dan Katniss yang tersisa, sang Juri berusaha curang dengan mengembalikan ke peraturan awal. Katniss murka, sebab tidak mungkin dia membunuh Peeta yang sudah jadi sekutunya. Selain itu, dia tidak mau seolah-olah menjadi pion Capitol. Maka dengan berani dia mengacungkan buah berry beracun ke hadapan Capitol, lalu membaginya dengan Peeta. Lebih baik mati bersama. Capitol tidak mau kehilangan muka. Tidak ingin mengecewakan warga Capitol karena disuguhkan pertarungan yang tidak memiliki pemenang. Akhirnya Capitol menyerah, dan menobatkan keduanya sebagai pemenang Hunger Games ke-74. Ternyata menjadi pemenang bukanlah akhir yang bahagia. Justru Katniss terperangkap dalam 'permainan' berikutnya yang lebih mematikan. Semua karena buah berry dan keberaniannya memberontak, sehingga mencoreng wajah Capitol.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline