Lihat ke Halaman Asli

Adella Fransiska

Universitas

Menumbuhkan Minat Baca Daya Ungkit Literasi

Diperbarui: 1 Desember 2022   12:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

MENUMBUHKAN MINAT BACA DAYA UNGKIT LITERASI

Oleh

Adella Fransiska

132019033@student.uksw.edu

Mahasiswa Bimbingan dan Konseling UKSW

Budaya membaca sangat erat dengan tingkat kemajuan sebuah bangsa, misalnya: makin tinggi budaya baca pada sebuah negara, semakin maju pula negara tersebut. Dalam sebuah penelitian terungkap bahwa minat baca siswa sekolah dasar di Indonesia berada pada peringkat 26 (duapuluh enam) di antara 27 (duapuluh tujuh) negara yang diteliti. Hasil penelitian ini menunjukan betapa rendahnya minat baca siswa SD (sekolah Dasar) di Indonesia juga sekaligus menunjukkan rendahnya perhatian berbagai pihak (pemerintah sekolah, dan orang tua) tentang pentingnya membaca. Sebagai pembanding ambilah contoh Jepang dan negara-negara maju lainnya adalah bukti nyata mengenai pentingnya budaya membaca sejak usia dini.

Indeks kegemaran membaca masyarakat Indonesa antara tahun 2016-2020 memang cenderung ada peningkatan, namun secara nasional masih pada kisaran angka 37,32 (yang artinya pada indeks minat membaca yang rendah). Indeks baca ini mencakup berbagai dimensi yaitu dimensi kecakapan, akses, alternative dan budaya (Kompas, 4 April 2021). Provinsi dengan minat baca tertinggi adalah DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Kepulauan Riau dan seterusnya. Bisa dibayangkan jika hanya 15 (lima belas) provinsi yang ada diatas rata-rata indeks baca nasional yang tergolong rendah, berarti ada sekitar 19 provinsi yang indeks baca di bawah nasional.

Jika dicermati pada hakikatnya membaca dapat memberikan pengetahuan, memperluas wawasan bahkan menstimulasi kreatifitas serta mengasah kemampuan fokus dan berpikir kritis. Membaca dapat merangsang lahirnya inovasi-inovasi baru untuk berkreasi dan berprestasi. Kemajuan sebuah bangsa dapat diukur dari parameter tinggi atau rendah minat baca masyarakatnya.

Budaya Baca
     Meningkatkan minat baca tentunya bukan hanya tanggung jawab satu pihak, misalnya penerbit buku, namun jelas menjadi tanggung jawab semua pihak. Dalam hal ini yang utama adalah pemerintah sebagai pemangku kepentingan meningkatkan kecerdasan bangsa sepatutnya bertindak sebagai pemandu gerakan menumbuhkan minta baca masyarakat. Kendala pertama adalah kendala kultural. Masyarakat Indonesia pada umumnya cenderung menyukai bahasa oral (percakapan) dari pada membaca. Budaya ngerumpi, dan gibah (membicarakan keburukan orang lain), obrolan ala warung kopi lebih populer dan familiar dibandingkan dengan membaca. Bahkan dalam pilihan aktivitas, masyarakat lebih cenderung menonton TV daripada membaca buku.

Ini jelas menjadi tantangan yang tidak ringan untuk diedukasi dan ditransformasi. Menumbuhkan minat baca secara strategis memberikan edukasi, khususnya membaca buku-buku ilmu pengetahuan akan menjadi pilihan aktivitas yang konstruktif. Hiburan-hiburan TV sekarangpun juga banyak dijejali oleh sinetron-sinetron yang hanya menjual roman percintaan dan mengaduk-aduk perasaan penontonnya. Gaya hidup instan juga digambarkan dalam pola kehidupan yang konsumtif dengan dandanan yang glamour.

Pertengkaran keluarga, hingga konflik rumah tangga diungkapkan dalam acara-acara infotaiment menjadi konsumsi publik seolah tidak ada nilai-nilai dan kaidah-kaidah moral ataupun etis yang dijaga sama sekali. Banyak keluarga yang tidak mengarahkan anggota keluarganya untuk membaca sebagai bagian dari sarana membangun peradaban keluarga sebagai cikal bakal membangun peradaban bangsa. Tak terkecuali perpustakaan dan taman baca kadang sepi pengunjung dan kehadiran orang-orang yang enggan membaca.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline