Mikroalga dikenal memiliki cukup banyak potensi, salah satu diantaranya sebagai sumber pangan fungsional. Indonesia perlu untuk mulai memanfaatkan potensi yang dimiliki oleh mikroalga ini, mengingat jumlah manusia di muka bumi semakin hari semakin meningkat sehingga jumlah pangan yang tersedia pun juga harus semakin banyak guna mengimbangi jumlah manusia yang ada. Sedangkan bila dilihat, lahan pertanian untuk memproduksi tanaman pangan yang ada di negara kita semakin sempit. Banyak lahan pertanian diekspansi untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal manusia bahkan dijadikan sebagai pusat-pusat perbelanjaan dan perkantoran. Oleh karena itu, akan semakin sulit untuk memproduksi sumber pangan manusia di masa depan bila hanya mengandalkan tanaman pertanian saja. Sehingga diperlukan langkah tepat dalam pemenuhan sumber makanan bergizi yang mudah diperoleh, harganya murah dan memiliki kandungan gizi yang tinggi dan sesuai untuk pertumbuhan anak-anak maupun masyarakat di Indonesia.
Beberapa mikroalga yang umum digunakan sebagai bahan pangan dan sumber protein, vitamin serta mineral (pangan fungsional) oleh negara maju diantaranya adalah Arthospira, Nostoc, Aphanizamenon dan Spirulina. Hal ini didukung dengan keunggulan lebih yang dimiliki oleh mikroalga di bidang efisiensi dan produksinya bila dibandingkan dengan protein bersel tunggal yang diperoleh dari mamalia. Selain itu, mikroalga juga tidak memberikan dampak negatif bagi tubuh meskipun dikonsumsi secara rutin baik untuk pemakaian dalam waktu singkat maupun lama. Mikroalga ini tidak hanya dapat berfungsi sebagai sumber energi (protein, karbohidrat, lemak alami) namun juga sebagai sumber vitamin, pengobatan dan detoksifikasi dalam tubuh. Sehingga banyak juga industri farmasi yang memanfaatkan mikroalga dalam memproduksi obat maupun vitamin dan mengaplikasikannya dalam skala besar. Contohnya mikroalga jenis Isochrysis galbana yang dimanfaatkan sebagai sumber bioaktif untuk penyembuhan penyakit tuberkolosis (TBC). Ada juga Dunaliella salina sebagai mikroalga merah dengan kandungan β-karoten yang tinggi yang dimanfaatkan sebagai obat pereda nyeri kanker payudara, obat mata, pencegah penyakit bronchitis dan sebagainya. Mikroalga juga dipasarkan dalam bentuk tablet, kapsul, minuman kaleng, permen maupun yang dicampur dengan bahan pangan lainnya untuk memperkaya nilai nutrisi dan segi rasa. Beberapa diantaranya biasanya merupakan mikroalga jenis Arthosphira, Chlorella, D. salina, dan Aphanizomenon flosaquae.
Selain itu, ada juga Spirulina platensis (Arthospira) sebagai salah satu mikroalga yang juga seringkali digunakan sebagai bahan pangan karena kandungan proteinnya yang cukup tinggi dibanding sumber lainnya. Mikroalga ini juga dikenal memiliki senyawa yang menyehatkan tubuh karena dapat mengurangi risiko hiperlipidemia, hipertensi, mencegah penyakit gagal ginjal serta dapat meningkatkan kinerja lactobacillus dalam tubuh. Dimana kandungan protein yang ada pada 1 kg Spirulina diketahui setara dengan 5 kg daging maupun 9 liter susu. Di India, Spriulina ini juga dimanfaatkan sebagai campuran dalam pembuatan snack bar sebagai makanan ringan yang dibuat dari campuran wijen dan padi-padian. Lalu di Eropa, Spirulina juga telah berhasil dimanfaatkan menjadi makanan/camilan berenergi atau energy bar dan juga mie instan. Selain itu, dalam industri pangan Spirulina kering juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pasta campuran, saus, sup, minuman instan, campuran roti dan biscuit. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan gizi yang ada pada makanan.
Adapula mikroalga lainnya jenis Chorella sebagai pangan terbesar yang juga kaya akan protein dan dapat dimanfaatkan sebagai senyawa aditif. Salah satu produsen terbesarnya adalah Taiwan Chlorella Manufacturing and Co, dengan produk 400 ton biomas kering per tahun dan Klotze, Jerman, dengan produksi antara 130-150 ton per tahun menggunakan sistem pembiakan photobioreactor. Lalu, di Jepang mikroalga jenis Chlorella vulgaris digunakan sebagai bahan fortifikasi pangan pada makanan tradisional khas Jepang yaitu Shiratama Dango yang dapat memberikan warna hijau pengganti matcha dan green tea. Selain itu dengan penambahan mikroalga hijau tersebut juga dapat meningkatkan tekstur dan memperkaya cita rasa pada makanan.
Selain itu, pada beberapa mikroalga juga dapat menghasilkan pigmen selain pigmen hijau yang dihasilkan dari proses fotosintesis. Beberapa pigmen yang umum digunakan dalam industri adalah klorofil, phycobiliprotein dan karotenoid. β-karoten merupakan pigmen alami yang sering dimanfaatkan dalam range yang lebih luas. Pigmen kuning kemerahan ini biasa dijumpai pada buah buahan, dan sayuran, seperti wortel. Sedangkan pada mikroalga, β-karoten dapat ditemukan pada beberapa spesies dari alga merah seperti Dunaliella Salina yang dapat menghasilkan β-karoten sampai 17% berat kering. β-karoten dari Dunaliella Salina ini dapat dimanfaatkan dalam tiga kategori yakni dalam industri farmasi, industri pangan, dan industri kosmetik (termasuk dalam jenis fine chemical). Dalam bidang pangan, β-karoten diketahui mampu meningkatkan estetika produk pangan dan minuman seperti margarin, keju, jus, makanan kalengan, dan sebagainya. Oleh karena itu, mengkultur Dunaliella Salina dengan skala yang besar tentunya dapat menghemat lahan pertanian untuk menanam wortel dan terjadi efisiensi waktu dari mulai penanaman hingga pemanenan. Sehingga, dapat dikatakan Dunaliella Salina memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Menurut sebuah perusahaan di Amerika, National Measurement Institute Australia and Craft Technologies Inc. dijelaskan bahwa 2 Algotene 500 mg kapsul berisi Dunaliella Salina dapat mengandung β-karoten lebih tinggi daripada 1 kg wortel. Salah satu produsen Dunaliella terbesar di dunia adalah Parry`s agro Ltd di India untuk skala farmasi. Ada juga mikroalga jenis Haematococcus pluvialis yang mampu untuk mensintesis dan mengakumulasi pigmen merah (astaxanthin) di alam dengan konsentrasi 1000-3000 kali lebih tinggi dibandingkan dengan fillet ikan salmon. Astaxanthin ini merupakan pigmen karotenoid yang memiliki anti-oksidan yang 10 kali lebih kuat dibandingkan dengan β-karoten dan 1000 kali lebih besar dibandingkan vitamin E, sehingga memiliki fungsi metabolik yang sangat penting bagi manusia seperti melindungi dari sinar UV, meningkatkan respon imun dan meningkatkan aktivitas pro vitamin A untuk penglihatan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H